Mancanegara

Mengenali Sisi Gelap Bayer dan Monsanto

Agent Orange

NUSANTARANEWS.CO – Persekutuan Monsanto dan Bayer ini bukanlah yang pertama. Dalam sejarah Perang Dunia (World War), kedua perusahaan ini berkolaborasi memproduksi bahan peledak dan gas beracun dengan menggunakan teknologi bersama yang kemudian dijual kepada kedua belah pihak yang berperang.

Sebagai catatan, sebelum pecah Perang Dunia I, Bayer sudah menjadi perusahaan internasional yang punya cabang dan anak perusahaan di banyak negara, termasuk di Brasil, Argentina, Cina, Jepang dan Amerika Serikat (AS). Ketika itu, pegawainya sudah lebih dari 10.000 orang.

Pada tahun 1904, Bayer berkolaborasi dengan raksasa Jerman BASF dan AGFA membentuk kartel kimia pertama. Setelah Perang Dunia I, seluruh industri kimia di Jerman dilebur menjadi IG. Farben. Pada awal Perang Dunia II, IG. Farben menjadi perusahaan industri kimia terbesar di Eropa, bahkan terbesar di dunia, sekaligus menjadi kartel paling besar dan terkuat dalam sejarah.

Tahun 1944, IG Farben mempekerjakan lebih dari 4000 pekerja paksa di Leverkusen yang dikirim Nazi. Setelah kekalahan Jerman dalam Perang Dunia Kedua, IG Farben kemudian dibubarkan. Para direkturnya diadili dalam Mahkamah Perang di Nürnberg.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Meski secara teknis IG Farben dibubarkan oleh pengadilan Nuremberg, tapi pada  kenyataannya perusahaan itu hanya dipecah menjadi tiga perusahaan baru: Bayer, Hoescht dan BASF yang tetap menjadi raksasa farmasi.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, Bayer dan Monsanto kembali berkolaborasi dengan nama MOBAY (MonsantoBayer) yang memproduksi bahan-bahan kimia untuk Agen Oranye dalam Perang Vietnam. Tapi pada tahun 1964, Departemen Kehakiman AS mengajukan gugatan antitrust terhadap MOBAY.

William Engdahl (2007) dalam bukunya menulis bahwa kontrol pangan global dan depopulasi telah menjadi kebijakan strategis AS sejak tahun 1970-an. Di bawah perlindungan Henry Ford, yang saat itu menjadi Sekretaris Negara, kebijakan ini dijalankan oleh Washington paralel dengan geopolitik minyak sebagai “solusi baru” untuk melindungi kepentingan global AS mendapatkan akses ke bahan mentah murah dari negara berkembang.

Seperti dikatakan Kisinger: “Kontrol minyak, Anda mengendalikan negara,” “Kontrol makanan, Anda mengendalikan orang.”

Kontrol AS terhadap pangan global hampir tercapai, dengan jalan mengurangi keragaman benih dan membangun kontrol kepemilikan melalui benih transgenik yang didistribusikan oleh hanya segelintir perusahaan transnasional yang dipimpin oleh Monsanto.

Baca Juga:  Apakah Orban Benar tentang Kegagalan UE yang Tiada Henti?

Kampanye dan propaganda besar-besaran telah dilakukan untuk mendukung penggunaan benih transgenik dan pestisida neurotoksik. Sehingga perusahaan kimia, obat, minyak, perbankan, dan asuransi yang terkoneksi meraup keuntungan yang luar biasa – terutama berkat produk farmasi mereka melawan penyakit yang diciptakan oleh bahan kimia pertanian beracun mereka juga. (Aya)

 

Related Posts

1 of 3,050