HeadlineKolomPolitik

Meneropong Kualitas Indonesia Tahun 2045 (Bag. 5)

(Catatan untuk tulisan Denny JA: Demokrasi Pancasila yang Diperbarui)

Mengamati semua rezim ekonomi politik sejak etatisme sosialistis kiri Orla Indonesia 1.0, rezim developmentalis Orba Indonesia 2.0  dan turbulensi Indonesia 3.0 maka bila elite Indonesia mawas diri untuk menerapkan golden rule, meritocracy, maka Indonesia akan melampaui era transisi dan bertransformasi menjadi negara demokrasi matang, dewasa dan modern dan mentas menjadi negara kelas menengah berpendapatan US$ 50.000 pada usia seabad 2045.

Dalam pameo elite sebetulnya oposisi juga menikmati kompensasi sama dengan partai pendukung pemerintah. Boleh dan bisa pendapat debat sengit di DPR, asal pendapatannya sama (artinya gaji, remunerasi, insentif proyek dan sebagainya, dan seterusnya) oposisi menerima bagian yang sama dengan pendukung pemerintah.

Jadi yang diminta adalah kesadaran untuk menghormati aturan main, khususnya kesabaran menunggu term masa jabatan kepresidenan. Ibarat main sepakbola, tentu orang harus menghormati masa 2x 45 menit serta jedah untuk mengganti pemain dan tidak setiap detik, menit waktu minta paksa ganti pemain menggotong petahana keluar lapangan.

Sekarang kansudah dibatasi 2 kali masa jabatan 10 tahun jadi harus bersabar tidak sembarangan memakzulkan petahana presiden ataupun gubernur. Sportivitas, keksatriaan, itu yang menjadi suri tauladan dari elite panutan kepada masyarakat.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Konsultasi Publik Penyusunan Ranwal RKPD Kabupaten Nunukan 2025

Tentunya bukan hanya dalam adegan dilayar TV saling berpelukan tapi di lapangan grass roots terjadi black campaign dan fitnah yang bermuara pada kebencian antar SARA yang menyulut ideologi kebencian yang bila meledak menjadi SARA ala Mei 1998 akan bisa menghancurkan Indonesia bahkan melenyapkannya seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.

Sungguh tidak nyaman ketika mendengar emosi Presiden RI ke-7 pada Rabu 17 Mei 2017 yang menggunakan istilah gebuk terhadap mereka yang mau mengkudeta secara inkonstitusional persis seperti adegan emosional Presiden ke-2 di pesawat setelah melawat ke Yugoslavia dan Uni Soviet pada 13 September 1989.

Dengan segala hormat kepada seluruh elite, sudah tiba waktunya elite Indonesia mawas diri dan mengentaskan diri dari penyakit Ken Arok abad primitive, menghalalkan segala cara untuk berkuasa dengan memfitnah adu domba dan mempermainkan kebencian emosi rakyat secara tidak terkendali sebab dampaknya bisa seperti api bunuh diri yang membakar rumah kita sendiri.

Jika seluruh energi hiruk pikuk sekitar Pilgub ini dikerahkan secara positif pastilah pertumbuhan ekonomi kita bisa mencapai 7% atau bahkan double digit. Dengan pertumbuhan 7% saja, pendapatan per kapita kita bakal double setiap 7 tahun. Itu artinya dalam 28 tahun sejak 2017 sampai 2045 pendapatan per kapita kita akan mencapai US$7.000 pada 2024, US$ 14.000 – 2031, US$ 28.000- 2038 danUS$ 56.000 tepat seabad RI 2045.

Baca Juga:  Ketua DPRD Nunukan Gelar Reses Dengan Para Pedagang di Pasar Yamaker

Jawaban dan tanggungjawab atas pencapaian itu bukan tergantung pada Donald Trump, Xi Jin Ping atau Putin atau seorang Jokowi, tapi juga pada seluruh elite yang terlibat dalam pengelolaan nation state Indonesia.

Anda ini sedang menjadi salah satu dari 10.000 elite yang menentukan nasib Indonesia dengan behavior anda sebagai politisi “bunuh diri” atau ikut dalam barisan negarawan melestarikan eksistensi Indonesia.

Apakah kita akan menjadi Indonesia 4.0 yang mampu mengorbitkan RI menjadi nomor 4 sedunia dalam kualitas pada usia seabad 2045 dan bukan sekedar kuantitas seperti sekarang dengan peringkat kinerja yang terpuruk disbanding negara lain karena tingkah laku elite politik yang tidak terpuji dan tidak mendukung kinerja optimal nation state modern Indonesia.

Jangan salahkan Tuhan bila RI jadi Yugoslavia atau Uni Soviet, salahkan diri anda sendiri karena surat Al Rad yang jadi favorit Bung Karno mengingatkan: “Tuhan tidak akan memperbaiki nasib suatu bangsa bila bangsa itu sendiri tidak ingin memperbaiki nasibnya.”

Baca Juga:  Jadi Pembicara Tunggal Prof Abdullah Sanny: Aceh Sudah Saatnya Harus Lebih Maju

Saya sendiri percaya bahwa jumlah elite dan massa yang “baik” lebih banyak dari keluarga Lot. Yang menyebabkan Tuhan menghukum Sodom dan Gomora karena jumlah orang baik “kurang dari 5 orang”. Kita percaya bahwa Indonesia masih memenuhi syarat kuantitatif untuk bertobat dan diselamatkan seperti Niniwe di zaman Nabi Yunus.

Syaratnya mudah, laksanakan Pancasila secara praktis, sehari hari, perilaku yang tidak munafik, yang men-deliver, janji, program dan kinerja secara tuntas, lugas dan konkret. Tidak perlu di teorikan, dikeramatkan, dimobilisasi, indoktrinasi lagi, malah sudah memuakkan dan menjengkelkan.

Hanya perlu di-delivery konkret seperti makanan yang disajikan ojek Uber sesuai kebutuhan dan timing. Jangan  tunggu sampai 2019, tapi harus di deliver sekarang juga. Tantangannya adalah apakah kita terpuruk lenyap dari peta geopolitik seperti Yugoslavia dan Uni Soviet atau kita melejit jadi nation state nomor 4 sedunia dalam kualitas pada Seabad Indonesia 2045. (Habis)

Oleh: Christianto Wibisono, Ketua Pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia

Baca:

Related Posts

1 of 47