Opini

Meneropong Menteri Kabinet Jokowi Periode Kedua

Presiden Jokowi. (Foto Dok. Sekpres)
Presiden Jokowi. (Foto Dok. Sekpres)

Meneropong Menteri Kabinet Jokowi Periode Kedua. Koalisi Indonesia Kerja adalah nama koalisi yang mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin pada Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2019. Koalisi ini sendiri secara resmi berdiri bersamaan dengan diserahkannya nama calon Presiden-Wakil Presiden RI Joko Widodo-Ma’ruf Amin ke Komisi Pemilihan Umum pada 10 Agustus 2018.

Penamaan koalisi ini merupakan lanjutan dari Koalisi Indonesia Hebat yang pernah digunakan oleh calon presiden petahana Joko Widodo pada kampanye tahun 2014 yang lalu. Koalisi ini terdiri atas 10 partai, antara lain Partai PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, PPP, Partai Hati Nurani Rakyat, PSI, Perindo, PKPI dan PBB. Selain itu, jumlah tim kampanye nasional partai ini berjumlah 150 orang.

Adapun koalisi ini memiliki 11 direktorat antara lain perencanaan, konten, komunikasi politik, media dan sosmed, kampanye, pemilih muda, penggalangan dan penjaringan, logistik dan Alat Peraga Kampanye, hukum dan advokasi serta saksi dan relawan.

Dinamakan koalisi Indonesia Kerja karena dengan kerja, kerja, dan kerja, Jokowi mengubah paradigma dan orientasi politik selama ini, politik yang hanya mengabdi kepada kekuasaan dan uang saja.

Berbeda dengan Koalisi Adil Makmur yang Koalisi Indonesia Adil Makmur adalah koalisi partai politik di Indonesia yang mendukung Prabowo Subianto–Sandiaga Uno dalam Pemilihan Presiden tahun 2019. Koalisi ini terdiri atas 5 partai antara lain Partai Gerindra, PKS, PAN, Partai Demokrat dan Partai Berkarya. Selain itu, jumlah badan pemenangan nasional partai ini berjumlah 800 orang. Koalisi ini resmi dibubarkan pada 28 Juni 2019, pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan pasangan Prabowo–Sandi.

Melihat isu-isu terkini yang berkembang dan masih marak di media massa nasional maupun media sosial tentang hasil kompromi politik dan dan rekonsiliasi nasional setelah melihat hasil keputusan Mahkamah Konstitusi(MK) pada hari Kamis (27/6) dan diperkuat dengan penetapan Komisi Pemilihan Umum pada hari Minggu (30/6) yang memenangkan Pasangan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin sebagai pemenang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menggunguli pasangan Prabowo-Sandiaga Uno.

Baca Juga:  Catatan Kritis terhadap Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024

Keputusan MK pada 27 Juni 2019 yang diperkuat dengan keputusan KPU telah menetapkan presiden dan wapres yang yang bersifat final dan mengikat serta terbuka untuk semua pihak yang harus ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia dan merupakan mahkota demokrasi dari sistem Pemilihan Umum serentak baik Pilpres, DPR, DPRD I, DPRD II dan DPD pada 27 April yang lalu.

Dengan ditetapkannya pasangan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin sebagai presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum, maka tinggal selangkah lagi yakni pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dijadwalkan berlangsung pada 20 Oktober 2019 mendatang.

Parpol Koalisi Adil Makmur dinyatakan bubar (28/6) setelah melihat hasil keputusan MK dan mempersilahkan partai koalisi pendukungnya untuk menentukan sikap politik masing-masing partai, apakah nantinya akan berada di jalur oposisi atau masuk ke dalam pemerintah. Bahkan Prabowo sendiri mempersilahkan apabila Koalisi Adil Makmur yang terdiri dari Partai Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat dan Partai Berkarya serta partai pengusung Prabowo yakni Partai Gerindra jika ingin bergabung dengan pemerintah.

Sementara ini Partai Gerinda akan tetap berjuang di jalur legislatif. Maka melihat kondisi sekarang ini banyak sekali tawaran politis menteri (eksekutif) bagi partai pendukung Prabawo-Sandiaga seperti mengarah kepada Demokrat dan bahkan Partai Gerinda sendiri. Idealnya memang harus ada oposisi di pemerintahan sebagai lembaga kontrol pemerintah.

Perbincangan dan opini publik ini tidak menarik karena yang muncul adalah  perbincangan jabatan menteri dan bagi-bagi kekuasaan. Sehingga melihat kontelasi politik yang ada sekarang ada upaya rekonsiliasi, Presiden Jokowi yang terpilih kembali untuk lima tahun ke depan,  memiliki tugas berat, yakni menciptakan rekonsiliasi dengan para pendukung Prabowo. Kampanye berbulan-bulan telah membuat massa pendukung menjadi sangat militan sehingga muncul perpecahan dalam di antara pendukung kedua capres.

Maka tugas pertama Presiden Jokowi adalah berusaha merangkul para pendukung Prabowo. Menurutnya beban untuk menyatukan kembali lebih berada di pihak Joko Widodo sebagai pemenang karena mereka memiliki segalanya. Sekalipun begitu, Jokowi sangat terbuka membuka koalisi dengan pihak Koalisi Adil Makmur. Presiden terpilih Joko Widodo telah bertemu dengan Prabowo dan menyatakan sudah tidak ada lagi perbedaan antara dua pasangan capres itu serta membuka peluang bagi rivalnya, Prabowo Subianto untuk bergabung di dalam pemerintahan 2019-2024.

