Peristiwa

Menaker Sebut Pemerintah telah Lakukan Pembelaan Luar Biasa Terhadap Zaini

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menegaskan bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan langkah pembelaan luar biasa terhadap Pekerja migran Indonesia asal Bangkalan Madura, Muhammad Zaini Misrin Arsyad, dieksekusi mati pada Minggu kemarin (18/3/2018) oleh otoritas Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Zaini Misrin yang berprofesi sebagai sopir didakwa membunuh majikannya yang bernama Abdullah bin Umar al-Sindi. Ia ditangkap pada tahun 2004 dan dijatuhi hukuman mati pada 2008.

“Kami terkejut, menyesalkan dan berduka,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa (20/3/18).

Baca: Agus Maftuh Benarkan TKI Asal Madura Dihukum Mati di Arab Saudi

Hanif menyampaikan, Pemerintah telah melakukan langkah-langkah pembelaan luar biasa (extraordinary) untuk membebaskan Zaini Misrin dari hukuman mati. Baik pendampingan hukum, langkah diplomatik maupun non-diplomatik, semuanya dilakukan secara maksimal.

“Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan Presiden Joko Widodo tiga kali berkirim surat resmi ke Raja Saudi. Bahkan Presiden Joko Widodo telah tiga kali bertemu Raja Saudi untuk mengupayakan pembebasan Zaini Misrin. Pemerintah juga melakukan langkah hukum baik banding maupun kasasi. Bahkan pada periode ini, pemerintah juga mengajukan peninjauan kembali (PK), langkah hukum yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Seluruh ikhtiar tersebut berhasil menunda pelaksanaan hukuman mati sampai hari Minggu (18/03),” tutur Hanif.

Baca Juga:  Peduli Bencana, PJ Bupati Pamekasan Beri Bantuan Makanan kepada Korban Banjir

Selain itu, lanjut Menaker, pada tahun 2011 Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar membentuk Satuan Tugas Anti Hukuman Mati yang bertugas melakukan upaya pembebasan TKI terpidana mati di luar negeri. Berbagai langkah dilakukan baik yang bersifat teknis pembelaan hukum maupun diplomasi tingkat tinggi (high level diplomacy) yang melibatkan para menteri, utusan khusus dan duta besar. Bahkan Presiden dalam dua periode pemerintahan yang berbeda pun langsung turun tangan.

“Seluruh upaya pemerintah terkendala sistem hukum di Saudi yang dalam kasus Misrin ini tergantung dari keputusan ahli waris apakah bersedia memaafkan terpidana atau tidak. Memang seperti itu aturan hukum di sana. Raja Saudi tidak bisa mengampuni, karena ahli waris tidak memberikan maaf pada Misrin. Ini mau tidak mau harus kita hormati. Kita juga menghadapi kendala dari sikap aparat penegak hukum kerajaan Saudi pada waktu lalu yang cenderung kurang terbuka dalam masalah-masalah seperti ini,” terang Hanif.

Baca Juga:  Banyaknya Hoax Gempa Tuban, Ini Pesan Khofifah

Sebagai anak seorang TKW, Hanif sangat memahami kasus Misrin dan kasus-kasus sejenisnya merupakan residu dari kebijakan tata kelola penempatan TKI pada masa lalu, yakni sebelum era reformasi. Karena itu, menurut Hanif, salah satu pekerjaan rumah yang terus dilakukan pemerintah adalah memperkuat negosiasi bilateral kepada negara-negara tujuan PMI bekerja agar dapat diwujudkan sistem tata kelola dan perlindungan yang lebih baik lagi.

“Pemerintah terus melakukan negosiasi bilateral ke negara-negara tujuan PMI agar dapat diciptakan sistem tata kelola dan perlindungan PMI yang lebih baik. Sehingga ke depan resiko migrasi dapat terus ditekan dan penanganan masalah yang ada lebih efektif,” tegas Hanif.

Sementara itu, Migran Care selaku Organisasi pemerhati hak buruh migran menyampaikan Zaini telah ditahan pihak Saudi sejak 13 Juli 2004 karena dituduh membunuh sang majikan. Zaini telah bekerja di Saudi selama lebih dari 30 tahun. Otoritas Saudi lalu memvonis hukuman mati Zaini pada 17 November 2008. Zaini pun dieksekusi terkait kasus dugaan pembunuhan.

Baca Juga:  Gambarnya Banyak Dirusak di Jember, Gus Fawait: Saya Minta Maaf Kalau Jelek Gambarnya

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengecam eksekusi mati Zaini dan mendesak pemerintah RI segera menindaklanjuti langkah Saudi yang dianggap melanggar hak asasi manusia tersebut. Anis mengatakan selama menjalani proses hukum Zaini tidak didampingi kuasa hukum bahkan dari pemerintah. Selain itu, Zaini juga tidak mendapatkan penerjemah yang netral dan imparsial.

“Pemerintah RI bahkan tidak diberitahu mengenai kasus Zaini sampai vonis dijatuhkan. Jika merunut pengakuan Zaini, dia mengaku dipaksa mengakui melakukan pembunuhan setelah mengalami tekanan dan intimidasi dari otoritas Saudi,” kata Anis di Jakarta, Senin (19/3).

Anis mengatakan Peninjauan Kembali kasus Zaini juga sebenarnya telah diajukan pada 6 Maret lalu. Namun, permintaan tersebut ditolak hakim. “Hakim menolak PK yang diajukan dan tetap memvonis hukuman yang sama,” ujarnya.

Pewarta: Achmad S.
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 6