KhazanahLintas NusaTraveling

Menengok Kearifan Osing Banyuwangi Dalam Kesenian Gandrung

NUSANTARANEWS.CO – Setiap etnik atau komunitas tertentu memiliki kearifan tersendiri dalam mengaktualisasikan identitas kelompoknya. Dalam konteks ini, seni menjadi wadah untuk mengekspresikan eksistensi. Sebagaimana kesenian gandrung adalah ruang berekspresi bagi komunitas Osing dalam menyuarakan sebuah perlawanan dan penindasan.

Pada prinisipnya, gandrung tak jauh berbeda dengan kesenian-kesenian Nusantara yang menampilkan sebuah pertunjukan dalam bentuk tari dan nyanyian. Dalam perkembangannya, kesenian gandrung bermetamorfosis menjadi seni pertunjukkan yang menjadi identitas komunitas Osing, di Banyuwangi.

Komunitas Osing, mempunyai pengalaman sejarah unik, khususnya dalam pergulatan politik kerajaan Mataram Islam (Jawa) dan Buleleng (Bali). Masyarakat Osing selalu menjadi objek penaklukan. Baik untuk kepentingan perluasan wilayah. Mobilisasi massa. Kekuatan ekonomi, maupun berebut pengaruh kultural. Pengalaman-pengalaman historis inilah yang membentuk sistem kebudayaan kolektif masyarakat Osing sampai saat ini.

Sebagai kesenian berbasis tari dan nyanyian, pertunjukan gandrung terlihat sangat terbuka dan melibatkan penonton ke dalam pertunjukkan. Durasi waktu yang dibutuhkan kesenian gandrung dilakukan semalam penuh. Biasanya pagelaran gandrung dimulai sekitar jam 20.00-21.00an dan selesai hingga pagi sebelum Subuh.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Berdasarkan jenis pembagiannya, pertunjukan kesenian gandrung terbagi ke dalam beberapa sesi. Sesi pertama, disebut dengan Jejer yakni pembuka pertunjukkan. Biasanya berlangsung selama 45-60 menit. Sesi ini biasanya diisi dengan tarian pembuka yang diperuntukan bagi tamu dan shohibul hajat. Selain itu, sesi Jejer juga memuat sebuah permohonan agar hajat mendapat berkah. Lazim juga dilakukan saat sesi Jejer adalah ajakan pakluncing yang menandai pertunjukan dimulai.

Setelah sekitar 20 menit prosesi Jejer disajikan, musikpun mengalun sendu dan penari mulai melantunkan lagu Padha Nonton. Lagu Padha Nonton merupakan puisi yang menggambarkan perjuangan untuk menggugah dan membangkitkan semangat rakyat Blambangan (Banyuwangi) terhadap segala bentuk penjajahan.

Selanjutnya masuk sesi kedua yang disebut dengan Paju. Sesi kedua ini memiliki darusi waktu yang cukup panjang, yakni 4 sampai 5 jam. Paju merupakan adegan terbuka bagi penonton untuk menari berpasang-pasangan atau membawakan lagu. Usai Paju digelar yang melibatkan audiance, maka selanjutnya masuk sesi SeblangSeblang.

SeblangSeblang atau sesi ketiga pertunjukan gandrung merupakan satu narasi dari rangkaian puncak sebuah pertunjukan. Pada sesi ini waktu yang dibutuhkan sekitar 85-120 menit, dengan tidak melibatkan seorang pun dari penonton. SeblangSeblang juga menjadi akhir (penutup) dari pertunjukan seni gandrung itu sendiri. (Adhon/Red-1)

Related Posts

1 of 3