NUSANTARANEWS.CO – Ilmuan olahraga menggungkapkan paracetamol, ibuprofen dan obat penghilang rasa sakit lainnya dapat menipun tubuh seorang atlet agar bekerja lebih keras sehingga menghasilkan kinerja yang lebih tinggi.
Obat-obatan over the counter secara rutin digunakan oleh sekitar satu dari tiga olahragawan ternama untuk mempercepat proses pemulihan dan kebugaran, mengurangi rasa sakit dan meningkatkan daya tahan tubuh. Para periset khawatir, jika obat-obat sejenis itu digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan asma dan membawa risiko kesehata yang signifikan.
Atlet yang berlatih dengan kekuatan dan intensitas tinggi, mereka cenderung menggunakan pil-pil tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan hasrat kuat saat berolahraga.
Menurut The Times, sebuah ulasan menunjukkan bahwa obat tersebut mungkin memberi keuntungan yang tidak adil kepada pengguna dengan menundukkan struktur otak bila mereka berolahraga terlalu keras.
Sebuah survei menemukan lebih dari 90 persen pemain profesional Italia telah menggunakan obat penghilang rasa sakit antiinflamasi termasuk ibuprofen dan aspirin. Dan lebih dari 20 persen atlet lainnya yang mengikuti Olimpiade tahun 2000 silam di Syndey menggunakan obat-obatan sejanis itu. Dan berlanjut 10 persen pada Olimpiade Athena 2004.
Mantan kapten tim Rugby Inggris Lewis Moody menuduh sesama pemain berkompetisi untuk melihat seberapa banyak analgesik yang bisa mereka ambil. Dan pelari Olimpiade serta pelari 400 meter Daniel Awde mengatakan bahwa itu adalah lelucon yang dilakukan para atlet yang mengkonsumsi ibuprofen untuk sarapan, makan siang dan makan malam. Demikian ungakapan dalam sebuah dokumenter BBC.
Periset di Universitas Granada di Spanyol melakukan beberapa eksperimen, yang menunjukkan dosis kecil memperkuat atlet, meski biasanya mereka memakai pil untuk mengelola luka.
Dan sebuah penelitian di Inggris pada tahun 2009 menemukan bahwa pesepeda diberi parasetamol 1.5g (sekitar tiga tablet) untuk menyelesaikan uji coba 10 mil sekitar 30 detik lebih cepat daripada plasebo.
Tes sprint terpisah menunjukkan jumlah paracetamol yang sama meningkatkan daya keluaran rata-rata pelari sebesar 5 persen.
Efek paracetamol pada tubuh masih belum sepenuhnya dipahami oleh para ilmuwan, meski obat tersebut digunakan di Inggris sejak 1956.
Tapi Darias Holgado, yang merupakan penulis utama penelitian University of Granada, yakin ada bukti bahwa efeknya melampaui dari sekadar mengurangi rasa sakit.
“Bisa jadi parasetamol itu bisa mengurangi stres termal yang dialami saat berolahraga, dan karena itu dapat meningkatkan kapasitas olahraga dalam kondisi panas di mana suhu tubuh berperan penting. Parasetamol juga bisa mengurangi output otak yang dibutuhkan untuk merekrut otot lokomotor untuk intensitas latihan tertentu, menurunkan persepsi usaha dan membuat olahraga terasa lebih mudah atau untuk memungkinkan produksi otot yang lebih banyak untuk tingkat penguasaan yang sama,” tulis penelitian tersebut seperti dikutip Daily Mail.
Ada juga bukti lemah tentang kekuatan peningkatkan kinerja ibuprofen dan antiinflamasi lainnya. Tapi sebagian besar percobaannya kecil, melibatkan orang biasa dibandingkan atlet tingkat atas.
Dr Holgado dan timnya mengatakan bahwa komplikasi kesehatan dan efek samping harus dipertimbangkan oleh semua pengguna setelah ulasan tersebut dipublikasikan di American Academy of Physical Medicine and Rehabilitation journal PM & R.
“Atlet, staf medis dan otoritas doping harus mengingat efek samping dan komplikasi kesehatan yang umum terkait dengan dosis berkepanjangan atau supertherapeutik,” kata Holgado. (ed)
Editor: Eriec Dieda