Baca Juga:  Oknum Ketua JPKP Cilacap Ancam Wartawan, Ini Reaksi Ketum PPWI

Jokowi-Ma’ruf dinyatakan menang Pilpres 2019 dengan perolehan 85.607.362 suara atau 55,50 persen suara sah. Sementara Paslon 02 Prabowo-Sandi dinyatakan memperoleh 68.650.239 suara atau 45,50 persen suara sah.

Rekonsiliasi sudah terjadi. Waktu pelantikan Jokowi-Ma’ruf Amin tinggal menghitung hai yakni 20 Oktober 2019. Dan dalam hari-hari terakhir ini, partai-partai pendukung Jokowi balk-blakan minta jatah menteri ke Presiden.Beberapa partai koalisi Jokowi-Ma’ruf tengah gencar meminta jatah menteri. Secara blak-blakan partai-partai pendukung ini sudah menyodorkan sejumlah nama ke Jokowi.

Bahkan beberapa partai mengajukan jumlah nama cukup banyak untuk dipilih Jokowi menjadi menteri di Kabinet Kerja Jilid II. Tentunya permintaan jatah menteri yang cukup banyak ini menjadi ramai diperbincangkan. Presiden terpilih Joko Widodo ternyata telah membagi-bagi jatah kursi kabinet jilid II. Ia mengaku sudah mengantongi sejumlah nama dalam pemilihan kabinet menteri periode 2019-2024 tersebut.

Perebutan kursi menteri di kabinet Presiden Joko Widodo jilid kedua mulai memanas. Partai politik pengusung Joko Widodo-Ma’ruf Amin mulai menunjukkan penolakan terhadap wacana masuknya parpol pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Beberapa parpol yang disebut tidak menolak jika ditawari masuk ke koalisi pemerintahan ialah Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra.

Permintaan jatah menteri ke Presiden Jokowi adalah hal wajar, ini karena parpol tersebut sudah memberikan dukungan kepada capres pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Jusuf Kalla atau JK menegaskan partai boleh saja meminta jatah elit di 33 kementerian dan sejumlah lembaga pemerintah non-kementerian.Tapi jangan lupa, bahwa keputusan pengisian posisi menteri di pemerintahan adalah hak prerogratif Presiden Jokowi.

Karena jabatan menteri itu adalah adalah hak prerogatif presiden yang terpilih nantinya sesuai dengan pasal 17 UUD 1945. Ketentuan dalam pengaturan pembentukan, perubahan dan pembubaran kementrian negara diatur dalam UUD karena belajar dari praktik ketatanegaraan yang pernah terjadi pada era sebelumnya, yakni pembubaran depeartemen oleh presiden terpilih. Akibatnya terjadi ketegangan yang berakibat berat, yakni kesulitan menyalurkan PNS pada departemen itu, serta kesulitan mengatur tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam melanjutkan program pembangunan, yang sebelumnya menjadi tugas departemen yang dibubarkan itu.

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menangi Pilpres Satu Putaran

Belajar dari kejadian tersebut, di dalam pembukaan UUD 1945 dimasukan ketentuan bahwa pembentukan, perubahan dan pembubaran kementrian oleh presiden diatur dalam UUD. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan hal prerogatif Presiden mempunyai aturan yang baku yang disusun DPR bersama Presiden sehingga tidak sesuai kehendak presiden saja. Karena diatur dalam UU, hal itu berarti kepentingan dan aspirasi rakyat juga diwadahi dan menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketentuan ini juga merupakan perjuangan saling mengawasi dan saling mengimbangi antar lembaga negara yaitu Presiden dan DPR. Bentuk pengaturan lebih lanjut dalam UU yang mengatur kementrian negara adalah ditetapkan dalam UU No 39 tahun 2008 tentang kementrian negara.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan penyusunan Kabinet Kerja Jilid II sudah final. Adapun komposisi jabatan itu diisi 45 persen orang-orang dari kader partai politik dan 55 persen lagi dari kalangan profesional.

Komposisi yang lebih banyak dari kalangan profesional tersebut membuat banyak pihak memprediksi akan ada beberapa menteri yang dipertahankan Jokowi karena kinerjanya yang dianggap mentereng. Faktor loyalitas dan kinerja di periode pertama, disebut sebagai beberapa faktor yang dijadikan pertimbangan Jokowi mempertahanlan tokoh politik di kabinetnya.

Namun paling tidak tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam penentuan kabinet dalam sistem negara demokratis. Pertama, teknokratik alias kemampuan sang calon menteri yang akan dinilai oleh presiden.Kedua, meski pilihan calon menteri merupakan hak prerogatif presiden, namun usulan nama yang diajukan pimpinan partai politik tetap perlu didengar. Ketiga, suara publik atas nama-nama yang sengaja digaungkan presiden untuk melihat respons khalayak juga perlu didengar.

Penulis: Aji Setiawan, mantan wartawan Majalah AlKISAH dan Ketua PWI Reformasi Korda DIY 1998-2003

Related Posts

1 of 791