Hankam

Menyimak Analisa Marsekal TNI Hadi Tjahjanto Tentang Geopolitik Indonesia

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Calon Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto telah rampung menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebagai calon tunggal Panglima TNI pilihan Presiden Joko Widodo dan telah dinyatakan lolos dengan mulus di Komisi I DPR RI.

Menarik dicermati kembali visi dan misi Marsekal Hadi dalam rangka membangun TNI yang handal, tangguh, kuat, modern dan profesional guna menghadapi tantangan dan ancaman yang datang silih berganti di tengah-tengah ketidakpastian global dalam berbagai bidang terutama stabilitas keamanan dan ekonomi.

Pada bagian pertama, Marsekal Hadi mengingatkan tentang derasnya arus teknologi komunikasi yang berpotensi menjadi ancaman kontemporer seiring dengan perubahan pola dari perang simetris menjadi perang asimetris.

“Perkembangan teknologi komunikasi transportasi merubah hakiki manusia dan negara. Lebh jauh dampak besar perubahan ini bisa meminculkan konflik baru dari apa yang pernah ada sebelumnya. Berangkat hal tersebut akan mincul fenomena baru akan merubah perspektif ancaman terhadaap ketahanan negara. Untuk mebgahdapi hal tersebut TNI perlu transformasi dirinya menjadi organisasi pertahanan negara yang profesional, tangguh dan modern. Sesuai semangat transformasi maka perlu payung kuat doktrin integratif, berjiwa satria, militan, profesuonal dan alutsista yang modern sehingga dapat bertugas sebagaimana yang diamanatkan konstitusi,” kata Marsekal Hadi.

Lebih lanjut Marsekal Hadi menjelaskan bahwa perkembangan linkungan strategis regional merupakan determinan dan menentukan konsep ketahanan negara. Baik dimensi militer murni atau campuran di antara keduanya.

“Mengacu pemahaman ini dalam menentukan visi-misi TNI ke depan sangat diperlukan pemahaman permsalahan yang muncul yang disebabkan oleh adanya interaksi di antara tiga faktor; dinamika perkembangan lingkungan strategis, paradigma nasional, dan tugas fungsi yang diemban TNI,” kata dia.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Selanjutnya, perkembangan lingkungan strategis dan pengaruhnya regional sampai nasional. Fenomena ini, kata dia, mudah diamati karena telah terjadi perubahan fundamental politik dunia setelah runtuhnya Uni Soviet yang semula bipolar berubah menjadi uni polar, di mana adidaya tunggal namun kontelasi tidak menemukan kestabilan sehingga muncul pola kekuatan baru. “Oleh karenanya konstelasi tersebut jadi uni multi polar di mana super power tidak mampu unilateral tanpa ada kekuatan regional lainnya,” paparnya.

“Kondisi ini akan stabil dekade ke depan. Dalam realitas ini kekuatan berkonflik tidak didominasi entitas negara tapi non nengara. Dampak lanjutannya diameter konflik tidak simeteri tapi lebih sering asimetris proxy dan hibrida,” tambahnya.

BACA:

Berikut poin besar visi dan misi Marsekal Hadi dalam membangun kekuatan TNI di masa kini dan mendatang.

1. Tatanan dunia baru seiring lemahnya hegemoni negara super power akibat pengaruh kekuatan ekonimi baru China serta tatanan dunia baru uni multi polar pergeseran kekuatan pada titik nadir jika dilakukan diluar aliansi. Namun paradoks aliansi tersebut tidak selamanya berdampak positif, dan fenomena ini tampak dari keanggotaan Inggris yg keluar dari Uni Eropa (Bexit). Selain itu kepentingan menjadi keuatamaan maka aliansi tersebut dimungkinkan melintas idiologi.

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

“Kepemimpinan super power telah merubah pola komitmen kemaanan global semakin dipersulit dengan masuknya aktor non negara dalam berbagai ideologi agama hingga murni ekonomi. Munculnya instabilitas di beberapa kawasan seperti di Timur Tengah, Irak dan Syria termasuk ISIS di Filipina dan krisis nuklir Korea Utara,” katanya.

2. Terorisme menjadi sangat tinggi di dunia, tak terkecuali di negara adidaya sekali pun karena terorisme telah musuh bersama (common enemy) yang harus diperangi. Terorisme telah digunakan sebagai alat pengkondisian wilayah seperti kasus Syria dan Irak dalam skema proxy war dengan melibatkan aktor-aktor negara dan non negara. Situasi menjadi kompleks seiring dengan arus globalisasi yang tak terbendung. Jaringan internet telah dimanfaatkan kelompk teroris secara cepat guna menyebarkan pengaruh dan mengaktifkan simpatisan (sel-sel) demi mendukung kepentinganya.

3. Perang siber. Perang ini ancaman serius yang harus dihadapi pada era informasi saat ini. Dimenasi siber atau dunia maya 2/3 manusia modern akan memerlukan pengamanan di dalamnya. Serangan siber aktor intektual perang pernah dimanfaatkan Amerika dan Israel untuk menghentikan nuklir Iran. Karenanya, keamanan siber telah menjadi pertimbangan keamanan dan pertahanan nasional.

4. Kemajuan Tiongkok yang pesat patut dicermati. Tiongkok dalam retorikanya menggaungkan slogan China Shaun Offensive, namun pada praktiknya mereka menggunakan strategi ofensif dan defensif. Saat ini China membangun pangkalan militernya di kawasan-kawasan yang masih disengketakan seperti Laut China Selatan. Melalui pangkalan tersebut, China mampu melaksanakan perang jika konflik meletus.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

5. Keamanan di laut. Sebagai negara kapulauan, Indonesia bertanggung jawab di wilayah laut termasuk yurisdiksi dan laut bebas. Maraknya aksi perampokan oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan (militan Abu Sayyaf) merupakan contoh dan bukti nyata. Perairan perbatasan Malaysia, Filipina dan Indonesia menjadi aspek yang harus terus menjadi pantauan TNI apalagi dengan telah disepakatinya perjanjian trilateral antar ketiga negara menyusul maraknya aksi pembajakan di sekitar Laut Sulu.

BACA: 

Kemudian kasus illegal fishing, penyelundupan senjata dan narkoba. Kegiatan ini kadang menjadi bagian dari kejahatan besar yang terorganisir dari kelompok teroris dan kekuatan asing tertentu.

Selain itu, perkembangan teknologi arus media dan pertumbuhan berita multinasional sangat tidak mungkin dikendalikan. Kondisi ini mengakibatkan ancaman dapat muncul di mana dan kapan saja. Dampaknya dirasa nyata. Berkembangnya paham radikalisme yang memiliki benang merah dengan ISIS di Timteng. Hal lain tak kalah menghawatirkan sebaran media sosial yang mulai membuat instabilitas yang menyebabkan konflik, meski sumbernya tidak jelas atau hoax,” katanya.

Terakhir, dalam melaksanalan tugas, semuanya TNI lakukan atas kehendak rakyat dan koridor konstitusi serta kaidah demokrasi. “Prajurit pejuang yang lahir dari rahim rakyat terus menerus menjadi pejuang prajurit tentara profesional,” tutupnya. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 33