Opini

Menuju Jawa Tengah Baru

Gagasan Ferry Juliantono untuk terus merawat tradisi serta kearifan lokal sebagai basis pembangunan di Jawa tengah perlu mendapat dukungan banyak pihak, khususnya warga Jawa Tengah sendiri. Bahwa, budaya sebagai hasil dari proses cipta, karya dan karsa telah melahirkan sebuah sistem tatanan kehidupan yang sangat arif.

Budaya Jawa Tengah telah memberikan sumbangsih terhadap kemajuan. Terbukti, provinsi dengan 34 kabupaten/kota ini menjadi daerah penyangga ibu kota negara. Kekayaan alam serta SDM-nya yang kuat, Jateng disebut sebagai Central of Java.

Namun, keadaan saat ini tak semanis catatan sejarah. Di bawah kepimpinan saat ini, Jawa Tengah mengalami kemunduran yang signifikan, khususnya dalam hal kesejahteraan masyarkatnya. Beberapa survei menunjukkan, Jawa Tengah termasuk dalam 12 daerah termiskin di Indonesia. Hasil kajian BPS tahun 2016, kemampuan Jateng menurunkan kemiskinan berada pada level yang lemah yakni pada 13,19 persen.

Melemahnya kemampuan menurunkan angka kemiskinan diperparah dengan meningkatya ketimpang antar masyarakat. Jarak antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Mengapa? Sistem pemerintah saat ini lebih cenderung mengakomodir kelompok kaya. Jadi sangat wajar jika segregasi yang kaya dan miksin semakin tak terbendung.

Baca Juga:  Dewan Kehormatan yang Nir Kehormatan

Dari segi APBD tahun ini, di bawah kepemimpinan sekarang, hanya berhasil mengumpulkan angka 23,4 triliun, jauh di bawah APBD Jawa Timur yang mencapai angka sebesar 32 triliun dan Jawa Barat sebesar 28 triliun. Kondisi pahit ini semakin runyam akibat hubungan patronase antara konstiuen dengan parpol sehingga alokasi anggaran untuk belanja tidak langsung (dana hibah dan bansos) sangat tinggi.

Fakta kesejahteraan bagi petani tak kalah ruwet dengan yang di atas. Penurunan nilai tukar petani berdampak pada kesejahteraan petani juga ikut menurun. Kegagalan mengelola petani sama halnya gagal mengelola warga Jateng. Kenapa? Sebagai daerah agraris, sudah pasti warga Jateng bergantung hidup pada alam. Hal ini diperkuat dengan sumber BPS menunjukan 30 persen warga Jateng berprofesi sebagai petani. Pada bidang tenaga kerja, prioritas pembangunan industri masih bertumpu di kawasan Pantura saja, sehingga hal ini mengakibatkan kesenjangan terjadi di bagian selatan. Parahnya, kesenjangan berujung pada kesempatan kerja warga tidak terjadi pemerataan.

Poros ekonomi baru Jawa Tengah 2022

Sebagai daerah agraris, ketergantungan masyarakat Jawa Tengah pada alam sangat kuat sekali. Sumber daya alam sebagai sumber pendapatan atau faktor penunjang penghidupan warganya. Kegagalan mengelola sumber daya alam sama halnya gagal mengelola Jawa Tengah.

Baca Juga:  Presiden Resmi Jadikan Dewan Pers Sebagai Regulator

Refleksi menjelang 5 tahun kepemimpinan sekarang menunjukan sebuah hasil yang kurang menyenangkan masyarakat kecil, khususnya petani dan buruh. Sistem pemerintahan menjadi keruh akibat hubungan patronase klien yang begitu akut mengintervensi kebijakan. Fakta ini dapat kita lihat pada pembangunan semen di rembang yang menuai protes ribuan masyarkat Kendeng. Wajar apabila masyarakat hari ini telah mengingikan wajah baru bagi kepemimpinan Jateng

Pembangunan ekonomi di Jawa Tengah harus segera dilakukan agar kemiskinan di daerah ini dapat teratasi. Sektor pertanian sepatutnya menjadi salah satu prioritas. Pembangunan infrastrukur pertanian dan industri pasca panen menjadi langkah cerdas dalam membenahi pertanian. Kedua faktor tersebut akan mengangkat kekuatan pertanian, termasuk di dalamya petani.

Pembangunan kawasan selatan juga satu hal yang harus dikedepankan. Kawasan selatan seperti Cilacap, Purwokerto, dan Banjarnegara juga tak kalah dalam hal potensi alamnya. Mendorong pembangunan di kawasan ini diharapkan akan mengurangi kesejangan dan membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar.

Baca Juga:  Keingingan Zelensky Meperoleh Rudal Patriot Sebagai Pengubah Permainan Berikutnya?

Wajah baru untuk Jawa Tengah

Pemilihan Gubernur Jawa Tengah akan digelar hanya dalam hitungan bulan. Warga Jateng, sekali lagi, akan diminta untuk menggunakan hak politiknya dalam menentukan kepemimpinan lima tahun ke depan. Beberapa wajah baru telah bermunculan dan siap menantang wajah lama yang merasa belum puas duduk di kursi Jateng satu.

Jawa Tengah dengan kemiskinanya, sudah sepantasnya memiliki wajah baru sebagai nahkodanya. Jawa Tengah merupakan perahu mewah, menjadi mubaazir apabila di pimpin nahkoda seperti saat ini. Bila terjadi lagi, perahu ini dipastikan tidak mampu bergerak. Celakanya, bisa tenggelam.

Terbiasa dalam dunia pergerakan dan terlibat aktif dalam perjuangan bersama petani dan nelayan. Ferry Juliantono menjadi figur yang perlu dimenangkan dalam pemilihan gubernur mendatang. Kemampuanya dalam melakukan pembelaan masyarakat kecil terus dibuktikanya dengan aktif dalam organisasi petani dan buruh.

Sebagai aktifis, Ferry memiliki bekal yang cukup untuk membangun Jawa Tengah. Pengalamanya dalam memperjuangan ketidakadilan menjadi modal pemerataan pembangunan di Central of Java.

Penulis: Syaefuddin Anwar, warga Jawa Tengah

Related Posts

1 of 8