Ekonomi

Menyoal Angka Kemiskinan di Era Jokowi

angka kemiskinan, jokowi gagal, jokowi bohong, pemerintahan jokowi, 4 tahun jokowi, data statistik, badan statistik, kemiskinan era jokowi, pengangguran era jokowi, ekonomi era jokowi, garis kemiskinan, orang miskin indonesia, orang kaya indonesia, nusantaranews
Kemiskinan Era Jokowi. (Foto: Ilustrasi/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Memang, dalam dokumen Nawacita, Joko Widodo (Jokowi) tidak ada janji khusus terkait kemiskinan. Namun, di dalam RPJMN 2015-2019, Jokowi berencana mengurangi jumlah orang miskin.

“Menurunkan jumlah orang miskin Jokowi sudah berhasil, tetapi untuk 4 tahun berhasil hanya 1% atau 0,25% per tahun,” kata mantan dosen Sosiologi Pembangunan, Muchtar Effendi Harahap, Jakarta, Sabtu (20/10/2018).

Setelah BPS mempublikasikan hasil survei tentang kemiskinan per Maret 2018, Jokowi lalu mengambil langkah terdepan membangun opini publik kalau dirinya berhasil menurunkan angka kemiskinan. Diketahui, BPS mengklaim jumlah orang miskin Maret 2018 menurun hanya tinggal 25,95 juta orang atau 9, 82%, turun dari September 2017, yaitu 26,58 juta orang (10,12 %). Untuk Maret 2018, angka rata-rata garis kemiskinan adalah Rp 401.220 per kapita/bulan, maka pengeluaran dalam sehari sebesar Rp 13.374.

Jokowi sendiri menggunakan forum Sidang MPR 16 Agustus 2018, ungkapkan keberhasilan penurunan orang miskin ini. Dikatakannya, untuk pertama kalinya persentase kemiskinan Indonesia turun ke angka satu digit, yaitu menjadi 9,82% Maret 2018. ”Kami sudah berhasil menekan angka kemiskinan dari 28,59 juta atau 11,22% Maret 2015 menjadi 25,95 juta atau 9,82% Maret 2018,” kata Jokowi dalam kesempatan itu.

Muchtar menuturkan, kebanggaan rezim Jokowi juga ditunjukkan Menko PMK Puan Maharani. Putri Megawati Soekarnoputri ini menegaskan, penurunan angka kemiskinan tersebut menunjukkan program bantuan sosial memberikan manfaat bagi masyarakat dalam memperkuat ekonomi keluarga tidak mampu.

Baca Juga:  Kondisi Jalan Penghubung Tiga Kecamatan Rusak di Sumenep, Perhatian Pemerintah Diperlukan

Pernyataan Puan kemudian dipertegas Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dia dengan bangga memamerkan data statistik kemiskinan terbaru dirilis BPS. Menurutnya, capaian itu pertama dalam sejarah. Persentase kemiskinan Maret 2018 tercatat sebesar 9,82% jumlah penduduk.

Kata Sri, beberapa era pemerintahan sebelumnya belum pernah berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga di bawah 10% jumlah penduduk. Pemerintahan Soeharto baru mendekati angka 10% saat sudah memasuki Repelita Kelima, tapi harus terkena hantaman krisis moneter 1998 mengakibatkan angka kemiskinan melonjak ke kisaran 24%, 1998.

Masih kata Sri, capaian terbaik Orde Baru hanya mencapai 11,3% penduduk. Begitu pun saat SBY. Tatkala dirinya menjabat Menkeu di era SBY, angka kemiskinan berada stagnan di kisaran 14-17%. “Jadi menurunkan angka kemiskinan di bawah 10% ini merupakan pencapaian tersendiri. Kami ingin menurunkannya lebih lanjut,” ujarnya.

“Data BPS tentang penurunan orang miskin ini benar-benar dimanfaatkan rezim Jokowi untuk membangun opini publik bahwa rezim telah berhasil urus kemiskinan. Hal ini dapat dimaklumi, karena memang realitas obyektif, 4 tahun rezim ini berkuasa miskin prestasi dan keberhasilan untuk digunakan membangun opini publik. Apalagi mengingat sekalipun gagal urus pemerintahan, masih ingin menjadi berkuasa pasca Pilpres 2019,” sebut Muchtar.

Baca Juga:  Pemdes Kaduara Timur Salurkan BLT

“Sesungguhnya, BPS tidak menyimpulkan, pemerintah telah berhasil urus kemiskinan. BPS hanya menyajikan data hasil survei,” tambahnya.

Di balik itu, klaim rezim Jokowi soal kemiskinan yang mengalami penurunan disanggah ekonom kenamaan Rizal Ramli. Mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini mengatakan perhitungan dibuat BPS untuk menjustifikasi angka penurunan orang miskin terkesan menjebak.

“Memang kita bisa main-main dengan statistik. Soal kemiskinan, BPS mungkin benar angka kemiskinan turun. Tetapi definisi kemiskinan dipakai kurang dari Rp 14 ribu per hari, hanya sekitar Rp 13.400,” ujarnya.

Menurutnya, laporan tersebut turut mengindikasikan meningkatnya pengeluaran per kapita per bulan atau garis kemiskinan negara, naik 3,63% dari Rp 387.160 per kapita per bulan September 2017 menjadi Rp 401 220 per kapita per bulan Maret 2018.
Bila dihitung lebih jauh, masyarakat Indonesia kini masih terbilang miskin adalah individu dengan pengeluaran dalam satu hari kurang dari Rp 13.374.

Rizal Ramli berpendapat, perhitungan itu belum bisa merepresentasikan kondisi riil. “Coba kita pikir, dengan biaya Rp 13.400 itu masih belum cukup untuk biaya transportasi, listrik, dan macam-macam,” tegasnya.

Rizal menilai, jumlah tersebut terbilang rendah sekali jika dikomparasikan dengan standar kemiskinan menurut dunia internasional, USD 2, atau Rp 28.668 (Kurs Rp 14.334 per USD 1).
Adapun nilai garis kemiskinan ditetapkan Bank Dunia adalah USD 1,9 per hari, atau sekitar Rp 27.234 untuk sehari. “Kalau kita pakai definisi USD 2, Rp 13.400 begitu rendah sekali,” imbuhnya.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Data penyanggah lain datang dari aktivis Natalius Pigai. Pria berdarah Papua ini menyatakan penurunan angka kemiskinan justru paling sedikit di era Jokowi. Baginya, setiap era pemerintahan berhasil menurunkan jumlah orang miskin.

Pigai menguraikan, Presiden BJ Habibie hanya setahun menurunkan orang miskin sebanyak 1,1%. Gus Dur dua tahun menurunkan 5,01%. Megawati waktu singkat menurunkan 2,51%. SBY periode pertama menurunkan 2,51%; periode kedua 3,46%. Jokowi 4 tahun menurunkan hanya 1,1%.

Kendati demikian, ada memang sebagian kalangan mengkritik angka yang disebutkan Pigai dikaitkan dengan jumlah penduduk berbeda masing-masing era.

Jadi, sekalipun Jokowi berhasil menurunkan jumlah orang miskin, tetapi sangat minim yakni hanya 1,01% dalam rentang waktu 4 tahun. Rata-rata per tahun 0,25%. “Ironisnya, dana negara habis untuk 1,01% ini Rp 7 triliun atau Rp 2 triliun per tahun. Sebaliknya, orang kaya naik 10% per tahun. Boleh disimpulkan, rezim Jokowi gagal urus orang miskin,” tegas Muchtar.

Pewarta: Eriec Dieda
Editor: Alya Karen

Related Posts

1 of 3,070