EkonomiOpini

Mewaspadai Motif Kepentingan Korporasi Swasta Atas Tudingan Monopoli Avtur Pertamina

penjualan avtur, presiden jokowi, pertamina, harga tiket pesawat, nusantaranews
Pertamina Aviation. (Foto: Istimewa/Ist)

Oleh: Defiyan Cori, Ekonomi Konstitusi

NUSANTARANEWS.CO – Sekali lagi, publik dikejutkan oleh pernyataan tidak tepat otoritas negara, yaitu Presiden Republik Indonesia yang membuat berbagai pihak merasa geli, yaitu tudingan atas permasalahan mahalnya harga tiket pesawat yang disebabkan oleh faktor biaya avtur. Tudingan yang disampaikan pada acara Gala Dinner HUT ke-50 Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) tanggal 11 Februari 2019 ini tentu saja membuat publik bertanya-tanya, ada apa gerangan Presiden tiba-tiba menuduh monopoli Pertamina atas penyediaan avtur menjadi penyebab mahalnya harga tiket?

Apakah tepat Presiden Repiblik Indonesia menyalahkan kemahalan tiket pesawat kepada Pertamina sebagai pemasok avtur, atau ada kepentingan lain dengan tudingan dimaksud? Bukankah hak monopoli Pertamina dalam penjualan avtur sebagai cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak merupakan perintah konstitusi ekonomi pasal 33 UUD 1945? Jelas tidaklah mungkin Presiden tak mengetahui soal pasal konstitusi ekonomi ini, atau memang ada pihak-pihak yang menekan Presiden?

Avtur Pertamina Murah

Tidaklah tepat secara konstitusional Presiden mengarahkan sasaran adanya kenaikan harga tiket pesawat yang terjadi pada akhir tahun 2018 dan awal tahun 2019 dengan meminta Pertamina meninjau harga avtur yang berlaku. Sebagai perbandingan, harga avtur Pertamina yang berlaku masih lebih murah dibandingkan dengan harga avtur di negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik.

Berdasarkan data WFS Shell dan China National Aviation Fuel (CNAF) dan Blue Sky yang selalu diterbitkan secara periodik, harga avtur Pertamina di Soekarno Hatta 42,3 sen per liter. Harga tersebut lebih murah dibandingkan dengan beberapa harga avtur di bandara internasional lainnya, seperti Changi, Singapura sebagai salah satu bandara tersibuk di dunia yang mencapai 56,8 sen per liter, dan bandara INLAND di China yang sebesar 46,13 sen per liter-nya. Bahkan harga avtur Pertamina ini, perbandingannya dua kali lipat lebih murah dibanding bandara SYD Kingsford di Australia dengan harga 103,11 sen per liter.

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

Baca Juga:

Jadi, menuding Pertamina sebagai biang keladi dari kenaikan harga tiket pesawat pada 3 bulan terakhir ini adalah tidak tepat sasaran. Sebaiknya, Presiden meminta Menteri Energi Sumberdaya Mineral (ESDM), Menteri Perhubungan dan Direktur Utama Garuda Indonesia menyampaikan permasalahan yang sebenarnya dihadapi oleh maskapai Garuda Indonesia yang juga masih Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini terkait dengan pengelolaan bisnis secara komprehensif.

Salah satu upaya keterbukaan informasi kepada publik dan tak menduga-duga dan saling menyalahkan antar BUMN, maka sebaiknya otoritas dapat memeriksa struktur pembentuk harga tiket pesawat, berapa sebenarnya Harga Pokok Produksi (HPP) yang membentuknya dan berapa margin yang diambil Garuda Indonesia.

Dengan mengetahui HPP ini, maka akan dapat diketahui dengan tepat pos pembiayaan yang membentuk atau membebani harga tiket pesawat, misalnya biaya perbaikan dan perawatan, biaya sewa pesawat (utang pembelian), biaya asuransi, biaya sewa bandara, dan lain-lain.

Sebagai contoh, jika alasan yang disampaikan adalah 40 persen pembentuk harga tiket adalah bersumber dari avtur, maka jika harga tiket pesawat Rp 1.000.000, komponen harga avtur atas harga adalah Rp 400.000? Pertanyaan selanjutnya adalah berapa liter avtur yang dihabiskan oleh sebuah pesawat dalam menempuh suatu jarak tempuh penerbangan?
Jadi, variabel avtur dalam komponen HPP hanya salah satu faktor saja yang akan membentuk harga tiket pesawat Garuda Indonesia dan maskapai lainnya

Mengacu pada siaran pers Ketua Umum Indonesia National Carriers Association (INACA) sekaligus merupakan Direktur Utama Garuda Indonesia, IGN Ashkara Danadiputra, yang menyampaikan bahwa biaya avtur bukanlah komponen terbesar yang membentuk harga jual tiket ke calon penumpang. Oleh karena itu sudah dapat dipastikan bahwa harga avtur yang dijual oleh Pertamina secara langsung sudah dibantah bukan harga yang mahal. Maka itu, patut diduga, beban masa lalu BUMN Garuda Indonesia lah yang membuat harga tiketnya menjadi mahal, sebab biaya-biaya utang pesawat dan perawatan mencapat 43 persen dalam komponen harga jual tiket yang mahal tersebut

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Sinergi BUMN Hadapi Korporasi

Lebih dari itu adalah, sebagai entitas bisnis negara, Garuda Indonesia dan BUMN-BUMN lainnya selain dibebani oleh biaya-biaya operasional juga diwajibkan membagikan dividen dan membayarkan pajak pada negara. Apabila dibandingkan dengan maskapai swasta, maka beban korporasi non negara ini hanya terkena beban pajak setelah perhitungan laba atau rugi operasi. Disamping itu, dividen BUMN ke negara ditujukan untuk memperkuat posisi keuangan negara, sementara dividen yang dibagikan oleh korporasi swasta ke pemegang saham hanya diperoleh dan dinikmati oleh orang per orang atau sekelompok orang. Oleh sebab itu, maka pengenaan pajak pada BUMN harus dihapuskan apabila entitas bisnis negara diharapkan mampu bersaing dengan korporasi swasta, terutama dalam industri transportasi udara seperti Garuda Indonesia. Sinergi BUMN juga harus diperkuat agar implementasi usaha bersama yang diperintahkan konstitusi pasal 33 UUD 1945 menjadi nyata.

Agak lebih masuk akal (logis) apabila Menteri ESDM, Menteri Perhubungan beserta pihak Garuda Indonesia dan maskapai lainnya menyampaikan bahwa kenaikan harga tiket pesawat disebabkan oleh terdapatnya lonjakan penumpang di musim tertentu (peak season) sehingga hukum ekonomi berlaku (permintaan meningkat harga naik), dibandingkan menuding biaya avtur (Pertamina) menjadi sumber penyebabnya.

Apalagi alasan monopoli pengelolaan avtur yang jelas diberikan hak sahnya secara konstitusi kepada Pertamina tidak terbukti dengan perbandingan harga di bandara lain yang lebih mahal tersebut. Semoga Presiden memahami betul posisi monopoli konstitusional Pertamina dan tidak menjadikan alasan pengelolaan avtur Pertamina yang tak terbukti lebih mahal dan menjadi sumber utama mahalnya harga tiket pesawat. Tudingan mahalnya avtur itu selain tidak terbukti disebabkan oleh Pertamina, namun tidak tepat juga karena adanya hak monopoli pengelolaannya. Alangkah eloknya sinergi antar BUMN yang harus dibangun dan dikembangkan dalam rangka memajukan perekonomian nasional untuk mengatasi kompetisi dan dominasi sistem kapitalisme-liberalisme global yang bertentangan dengan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Selain membangun sinergi BUMN, sebaiknya Presiden membentuk sebuah otoritas yang dapat mengelola soal kenaikan dan penurunan harga produk dan atau jasa dalam industri secara sektoral sehingga tidak muncul kartel atas harga-harga yang memberatkan konsumen. Lembaga ini seperti Dewan Indeks Harga Konsumen seperti di negara Amerika Serikat (USA) yang memilki otoritas dan memberi masukan kepada Presiden, sebagaimana halnya peran yang telah dilakukan selama ini oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam menerima keluhan para konsumen, akan tetapi dengan memberikan wewenang yang diperluas.

Terhadap “ancaman” untuk mengajak swasta masuk dalam bisnis avtur ini dengan menuding monopoli Pertamina meminjam kewenangan Presiden, maka dapat dipastikan adanya pihak lain yang berkepentingan secara pribadi atau kelompok.
Dengan memperhatikan opini yang dibangun, maka publik wajib menolak campur tangan pihak-pihak yang punya kepentingan bisnis di cabang-cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dengan “menekan” posisi Presiden dan BUMN yang dijamin oleh konstitusi sebagai kelompok yang dipertanyakan nasionalismenya dan hanya memperhatikan kepentingan keuntungan dirinya sendiri dan mengabaikan kesejateraan dan hak rakyat banyak.[]

Related Posts

1 of 3,164