Ekonomi

Mempersoalkan Kiprah Koperasi di Era Kepemimpinan Joko Widodo

Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia. (Foto: Istimewa)
Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Salah satu masalah Koperasi adalah masih banyak koperasi tidak aktif. Bahkan LAKIP Menkop dan UKM 2015 mengakui masih banyak Koperasi yang belum menerapkan nilai dan prinsip koperasi secara benar. Di lain pihak, diakui juga masalah UMKM antara lain kualitas SDM rendah, peran sistem pendukung kurang optimal, dan kebijakan dan peraturan kurang efektif.

Data BPS menunjukkan, jumlah tenaga kerja UMKM pada 2014 sebanyak 8.362.746; pada 2015 menaik sedikit yakni 8.735.781.

“Target capaian pertumbuhan kontribusi UMKM dan Koperasi dalam ekspor non migas rata-rata 5,0-7,0 % per tahun. Berhasilkah Jokowi mencapai target? Tidak juga!,” kata peneliti NSEAS, Muchtar Effendi Harahap, Jakarta, Minggu (19/8/2018).

“Dari sisi pertumbuhan kontribusi UMKM dan Koperasi dalam investasi, target capaian rata-rata 8,5-10,5% per tahun. Berhasilkah? Tidak juga!,” tambahnya.

Selanjutnya, target capaian pertumbuhan kontribusi Koperasi dan UMKM dalam ekspor non migas rata-rata 5,0-7,0 % per tahun. Berhasilkah? Tidak juga!

Dari sisi pertumbuhan kontribusi Koperasi dan UMKM dalam investasi, target capaian rata-rata 8,5-10,5% per tahun. Berhasilkah? Belum terbukti!

Kemudian, target pertumbuhan produktivitas UMKM rata-rata 5,0-7,0 % per tahun. Menurut BPS, pertumbuhan produksi UMKM rata-rata tahunan 5,71 % pada 2015. “Angka ini menaik dibandingkan pada 2014 hanya 1,35 %. Tetapi, untuk tahun 2016, 2017 dan 2018: belum terbukti!,” ujarnya.

Baca Juga:  Pemdes Kaduara Timur Salurkan BLT

Terakhir, target proporsi UMKM mengakses pembiayaan formal target 25,0 % pada 2019. BPS menyajikan data posisi kredit UMKM pada Bank Umum untuk modal kerja Rp 537.186 miliar pada 2015, lebih banyak ketimbang 2014, yakni Rp 490.262 miliar rupiah.

“Penggunaan untuk investasi pada 2015 mencapai Rp 202.615 miliar, melebihi tahun 2014 hanya Rp 181.459 milyar. Bagaimana tahun 2016, 2017 dan 2018? Belum terbukti mencapai target,” kata Muchtar.

Dia menuturkan sebagai pembanding, hasil kebijakan Bank Indonesia (BI) membantu pemberian kredit kepeda UMKM. Pada awal 2013, BI menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 dan revisinya Nomor 1 7/12/PBI/2015). BI mewajibkan Bank Umum memberi kredit kepada UMKM minimal 20% dari total portofolio kredit pada 2018. Peraturan ini berlaku untuk semua Bank Umum. Disebut Bank Umum bank komersial, bank syariah dan bank campuran.

Antara tahun 2013 dan 2014, Bank diperbolehkan menyalurkan kredit kepada UMKM sebanyak mereka mampu. Rasio kredit baru diberlakukan mulai 2015 ke atas. Pada 2015, rasio kredit UMKM tehadap total kredit minimal 5%. Pada 2016 minimal 10%; 2017 minimal 15%; 2018 minimal 20%.

Baca Juga:  Membanggakan di Usia 22 Tahun, BPRS Bhakti Sumekar Sumbang PAD 104,3 Miliar

“Target BI l ini ternyata cukup sulit dipenuhi bagi beberapa Bank. Pada Maret 2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, sekitar seperlima Bank Umum tidak dapat memenuhi target rasio kredit UMKM sebesar 10% diberlakukan BI untuk 2016 . Maknanya, pemerintah gagal bantu penyaluran kredit UMKM,” ungkapnya.

“Kini melalui Pidato Kenegaraan Jokowi (sebelum HUT RI ke-73 di MPR) mengangkat isu pencapaian UMKM. Padahal, selama empat tahun ini kondisi kinerja Jokowi buruk dan gagal di bidang UMKM,” tambah Muchtar.

Selanjtnya, Jokowi juga mengangkat isu pencapaian 40% lapisan masyarakat terbawah. Jokowi mengklaim, pemerintah juga fokus 40% lapisan masyarakat terbawah. Untuk menyasar 40% lapisan masyarakat terbawah, pemerintah tengah menjalankan program reforma agraria dan perhutanan sosial.

Perhutanan sosial adalah program nasional untuk pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan melalui tiga pilar yakni lahan, kesempatan usaha dan sumber daya manusia. Perhutanan sosial adalah program legal membuat masyarakat bisa turut mengelola hutan dan mendapatkan manfaat ekonomi.

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

Semula pemerintah menetapkan hutan negara seluas 12,7 juta Ha disediakan untuk program perhutanan sosial ini. Tetapi, kemudian dikurangi hanya 4,3 juta Ha. Program ini relatif berhasil memenuhi target 4,3 juta Ha. Hingga kini (Agustus 2018) terlah tercapai target 1,7 juta Ha. Masih harus dipenuhi 2,6 juta Ha. Menurut Menteri LHK, target capaian per bulan dipercepat dari 120 ribu Ha selama ini menjadi 170 ribu Ha per bulan. Jika berhasil, maka target 4,3 juta Ha 2019 akan tercapai. “Kita tunggu saja akhir 2019, tercapaikah target 4,3 juta Ha?,” kata dia lagi.

“Memang, untuk cari suara pemilih di strata sosial bawah, program ini sangat efektif dan efisien. Efektif karena langsung rakyat dapat memanfaatkan tanah hutan negara tanpa batar, bahkan dapat bantuan pembibaan. Efisien karena bisa dapat suara pemilih tanpa biaya kampanye pasangan Jokowi-Ma’ruf. Atas nama program pemerintah, bisa gunakan dana negara, dan legal,” pungkasnya. (gdn)

Editor: Gendon WIbisono

Catatan: Artikel ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya berjudul 4 Tahun Memimpin, Jokowi Gagal di Bidang UMKM

Related Posts

1 of 19