Opini

Menjelang Whistle Blower dan JC Kota Malang Menggema Bertalu-talu

NUSANTARANEWS.CO – Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 secara tersirat whistle blower dapat diartikan sebagai pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya. Sedangkan justice collaborator merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.

Tindak pidana tertentu yang dimaksudkan adalah tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir. Sehingga tindak pidana teesebut telah menimbulkan masalah dan ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan masyarakat.

Dalam operasinya di Malang, KPK berhasil menetapkan dua orang aparatur penyelenggara negara sebagai tersangka. Keduanya merupakan tokoh kunci di ranah legislatif dan ranah eksekutif. Di ranah eksekutif telah ditetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum sebagai tersangka. Sementara itu di ranah legislatif telah ditetapkan Ketua DPRD Kota Malang sebagai tersangka. Dua orang tersebut cukup populer di kalangan publik sebagai tokoh yang memiliki beragam akses dan jaringan.

Penetapan kedua orang tersebut terjadi tidak lama setelah proses penetapan Sekretaris Daerah dianggap selesai. Seperti kita ketahui bersama bahwa prosesi penetapan Sekretaris Daerah Kota Malang diwarnai oleh banyak cuitan miring akibat adanya indikasi pelanggaran aturan tentang batasan usia Sekretaris Daerah.

Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) pasal 107 huruf c menegaskan bahwa persyaratan untuk diangkat dalam Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama adalah berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun.

Baca Juga:  Keluarnya Zaluzhny dari Jabatannya Bisa Menjadi Ancaman Bagi Zelensky

Tersangka berikutnya adalah Ketua DPRD Kota Malang. Langkah politik ketua partai terbesar di Kota Malang ini ibarat maju tatu mundur ajur. Semua kerja heroik selama puluhan tahun berjuang menjadi kader terbaik partai terhapus seketika ketika palu penetapan tersangka kasus korupsi telah dijatuhkan. Induk partai akan berhitung seribu kali jika akan membela kadernya yang terjerat kasus korupsi. Lantas solusi apa yang bisa menyelamatkan martabat dan harga diri seorang tersangka kasus korupsi ?

Sebenarnya leluhur kita telah mengajarkan konsepsi Tiji Tibeh (mukti siji mukti kabeh, mati siji mati kabeh). Merupakan sebuah doktrin perjuangan guna memupuk solidaritas perkawanan. Sebuah fundamen dasar dalam membangun ikatan kebersamaan di segala situasi, bahkan situasi yang tersulit sekalipun.

Tiji tibeh dalam arti mukti siji mukti kabeh sudah pernah dirasakan bersama oleh tersangka beserta koleganya selama masih manapaki masa kejayaan. Saatnya kini membuktikan masih adakah yang memiliki spirit Tiji Tibeh dalam makna yang kedua, yaitu mati siji mati kabeh. Mati bisa diartikan bermacam-macam, bisa mati secara karier politik, mati secara popularitas, mati dalam akses jaringan, mati dalam harapan dan lain-lain. Kedua tersangka jelas bakal menjadi tahanan KPK, adakah koleganya yang berani melakukan Tiji Tibeh dengannya?

Jika tidak ada berarti benar kata orang bahwa dalam politik itu tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi. Sebuah pandangan yang menurut kami sangat bernuansa liberal kapitalistik serta tidak berakar kepada jati diri kepribadian bangsa Nusantara.

Baca Juga:  Catatan Kritis terhadap Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024

Jika para kolega tetap tidak mau untuk Tiji Tibeh, pilihan terakhir ada pada kedua tersangka. Apakah mau mengikuti langgam politik ala liberal kapitalistik tersebut, ataukah mengikuti pesan leluhur untuk melakukan prosesi Tiji Tibeh. Sebuah konsepsi adiluhung khas bangsa pejuang yang hanya dimiliki oleh mereka yang benar-benar bermental pejuang.

Konsepsi Tiji Tibeh  khas Jawa tidak sama dengan konsepsi harakiri ala Jepang. Tiji Tibeh adalah sebuah bentuk ikatan moral sebuah tim work yang mengedepankan sikap solidaritas senasib sepenanggungan dan spirit de corps. Sebuah prinsip untuk memupuk jiwa korsa dengan tidak meninggalkan seorang kawanpun di medan juang.

Salah satu pengejawantahan dari konsepsi Tiji Tibeh dalam arti mati siji mati kabeh pada era modern dalam dataran hukum dikenal dengan istilah whistle blower dan justice collaborator.  Sang peniup peluit hulu ledak, yakni seseorang yang berani bicara apa adanya, berani mengungkap ke publik jejaring panjang gurita korupsi suatu kasus.

Whistle blower adalah jalan satu-satunya bagi sang tersangka untuk memperbaiki martabat dan harga dirinya di depan publik. Di kalangan masyarakat anti korupsi, sosok whistle blower sangat dihormati. Karena merupakan pintu masuk dari kasus-kasus mega korupsi yang sebenarnya. Whistle blower adalah pemantik hulu ledak kasus yang sesungguhnya. Ibarat gabungan dari auman singo barong dan macan gembong sekaligus. Auman berantai yang nggegirisi bagi siapapun para pelaku tindak pidana korupsi. Auman berantai guna membuka kedok para pelaku mega korupsi.

Baca Juga:  Oknum Ketua JPKP Cilacap Ancam Wartawan, Ini Reaksi Ketum PPWI

Seseorang yang sanggup menjadi whistle blower akan dikenang sepanjang masa oleh beberapa generasi sebagai seorang yang berkarakter jujur, pemberani dan punya nyali tinggi. Penulis menggunakan istilah auman, bukan ocehan, cuitan atau celoteh karena bagi kami whistle blower bisa dikategorisasikan sebagai pelopor perubahan.

Bagi kedua tersangka hanya mempunyai dua pilihan. Diam melamun di hotel prodeo merenungi garis nasibnya yang lagi apes, ataukah bangkit berdiri tegak kembali. Berjalan tegap dengan tatapan mata tajam dan penuh kepercayaan diri untuk bersiap menjadi Sang Whistle Blower. Dengan berujar niat ingsun siap membuka semua jejaring korupsi yang ada di Kota Malang. Satu-satunya jalan guna memeperbaiki martabat pribadi dan kelompoknya. Selamat memilih, semoga tidak salah jalan untuk yang kedua kalinya lagi.

Bendera sudah dikibarkan, pantang untuk diturunkan. Meskipun bung tinggal sendirian bendera itu harus tetap dikibarkan dan pantang untuk diturunkan !
Slogan perjuangan yang bisa merontokkan rezim Orde Baru tersebut semoga bisa menguatkan karakter asli jiwa kamardikan bung berdua. Publik menanti auman berantaimu.

Glugu Tinatar, Landungsari Malang, Kamis Pahing, 10 Agustus 2017

Penulis: Cokro Wibowo Sumarsono
Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 205