Hukum

Menjadi Tersangka, ICW Minta Jokowi Cabut Tanda Jasa Irman Gusman

Ketua DPD Irman Gusman/Foto istimewa
Ketua DPD Irman Gusman/Foto istimewa

NUSANTARANEWS.CO – Susilo Bambang Yudhyono (SBY) saat masih menjabat sebagai Presiden RI pernah menganugerahkan Tanda Kehormatan RI kepada 32 tokoh yang dianggap berjasa di bidang kemakmuran, kemajuan, dan kesejahteraan negara. Salah satu yang menerima Tanda Jasa Bintang Mahaputera Adipradana adalah Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman.

Bintang Mahaputera Adipradana dan Bintang Mahaputera Utama merupakan penghargaan yang diberikan atas jasa-jasa di berbagai bidang yang bermanfaat untuk kemakmuran, kemajuan, dan kesejahteraan negara. Penganugerahannya didasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2010.

Bintang Mahaputera yang diterima Irman diharapkan bisa menjadi cambuk dan spirit untuk membangun daerah melalui DPD. Namun disatu sisi Irman malah tersandung kasus dugaan suap terkait pengaturan jatah kuota gula impor. Irman diduga menerima suap sebanyak Rp 100 juta dari Direktur CV SB. Selain tersandung kasus tersebut, Irman juga dituduhkan menyuap salah satu Jaksa.

Untuk itu Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut Keppres tentang pemberian tanda jasa Bintang Mahaputera Adipradana kepada Irman Gusman.

Baca Juga:  Komplotan Oknum Koruptor di PWI Segera Dilaporkan ke APH, Wilson Lalengke Minta Hendry dan Sayid Dicekal

Menurut Anggota ICW Donal Fariz, negara dengan serangkaian mekanismenya sangat mungkin untuk mencabut tanda jasa semacam itu dengan segala pertimbangan.

“Pertimbangan pertama, publik melihat Irman dengan tanda jasa dari negara sebagai sesuatu yang ironi. Namun di satu sisi, negara telah menganggap Irman berjasa, namun ternyata melakukan tindak pidana, apalagi korupsi,” kata Donald di Jakarta, Senin, (19/9/2016).

Kedua, akan menjadi preseden yang buruk ketika tanda jasa serupa nantinya diberikan kepada warga negara lain.  Pertimbangan ketiga, persepsi tanda jasa itu sendiri sangat mungkin menjadi negatif di hadapan publik.

Padahal seharusnya, tanda jasa semacam itu merupakan sesuatu yang sakral. Oleh sebab itu, mesti dijaga betul siapa yang menerima tanda jasa itu.

“Intinya pemerintah harus melihat ini secara lebih luas. Meski, ini (tindak pidana) sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan tanda jasa itu sendiri, tapi ini soal image tanda jasa itu sendiri,” kata Donald. (Restu)

Related Posts

1 of 6