Mengancam Industri Hasil Tembakau, Pemerintah Didesak Batalkan Revisi PP 109/2022

Mengancam Industri Hasil Tembakau, Pemerintah Didesak Batalkan Refisi PP 109/2022
Mengancam industri hasil tembakau, pemerintah didesak batalkan refisi PP 109/2022/Foto:Agusdono Wibawanto Anggota komisi B DPRD Jawa Timur.

NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Anggota komisi B DPRD Jawa Timur Agusdono Wibawanto mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana merefisi PP No 109/2022.

Alasannya, sampai saat ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, angka prevalensi perokok anak sudah turun 3,4 persen. Sehingga menurut pria yang juga pengusaha kopi ini dengan menggunakan alasan prevalensi perokok untuk mendorong revisi PP sudah tidak relevan lagi.

“Hari ini tidak ada yang dapat kami anggap sebagai alasan yang rasional kenapa perlu revisi. Misalnya, mereka mendorong adanya perbesaran gambar menjadi 90 persen bolak-balik pada bungkus rokok. Kenapa langsung 90 persen, itu tidak ada studinya,” kata politisi Demokrat ini, Selasa (14/3).

Agusdono menyayangkan sikap Kemenko PMK dan Kemenkes yang tidak memberikan narasi utuh mengapa perlu mendorong revisi PP 109/2012. Padahal, PP yang ada saat ini masih bisa digunakan dan dioptimalkan.

“Kita sudah punya instrumen hukum kira-kira 300-an peraturan. Sektor tembakau ini sektor yang padat regulasi, kurang apa lagi? Tinggal sekarang bagaimana mengimplementasi yang baik termasuk penegakan hukumnya,” imbuhnya.

Pria asal Malang ini lalu menjelaskan jika pemerintah tetap nekat melakukan refisi PP No 109/2022 maka tentunya akan banyak membawa kehancuran bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) legal karena aturannya menjadi semakin restriktif dan menutup ruang untuk berusaha.

“Selama ini IHT (Industri Hasil Tembakau) sudah tertekan karena pengenaan tarif cukai yang semakin tinggi, pembatasan promosi, penjualan, dan lain sebagainya,” ujar pria bergelar doktor ini.

Tak hanya itu, kata Agusdono,, revisi PP tersebut bisa berdampak pada penurunan harga tembakau petani akibat turunnya serapan tembakau oleh industri, luas area lahan tembakau dan jumlah petani akan berkurang dan lapangan pekerjaan dari hulu (perkebunan) sampai hilir di industri dan perdagangan akan menurun.

“Pemerintah harus paham kondisi lapangan seperti itu jika tetap nekat untuk melakukan revisi PP No 109/2012,” tandasnya.

Sekedar diketahui, pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan revisi PP No 109/2012 dimana melalui revisi ini, pemerintah rencananya akan melarang penjualan rokok secara ketengan atau batangan. Rencana perubahan revisi PP 109/2012 itu tertuang dalam lampiran Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.

Presiden Jokowi pada tahun lalu sempat menegaskan  rencana larangan penjualan rokok batangan bertujuan untuk menjaga kesehatan masyarakat.

Presiden menyebut bahwa beberapa negara juga telah melarang penjualan rokok secara batangan. Melalui kebijakan ini, Indonesia masih mengizinkan penjualan rokok, tetapi tidak secara batangan. (setya)

Exit mobile version