Esai: Norrahman Alif
Namanya Dr. Sir. Mohammad Iqbal. Di kalangan pembaca dan penulis dikenal dengan Mohammad Iqbal. Ia seorang pemikir yang penyair atau penyair yang pemikir, yang tak pernah ada tandinganya di abad duapuluh sampai abad kini di kalangan penyair dan pemikir islam. Iqbal tidak hanya bisa mengawinkan filsafat Barat denga filsafat Timur, namun juga bisa disebut pembaru dalam pemikiran Islam.
Ia lahir dari keluarga miskin yang taat beribah, tepatnya di Sialkot-India pada Tanggal 9 November 1877/ 2 Dzulqa’dah 1294 dan wafat pada tanggal 21 April 1938. Ia sangat bisa dibilang banyak melahirkan buku-buku filsafat Islam sesudah puisi dan sajaknya yang tak hanya indah dalam pengolahan estetika dan diksi namun di dalam sajak-sajaknya sangat menekankan pesan-pesan filosofis terhadap umat Islam. Dan lagi, Iqbal meski lahir dari keluarga miskin mampu menjadi manusia hebat di jamannya. Sebab kemiskinan tidak menjadi penghalang atau rintangan bagi seorang Iqbal untuk merekahkan kuncup bunga-bunga mimpinya.
Dalam perjalanan di jalan pendidikan yang ia tempuh akhirnya bunga merekah berkat cahaya beasiswa yang diperoleh dari sekolah menengah di perguraan tinggi dahulu. Iqbal tidak menyia-nyiakan waktu hingga mampu meraih pendidikan yang baik. Lalu setelah pendidikan tamat di Sialkot dengan hasil cemerlang, ia masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi, ia masuk di Government College (sekolah tinggi pemerintah) ternama di Lahore. Lagi-lagi hatinya berbunga-bunga dan wangi bahagia, ketika Iqbal menjadi murid terbaik sekaligus menjadi murid kesayangan Sir Thomas Arnold.
Kemiskinan hidup tidak bisa mengerdilkan semangat Iqbal. Benarlah kata Max; menjadi pemimpin perlu berdarah-darah. Namun tidak hanya berdarah-darah ingin jadi pemimpin, namun juga menjadi seorang yang berpendidikan berkualitas perlu juga berdarah sebab dibalik kesusahan ada kebahagiaan menanti dalam mengejar pengetahuan. Sebaliknya ia kaya dengan prestasi yang cemerlang. Setelah beberapa tahun bergelut dengan ilmu di bangku sekolah tinggi ia lulus pada tahun 1897 dengan memperoleh beasiswa dan tidak hanya itu kegembiraan iqbal juga dirasakan saat meraih medali emas karena dari baiknya berbahasa Inggris dan Arab. Lalu pada tahun 1909 ia mendapat gela M.A dalam dunia bidang filsafat.
Sejak semula ia mempunyai kemauan yang tinggi dengan bimbingan langsung dari sang ayah Syekh Mohammad Noor dan Muhammad Rafiq kakeknya. Dan menyelesaikan pendidikannya berakhir di Munich-Jerman dan lalu mengajukan tesis yang berjudul The Development Of Metaphysics in Persia. Sekembalinya dari Eropa langsung menjadi Guru Besar di Lahore. Tatkala di Eropa pula ia mempunyai kisah cinta yang jarang terjadi fenomena yang dialami iqbal. Iqbal mempunyai sahabat yang sangat erat di Eropa perempuan muslim yang bernama Atuya Begum Faizee. Namun iqbal cendurung memendam cintanya karena ada perbedaan latar belakang keluarga.
Pada 1909 ia baru berani mengungkapkan cinta yang telah lama menyesakkan dadanya. Ia menyatakan cintanya pertama kali kepada Sarda Begum perempuan muda cantik namun ada kecacatan dalam fisiknya barangkali iqbal memandang kekasihnya dari hatinya setelah itu baru fisik. Namun pernikahannya tidak bertahan lama dengan keretakan cinta dikedua jiwa, sempat berpisah namun pada tahun 1913 lalu ilham cinta jatuh di hati iqbal dengan menikahinya kembali dan itulah cinta kekal yang sesungghnya bagi iqbal. Sampai melahirkan putra Javid Iqbal dan seorang putri, Munirah.
Adapun di dalam dunia kepenulisan, Iqbal tidak hanya melahirkan prestasi cemerlang namun di sela-sela kesibukannya dengan kata dan permaenan dinamika logika filosofisnya yang cederung ke filsafat islam, melahirkan buku-buku kajian filsafat dan puisi. Seperti bukunya diantara lain, yang sangat populer di kalangan pembaca adalah The Development of Metaphysics in Persia. Adapun sajak-sajak filosofis dengan bahasa Urdu banyak menekankan rasa ego (keakuan)dan tekanan jiwa dari sebuah agama dan pandangan spiritual.
