HukumTerbaru

Mendagri Belum Mau Copot Nur Alam

NUSANTARANEWS.CO – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo belum memutuskan akan menonaktifkan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam yang kini sudah dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Alasannya, penetapan tersangka terhadap Nur Alam bukan karena hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT), melainkan karena hasil dari pengembangan kasus yang dilakukan oleh KPK.

“Belum dinonaktifkan, karena ini tidak OTT,” katanya, berdasarkan pesan singkat di Jakarta Rabu (24/8/2016).

Poltikus PDI-P itu berpendapat, menonaktifkan terhadap seseorang tidak bisa dilakukan sewenang-wenang. Untuk itu pihaknya akan menunggu proses hukumnya terlebih dahulu.

Lebih lanjut dia juga akan mencari terlebih dahulu apa permasalahan yang sesungguhnya. Apakah terkait masalah kebijakan atau masalah lain, yang dianggap KPK memenuhi alat bukti sehingga menjadikan Gubernur Sultra itu menjadi tersangka.

“Besok sesampainya di Jakarta akan saya cek,” singkatnya.

Diketahui lembaga anti-rasuah memang sudah sejak lama mengusut dugaan korupsi Gubernur Nur Alam. Bahkan selama satu tahun terakhir ini KPK telah melakukan pemeriksaan intensif kepada beberapa pihak yang diduga terkait. Pintu masuk KPK menelisik lebih jauh kasus tersebut yakni dari laporan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan adanya empat kali transfer dari sebuah perusahaan asuransi ternama yang sebagian sahamnya dimiliki Bank Plat Merah Nasional. Di mana, transaksi senilai US$4,5 juta itu dilakukan lewat sebuah Bank komersial di Hong Kong kepada Nur Alam pada tahun 2011 silam, yang aflisiasinya mengeksplorasi tambang emas di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

Baca Juga:  Safari Ramadhan, Pj Bupati Pamekasan Shalat Tarawih Bersama Masyarakat di Kecamatan Tlanakan

Kendati Tjahjo sudah mengetahui hal tersebut, dirinya tetap mengaku kaget dengan penetapan Nur Alam menjadi tersangka KPK.

Nur Alam merupakan politikus PAN yang ditetapkan tersangka oleh KPK, kemarin (23/8/2016). Dia ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.

Modus operandinya dengan mengeluarkan surat izin usaha pertambangan (SIUP) kepada orang atau perusahaan tertentu, tapi di dalamnya ternyata ada feed back yang beberikan kepada yang mengeluarkan.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, KPK telah melakukan penggeledahan di dua kota berbeda yakni Kendari dan Jakarta. Di Kendari, Tim KPK menggeledah kantor Gubernur Sultra, Kantor Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sultra, Kantor Dinas ESDM di Karimba dan dua rumah di Anaiwoi dan Korumba.

Sementara penggeledahan di Jakarta, dilakukan di Kantor perusahaan di Kawasan Pluit, Jakarta Utara dan dua rumah di kawasan Bambu Apus, Jakarta Timur, serta Patra Kuningan, Jakarta Selatan.

Baca Juga:  Oknum BPN Jakarta Timur Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Pembangunan RSPON

Dari penggeledahan tersebut, KPK telah menyita sejumlah dokumen. Dan dokumen yang disita itu terkait dengan penerbitan IUP eksplorasi dan IUP peningkatan eksplorasi jadi produksi PT Anugrah Harisma Barakah (AHB).

Akibat perbuatannya, Nur Alam  (NA) disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (restu)

Related Posts

1 of 3,053