Kolom

Mencermati Kinerja KPU dan Bawaslu Antisipasi Kecurangan Pemilu 2019

Logo KPU dan Bawaslu RI. (Foto: Ilustrasi/NUSANTARANEWS.CO)
Logo KPU dan Bawaslu RI. (Foto: Ilustrasi/NUSANTARANEWS.CO)

Mencermati kinerja KPU dan Bawaslu mengantisipasi kecurangan Pemilu 2019. Kampanye pemilihan presiden kali ini dirasakan oleh rakyat Indonesia sebagai masa-masa kampanye yang panjang (long term), mulai 23 September 2018, sampai dengan 13 April 2019. Mungkin terlama waktunya untuk level dunia di kalangan negara-negara demokrasi.

Masa kampanye yang panjang tersebut sudah menunjukkan gejala-gejala retaknya interaksi sosial, politik, agama, peradaban dan budaya dalam kehidupan sebagai bangsa.

Bayangkan, Bawaslu sebagai lembaga yang diamanatkan untuk melakukan pengawasan penyelenggaraan Pemilu, dan KPU sebagai penyelenggara Pemilu, seperti sudah kehilangan kewibawaan. Yang disebabkan karena dua hal yaitu sikap tidak tegas, sehingga menimbulkan pertengkaran di antara kontestan, dan kurang profesional sebagai penyelenggara.

Contoh di depan mata tidak profesionalnya KPU adalah dalam menyelenggarakan Debat Capres Paslon 01 dan 02, kedodoran, dan menerapkan pola trial and error. Mulai dari persiapan materi maupun proses penyelenggaraannya.

Terkesan para Paslon dijadikan kelinci percobaan. Untuk mengetahui jenis obat apa yang cocok. Ada 5 jenis obat (clinical trial) diberikan kepada dua ekor kelinci.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Jenis obat pertama kelincinya sedikit kejang-kejang, berarti belum cocok. Berikan obat seri kedua, semakin meningkatkan kejang-kejangnya di kelinci pertama, tetapi di kelinci kedua relatif lebih stabil.

Saat ini sedang dipersiapkan obat seri ketiga, tidak bisa diramalkan apakah kedua kelincinya kejang-kejang, atau keduanya tidur pulas, atau salah satunya semaput, dan yang satu lagi melompat gembira teriak-teriak. Semuanya serba bisa terjadi. Itulah model trial and error.

Seharusnya, dalam perumpaan diatas, KPU harus punya kompetensi sebagai farmakolog. Yaitu mereka yang menguasai komposisi apa saja dalam obat yang diuji coba. Sudah ada pemeriksaan dan analisis laboratorium terhadap kadar efek terapi yang diinginkan, dan berapa persen kadar yang menimbulkan efek samping.

Sehingga secara teoritis sudah dapat diperhitungkan apa yang terjadi. Tinggal dipastikan apakah kadar yang disiapkan sudah sesuai dengan kebutuhan efek terapi yang di inginkan dan cocok untuk tubuh mansia.

Dalam dua seri Debat, KPU sudah melakukan trial and error yang kebablasan, dan hampir-hampir menimbulkan keributan karena ada pihak yang dirugikan. Dan KPU serta Bawaslu sepertinya tidak berdaya dan tidak mempunyai sikap yang tegas untuk mengatasinya. Ada kesan kedua lembaga ini lebih mengikuti irama musik yang dimainkan salah satu tim sukses paslon.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Jika pola kerja Bawaslu dan KPU tidak mengalami perubahan dan perbaikan ke depan, saya tidak dapat membayangkan apakah Pilpres dan Pileg dapat berjalan sesuai harapan rakyat banyak.

Apakah Bawaslu dan KPU dapat mengendalikan dan mengatasi jika terjadi berbagai kecurangan dalam pemungutan suara, yang dibayangi dengan DPT yang diklaim ada yang masih misterius, kotak suara dari kardus ada yang sudah hancur kena banjir, dan ada juga dimakan rayap. Kita pahamlah situasi gudang di daerah itu tidak terpelihara dengan baik.

Pemerintah sepertinya memberikan kepercayaan penuh kepada Bawaslu dan KPU untuk menyelenggarakan Pilpres dan Pileg. Namun demikian pemerintah tidak bisa lepas tangan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, dan ujung dari tanggung jawab itu sebenarnya ada di Pemerintah Pusat, yang dipimpin oleh Presiden RI sebagai kepala pemerintahan.

Oleh: Chazali H.Situmorang, Pemerhati Kebijakan Publik, Dosen FISIP UNAS

Related Posts

1 of 3,057