Berita UtamaGaya HidupTerbaru

Mengenal Dolob, Pengadilan Terakhir Suku Dayak Agabag

Mengenal Dolob, pengadilan terakhir suku Dayak Agabag.
Mengenal Dolob, pengadilan terakhir suku Dayak Agabag/Foto: Warga Dayak Agabag saat pembukaan ILAU dan Mubes ke IX pada 12 Juli 2022 lalu.

NUSANTARANEWS.CO, Nunukan – Suku Dayak Agabag mendiami kawasan paling utara dari provinsi Kalimantan Utara. Tepatnya di Kec. Lumbis Ogong, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sembakung, Kecamatan . Sembakung Atulai, Kecamatan Sebuku dan Kecamatan Tolin Onsoi yang semunya masuk dalam teritorial Kabupaten Nunukan.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat yang sebagian wilayahnya berbatasan langsung dengan Malaysia tersebut sangat, menjunjung tinggi norma-norma adat istiadat yang berhubungan dengan agama dan sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat.

Di dalam penyelesaian sebuah permasalahan, masyarakat Dayak Agabag lebih mengedepankan sistem kekeluargaan dan dialog. Itulah yang membuat kehidupan masyarakat,yang wilayahnya berada dalam cakupan Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) Kabudaya Perbatasan tersebut tetap hidup harmonis.

Jika ada sebuah masalah, biasanya akan dimediasi oleh Tetua Adat agar permasalahan bisa berahir damai. Namun jika sudah beberapa kali mediasi permasalahan tak kunjung menemukan titiik temu, masyarakat akan menempuh jalan terahir, yakni melakukan Ritual Bedolob.

Baca Juga:  Baksos 'Tarhib Ramadhan': Polda Jawa Timur dan LSM Gapura Bagi-bagi 500 Paket Sembako

Bajib Misak, seorang tokoh Dayak Agabag mengatakan bahwa Bedolob itu merupakan pilihan terahir dalam pengadilan tertinggi Dayak Agabag ketika ada persoalan tak bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan.

“Sebaiknya jika persoalan itu masih bisa diselesaikan sevara kekeluargaan, janganlah lakukan Bedolob. Karena efek yang harus ditanggung oleh pihak yang salah, di samping sanksi sosial juga bisa berakibat pada kematian. Dan itu tak perlu menunggu lama” kata Bajib.

Menggelar Bedolob selain membutuhkan tempat pelaksanaan yang mengharuskan di sebuah sungai, tetua adat juga harus mempersiapkan persyaratan seperti kayu rambutan hutan atau kalambuku sebagai penanda lokasi pelaku Bedolob serta persyaratan upacara pemanggilan roh leluhur.

Untuk pemanggilan roh leluhur dibutuhkan upacara serta peralatan seperti beras kuning, jantung pisang, kain kuning, kain merah dan pohon kalambuku. Dalam upacara pemanggilan roh, semua roh nenek moyang dari darat, dari laut dipanggil untuk menyaksikan jalannya prosesi Bedolob.

Setelah upacara ritual pemanggilan roh, kedua belah pihak yang bersengketa kemudian dipersilakan masuk ke sungai sebagai arena upacara.

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

Di sungai tersebut tetua adat telah menancapkan 2 buah kayu kalambuku dengan kedalaman sekitar sepinggang orang dewasa.

Dua tajak dari kayu rambutan hutan tersebut selain sebagai penanda arena upacara juga sebagai penanda tempat kedua warga yang bertikai untuk melakukan penyelaman.

Dalam tradisi Bedolob diyakini, bahwa orang yang tidak bersalah selama menyelam dalam air akan bernafas seperti biasanya mereka di darat. Mereka tidak akan mengalami kesulitan bernafas.

Sementara bagi yang bersalah, dipercaya mereka akan mendapat gangguan dari binatang air maupun dari roh-roh leluhur mereka. Bisanya orang yang bersalah bisa mengalami pendarahan dari telinga dan hidung jika nekat bertahan di dalam air. Bahkan bila fatal bisa mengakibatkan kematian.

Masyarakat Dayak Agabag akan terus memelihara tradisi Bedolob sebagai upacara pengadilan Tuhan yang mereka warisi dari leluhur mereka. (Red)

Pewarta: Eddy Santry

Related Posts

No Content Available