Berita UtamaHeadlineHot TopicTerbaru

Menanti Kejujuran Putri Bung Karno Terkait Hari Lahir Pancasila

Pancasila adalah jawaban masa depan. Foto IST/Nusantaranews
Pancasila dan Bendera Merah Putih/Ilustrasi/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ditetapkannya 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila oleh pemerintahan Joko Widodo dinilai telah mendistorsi sejarah lahir Pancasila sesungguhnya. Belum selesai perdebatan terkait kapan hari lahir Pancasila, Presiden Joko Widodo sudah buru-buru menetapkan harinya jatuh pada 1 Juni. Benarkah kesimpulan tersebut? Kepala UKP PIP, Yudi Latif meminta polemik soal hari lahir Pancasila diakhiri. Tapi sejarah harus diluruskan, agar tidak terjadi pembodohan (ahistoris).

Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra angkat bicara terkait dengan penetapan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila. Menurutnya, dengan ditetapkannya 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila berarti ada sejarah yang dihapuskan karena kepentingan dan alasan tertentu.

“Perdebatan tentang mengapa Hari Lahir Pancasila ditetapkan 1 Juni pun belum usai, meski Presiden Jokowi telah menetapkanya lewat sebuah keputusan, bahkan menetapkan 1 Juni sebagai hari libur Nasional. Maka Pancasila semakin kehilangan makna karena jejaknya pun mulai dihapus dan diganti di tengah perjalanan sejarah bangsa,” terang Yusril dalam sebuah artikelnya yang dikutip redaksi, Jakarta, Kamis (8/6/2017).

Dikatakan Yusril, menelusuri sejarah lahirnya Pancasila memang harus dengan hati yang jernih. Kalau hati jernih, maka akan memunculkan pertanyaan penting mengapa 1 Juni ditetapkan sebagai lahir Pancasila sekaligus dijadikan hari libur nasional.

Baca Juga:  DBD Meningkat, Khofifah Ajak Warga Waspada

“Memang bila kita telusuri sejarah dengan hati yang jernih, tentu akan menjadi pertanyaan yang tidak akan terjawab secara tuntas, mengapa Pemerintahan Jokowi memilih menetapkan 1 Juni sebagai Hari lahir Pancasila. Belum lagi bicara pada rumusan Pancasila yang disampaikan oleh para pendiri bangsa saat sidang BPUPKI tahun 1945 yang dimulai dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni yang memang khusus merumuskan tentang bahan konstitusi dan rencana cetak biru bangsa Indonesia,” terang mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia itu.

Yusril menceritakan, rumusan-rumusan yang disampaikan oleh para pendiri bangsa seperti Moh Yamin, Soepomo, dan Soekarno hingga ke Piagam Jakarta dan Rumusan Pancasila dalam UUD 1945 yang ditetapkan 18 Agustus 1945.

“Rumusan Yamin, Soepomo dan Soekarno serta Piagam Jakarta adalah rumusan yang berbeda dan tidak sama Pancasila yang sekarang kita jadikan ideologi dan falsafah bangsa,” urainya.

“Rumusan yang dibacakan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 juga adalah rumusan yang tidak sama dengan Pancasila sekarang. Lantas menjadi tepatkah 1 Juni disebut Hari lahir Pancasila dengan semua rumusan yang tidak sama dengan Pancasila dalam UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945?,” sambung Yusril.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Tutup MTQ ke XIX Tingkat Kabupaten

Bagi Yusril, semua boleh menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan nalar masing-masing. Namun bagi dia, 1 Juni tidaklah tepat disebut sebagai hari lahir Pancasila dan tidak boleh dijustifikasi bahwa Pancasila sebagai produk tunggal Soekarno. Akan tetapi, Pancasila lebih tepat disebut lahir tanggal 18 Agustus 1945 seiring perumusan bersama oleh para pendiri bangsa.

“Dalam sejarah perjalanan hidup Taufik Kiemas, sewaktu masih menjabat sebagai Ketua MPR, beliau pernah mengajukan surat permohonan kepada Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono untuk menetapkan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila. Namun, karena SBY paham dan mengerti sejarah perjalanan Pancasila, ditambah pengalaman SBY sewaktu masih menjabat Menkopolhukam era pemerintahan Megawati, beliau tidak serta merta merestui dan menyetujui permohonan tersebut. Meski hampir setiap tahun SBY semasa pemerintahannya selalu memperingati 1 Juni sebagai tonggak awal lahirnya Pancasila,” lanjutnya.

Dikatakannya, bahwa sejarah telah mencatat ketika pada suatu perayaan Hari Kesaktian Pancasila, dan upacara secara militer telah disiapkan dengan rencana inspektur upacara Presiden, ternyata Megawati urung menjadi Irup dan digantikan SBY yang saat itu menjabat sebagai Menkopolhukam.

Baca Juga:  Dukung Di Munas Golkar 2024, Satkar Ulama Jawa Timur Beber Dukungan Untuk Airlangga

“Pertanyaannya mengapa Presiden urung menjadi Irup kala itu? Mari kita tanya kejujuran ibu Mega,” tegasnya.

Menurut mantan Menteri Sekretaris Negara ini, patut diduga bahwa Megawati tidak senang dengan perayaan Kesaktian Pancasila 1 Oktober karena identik dengan titik awal kejatuhan kekuasaan Soekarno sebagai Presiden pasca kudeta gagal oleh PKI. Secara psikologis, katanya, itu menjadi masuk akal sehingga sejarah harus diganti karena perasan traumatik atau memang sama sekali tidak suka dengan 1 Oktober Hari Kesaktian Pancasila.

“Maka untuk menggantikan itu, diupayakanlah tanggal lain yang menjadi lebih besar dan menutupi Peringatan Kesaktian Pancasila 1 Oktober dengan 1 Juni. Sah saja andai sejarah tidak menjadi kehilangan jejak karena bangsa ini tidak akan pernah menjadi bangsa besar jika sejarahnya tidak lurus,” Yusril mengingatkan. (ed)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 71