Dalam paham pemikaran filsafat Islam Iqbal yang sangat berpengaruh di abad duapuluh di India pada masanya. Saya disini menekankan paham Tuhan di mata Iqbal. Iqbal mula-mula belajar berpikir tradisional seperti dalam bukunya M.M. Syarif, Iqbal; tentang keindahan dan Tuhan. M.M. hashim beropini. Iqbal memandang Tuhan ada tiga (3) fase dalam perjalanan intelektual dalam perjalanannya Tuhan dipangdang keindahan Abadi yang bersifat tajalli, yang adaNya tidak tergantung pada sesuatu namun menampkan diri di segala sesuatu. Kedua Tuhan bersifat pribadi (khudi) mutlak (Ego mutlak) tidak terbatas, menurut Iqbal sendiri pribadi (khudi) tak berbentuk dan maujud dan tidak bereksistensi dalam waktu tetapi waktulah gerak itu sendiri. Ketiga adalah hakekat Tuhan berada dalam keseluruhan bersifat spiritual, dan Tuhan bukan ego tetapi ego mutlak karena meliputi segalanya dan tidak ada sesuatupun diluar diriNya. dari situlah Iqbal dianggap paham panteisme (semua berada di diri Tuhan). Dan sempat menyebabkan adanya keretakan dalam paham pemikiran baru iqbal di wilayah umat islam. Lalu Iqbal menolaknya sendiri, setelah paham metafisika atau pengetahuan tentang benda-benda.
Dalam metafika Iqbal, Kant mengajukan pertanyaan: Apakah Metafisika itu mungkin ? menurut Kant sendiri jelas atas pertanyaan ini negatif tidak mungkin. Karena Kant beranggapan bahwa alasan-alasanya agak ganjil bagi pengetahuan kita. Oleh karena itu, titik pengetahuan hanya berdasarkan ruang dan waktu. Mengapa ? Karena benda-benda berada dalam ruang dan waktu dengan perubahannya. Dan perubahan setiap benda-benda karena adanya waktu. Lalu bagi benda-benda yang berada diluar ruang-waktu jelas tak bisa di pahami secara detail. Jika kita beranggapan bahwa benda-benda dalam ruang, berada dalam dirinya sendiri. Kita harus menaikkan pengetahuan ke level lebih tinggi, karena setiap yang tidak tampak itu bersifat ilusi dalam hayal kita. Jika hanya berdasarkan pengetahuan mendaras atas kemampuan rasio yang kita gunakan. Karena rasio atau akal itu bersifat objektif tidak mencapuk keseluruhan.
Iqbal juga sepakat atas pernyataan Kant tersebut, bahwa ruang dan waktu menurut keduanya bersifat objektif. Setiap eksisitensi benda-benda dan diri tidak hampa di atas gerak waktu. Lalu Kant menarik kesimpulan seluruh pengetahuan hanyalah fenomena, sesuata yang hanya tampak oleh kita.
Namun di atas fenomena ada pengetahuan noumena, benda-benda yang berada dalam dirinya-sendiri, mengenai noumena pandang Kant dan Iqbal mulai berbeda. Kant memandang benda-benda dalam dirinya sendiri, sebagaimana memandang benda yang tampak. Dan selalu bergantung pada pertanyaan dalam memadang kemungkin metafisika. Kant mengajukan pertanyaan: Apakah level normal satu-satunya level pengetahuan yang di hasilkan pengalaman? Iqbal menjawab dengan mempertahankan bahwa level normal bukan satu-satunya level pengetahuan. Alasan iqbal tersebut karena dalam ruang dan waktu bervareasi, selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkatan bermacam wujud (nyata). Mengingat kehendak Kant, terhadap ruang dan waktu tak bervareasi dengan bentuk-bentuk tak teratur, dimana pengetahuan selalu dibentuk dan dibatasi kerena semua wujud membutuhkan waktu. Berarti ruang sesuatu penampakan yang dinamsi.
Jadi kesimpulan saya atas iqbal memandang hakiki Tuhan dan pengetahuan benda-benda. Tentang Tuhan di mata iqbal sendiri Tuhan abadi dan bersifat keseluruhan adaNya meliputi segalanya alam semesta.
Cabeyan, 2017.
Norrahman Alif. Lahir di Sumenep Madura Jawa Timur, 01 Mei 1995. Dan saat ini sebagai pemandu literer puisi di Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta.Menulis puisi, esai dan cerita dan puisi-puisinya bisa di nikmati di koran maupun antologi: Wasiat Darah , Sasoma, terpilih 100 puisi terbaik dalam Antologi lomba PCINU Maroko) tema Pesan Damai Untuk Seluruh Indonesia, (terpilih 100 puisi terbaik dalam Antologi puisi: Ketika Burung-burung Telah Pergi, Majalah Buletin Jejak, NusantaraNews, Minggu Pagi dll.
Email: ainurrahman684@mail.com.