Artikel

Mendidik ala Ibrahim

Oleh: Achmad Nasrudin, M.Pd. (Pendidik Madrasah di Lampung)

Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam merupakan sosok manusia paripurna, dihadapan Tuhan dan Manusia. Terlahir sebagai putra Azar dari negeri Ur Ia menyandang predikat sebagai khalilullah (kekasih Allah) dan abaul anbiya wal muslimin (bapak dari para nabi dan kaum muslimin). Hal ini dikarenakan dua putra beliau, Ishaq dan Ismail menurunkan para nabi bagi Bani Israil  hingga Nabi akhir zaman, Muhammad SAW. Nabi Ibrahim AS juga diakui sebagai bapak teologi, sebab peran beliau yang “menemukan” keesaan Tuhan dengan poses pencarian, bukan sekedar atas pemberian. Dalam kehidupan pribadi, beliau cemerlang memerankan posisi sebagai seorang anak, seorang suami dan oang tua yang sholih. Sebagai seorang Rosul, Ibrahim adalah satu diantara rosul ‘ulul azmi, yang kegigihan dakwahnya berhasil mengantarkan umat manusia menjadi umat beriman tauhid.

Atas bebagai pestasi tersebut sangat pantas dan layak jika Ibahim AS mendapat tempat yang sangat mulia dalam syariat Islam. Tahiyyat, sebagai salah satu rukun  shalat¸ ummat Islam menyebut Nama Ibrahim dalam bershalawat. Haji sebagai rukun Islam kelima merupakan ibadah yang hampir semua ritualnya adalah bentuk “napak tilas” ibadah Ibahim dan keluarganya. Kurban yang ditunaikan merupakan ibadah yang disandarkan pada kisah kepatuhan dan kepasrahan  Ibrahim atas perintah Allah untuk menyembelih putanya Ismail. Serta Khitan, kewajiban bagi pria muslim pun merupakan milah nabi Ibahim, sebagai bentuk upaya pensucian diri dan hati dihadapan Allah SWT.

Dari sekian keteladanan Ibrahim AS, metode beliau dalam mendidik sangatlah penting untuk kita pahami. Mengingat tantangan zaman yang sangat kompleks sehingga  ancaman sekularisme dan demoralisasi menjadi nyata. Pola pendidikan kontemporer belum mampu mewujudkan idealitas pendidikan, yakni menciptakan pribadi yang setia pada fitrah manusia, yakni senantiasa hanief, cenderung kepada Allah sang penciptanya.

Penulis meyakini bahwa Nabi Ibrahim telah mempraktikan metode pendidikan terbaik yang merupakan petunjuk dan tuntunan langsung dari Tuhan. Nabi Ibrahim nerupakan sosok seorang Rasul, pendidik, bapak dan suami yang sukses mendidik keluarga dan ummat. Tak ada lagi yang meragukan kualitas keimanan, kesabaran, keshalihan dan kepemimpinannya sebagai seorang Nabi, utusan Allah.

Keteladanan yang dapat kita petik dari nabi Ibrahim mendidik putranya, dapat diimplementasikan seorang guru dalam mendidik siswanya di sekolah ataupun madrasah. Dari berbagai literature Ayat dan kisah shahih, ada beberapa metode yang dapat diteladani dari Ibrahim AS, yaitu:

Pertama, Mengajarkan nilai dan ilmu dimulai dari diri Guru. Sebelum guru melangkah dan memulai mendidik, hendaknya guru memulai dengan memperbaiki niat dan hati Anda. Nabi Ibrahim adalah teladan yang baik buat kita tentang hal ini, dimana beliau memulai pertama kali dengan memperbaiki hatinya sampai bersih sebagaimana diceritakan oleh Allah dalam firmannya :

“إِذْ جَاءَ رَبَّهُ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ” الصافات : 84

(Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci. (QS. As-Shaffat:84)

Kemudian beliau melanjutkan dengan do’a agar diberikan anak yang shalih

“رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ” الصافات:100

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. . (QS. As-Shaffat:84)

Kedua, guru hendaknya berperilaku baik atau berakhlakul karimah. Nabi Ibrahim telah membuktikan kemuliaan akhlaknya, dengan berbuat baik kepada semua orang baik yang beriman maupun yang ingkar.  Beliau bersikap lemah lembut dan hormat kepada umat, sebagaimana sikapnya mendoakan ayahnya yang musyrik dan mengancam akan akan membunuh Ibrahim karena tak setia pada ajaran keluarga dan rajanya.

“يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا، يَا أَبَتِ لا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَن يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِّنَ الرَّحْمَن فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا” مريم:43-45

Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan”. QS. Maryam:43-45

Ketiga, Memahami kepribadian dan potensi siswa. Sebagai upaya dini untuk menyampaikan ilmu, guru diharap memehami dari segala aspek siswa. Firman Allah:

“قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى”الصافات:102

Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” QS. As-Shaffat:102

” قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ”الصافات:102

Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. QS. As-Shaffat:102

Jika kita perhatikan dialog antara Ibrahim dan Ismail saat perintah penyembelihan datang diatas, kita dapat memetik pelajaran yang sangat luar biasa, yakni guru semestinya memahami karakteristik, interest, potensi dan keadaan masing masing siswa. Nabi Ibrahim telah mengajarkan pada guru untuk menjadikan siswa sebagai subjek pendiidikan yang memiliki hak untuk menentukan sikap, kehendak dan kemauan yang seiring dengan tujuan pendiidkan.

Keempat, Guru hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah. Demi mendapatkan keturunan yang beriman dan takwa, nabi ibrahim senantiasa berdoa kepeda Allah, secara terus menerus dipanjatkan tanpa henti.

“وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي” البقرة:124

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya
Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. QS. Al-Baqarah:124

“رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء” سورة إبراهيم:40

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do`aku. QS. Ibrahim:40

Secara gamblang dapat dipetik pelajaran, guru musti sadar bahwa ilmu pengetahuan adalah milik Allah dan guru hanyalah manusia yang menjadi perantara penyampai ilmu. Sehinganya guru dituntut untuk selalu mendoakan siswanya dapat menjadi manusia yang shalih dan pandai.

Kelima, guru selayaknya senantiasa melakukan pembinaan bimbingan. Dalam kisah, Mekipun Nabi Ibrahim tinggal di Palestina dan anaknya Ismail tinggal di Makkah, akan tetapi Nabi Ibrahim selalu mengunjunginya dan memantau keadaan anaknya tersebut, termasuk lingkungan yang ditempati Ismail. Secara implisit dapat ditarik pelajaran bahwa seorang guru hendaknya selalu memantau perkembangan anak didiknya dan memberikan perhatian secara kontinyu.

Kenam, Pergunakan metode yang tepat dan aplikatif. Suatau ketika Ibrahim berkata kepada anaknya Isma’il: sesungguhnya Allah memerintahkanku agar membangun rumah disini, Apakah kamu mau membantuku? Isma’il pun menjawab : Akan aku kerjakan insya Allah.

Dari kisah ini, dapat dimengerti bahwa seorang guru hendaknya menggunakan metode yang tepat agar anak didik dapat menerima materi dengan optimal, siswa dapat mengingat dan menerapkan ilmu tersebut. Dengan melakukan, siswa akan menjadi terbiasa melakukan kegiatan yang positif meskipun pada awalnya berat dan susah.

Ketujuh, menanamkan kesadaran atau keikhlasan. Hal ini npenting agar siswa memahami dan menyadari maksud dan tujuan belajar. Sebagaimana Firman Allah

“وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ”البقرة:127

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo`a): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. QS. Al-Baqarah:127

Melalui Ayat tersebut diajarkan agar menisbatkan segala keutamaan hanya kepada Allah saja dengan harapan agar segala amal diterima. Disamping ikhlas, kita juga dituntut untuk menananmkan kesadaran kepada siswa bahwa segala usaha dan perbuatan kita senantiasa dinilai oleh Allah, dan akan mendapatkan balasan yang setimpal.

Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts