MancanegaraTerbaru

Mencermati Hubungan Turki dan Azerbaijan

NUSANTARANEWS.CO – Dewasa ini, kebijakan luar negeri Turki di bawah kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan cenderung fleksibel dan mengikuti ke mana arah yang dapat memberikan keuntungan bagi kepentingan Ankara.

Lebih dari satu dekade, perjuangan Turki untuk bisa menjadi anggota Uni Eropa tampaknya akan kandas di tengah jalan. Perundingan yang telah berjalan sejak 2005, hingga kini tampak tak kunjung mendapatkan kejelasan. Parlemen Uni Eropa masih enggan memasukkan Turki sebagai salah satu negara anggotanya karena berbagai alasan klise, seperti catatan HAM Turki yang dinilai masih buruk. Ditambah lagi dengan peristiwa 15 Juli 2016 lalu, di mana Erdogan berhasil menggagalkan upaya kudeta terhadap dirinya.

Tak kunjung jelasnya nasib Turki di Uni Eropa membuat Ankara perlahan harus mengikis harapannya. Turki sudah harus menatap ke masa depan dan tak lagi berkutat di Uni Eropa yang membuat mereka tidak mampu bicara banyak tentang keterlibatan Turki di kancah perpolitikan internasional.

BACA JUGA:

Baca Juga:  Rawan Kecolongan Suara, AMIN Siap Kentongan Jadi Senjata

Modal Turki untuk menciptakan suatu kekuatan secara mandiri sudah dimiliki, tinggal bagaimana Erdogan mengimplementasikannya. Sikap Erdogan yang kerap berseberangan dengan kebijakan Uni Eropa dan Amerika Serikat patut dijadikan sebuah catatan menarik bagaimana Edrogan berupaya menghapus bayang-bayang yang selama ini menghalangi langkah politik luar negeri negara beribukota Ankara.

Keputusan Erdogan menerjunkan pasukan Turki ke Idlib, Suriah merupakan sinyalemen kuat negara berpenduduk sekitar 77 juta jiwa ini ingin berdiri di atas kakinya sendiri. Sebuah slogan yang sering dilontarkan Erdogan dalam berbagai kesempatan. Apalagi, posisi Erdogan sebagai pemimpin Turki kini sudah semakin kuat menyusul hasil referendum tentang sistem pemerintahan yang beralih ke presidensial dari parlementer sebelumnya, dimenangkan Erdogan. Artinya, secara politik, daya tawar Erdogan untuk menentukan arah kebijakan Turki terutama di luar negeri sangat strategis dan menentukan.

Perlahan tapi pasti, Erdogan mulai keluar dari bayang-bayang Uni Eropa dan Amerika Serikat meski belum bisa sepenuhnya. Buktinya, keterlibatan lain Turki dalam kebijakan luar negerinya kini cenderung berpihak kea rah berlawanan dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Ambil contoh misalnya ketika krisis negara-negara Teluk pecah, Turki justru mendukung penuh Qatar yang disanksi dan diblokade Arab Saudi, Uni Emirat Arat, Bahrain dan Mesir. Demikian pula halnya keterlibatan Turki di konflik Suriah.

Baca Juga:  Wabup Nunukan Buka Workshop Peningkatan Implementasi Reformasi Birokrasi dan Sistem Akuntabilitasi Instansi Pemerintah

Dalam konteks perdagangan, Turki juga diketahui telah menjalin kerjasama erat dengan Rusia. Hal ini terbukti ketika Turki-Rusia bersepakat untuk pembelian sistem pertahanan udara terpadu S-400 Rusia baru-baru ini. Artinya, Turki kini tengah serius memperkuat pertahanannya sembari memamerkan kekuatan militer.

Terbaru, Turki meratifikasi perjanjian militer dengan Azerbaijan. Kerjasama militer antara Turki dan Azerbaijan mengatur penguatan hubungan dan mengadakan latihan bersama.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah meratifikasi sebuah perjanjian militer Turki-Azerbaijan. Kebijakan ini sangat strategis bagi Turki karena Azerbaijan yang wilayahnya bersinggungan dengan Laut Kaspia, yang kini sudah menjadi rebutan Rusia, Amerika dan China. Cadangan minyak dan gas alam di Laut Kaspia menjadi salah satu ciri penting perubahan peta geopolitik Timur Tengah. Pergerseran gepolitik ini menyusul mulai munculnya keyakinan bahwa cadangan minyak di Timur Tengah dalam kurun 30 tahun mendatang akan habis.

Azerbaijan adalah sebuah negara yang bertetangga dengan Turki. Keterangan resmi dari media Turki terkait kerjasama penguatan hubungan militer kedua negara melingkupi area seperti latihan serangan bawah laut, pertahanan bawah laut dan persiapan penyelam handal.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Kesepakatan tersebut ditandatangani di Ankara pada tanggal 5 Mei 2017. Kedua negara telah melakukan latihan taktis bersama pada bulan Mei dan Juni berdasarkan kesepakatan kerja sama.

Dengan kata lain, Turki tampaknya tak mau hanya sekadar menjadi penonton dari pertarungan perebutan minyak dan gas alam di kawasan Laut Kaspia. Apalagi sejak runtuhnya Uni Soviet di era 1990-an, Rusia, Amerika dan China berusaha merebut cadangan gas dan minyak bumi di Azerbaijan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Turkmenistan. Negara-negara ini berada di sekitaran Laut Kaspia. Seperti dipahami, Azerbaijan, Uzbekistan dan Turkmenistan merupakan negara-negara sekitaran Laut Kaspia yang berhasil didekati negara-negara yang tidak memiliki jalur laut yang bisa mengalirkan minyak keluar dari kawasan Asia Tengah itu. (ed)

Editor: Eriec Dieda/NusantarNews

Related Posts