EkonomiHankam

Memperkuat Ketahanan Pangan dan Energi Indonesia

ketahanan pangan, ketahanan energi, pangan dan energi, pangan indonesia, energi indonesia, migas indonesia, swasembada pangan, impor pangan, impor energi, nusantaranews
ILUSTRASI – Ketahanan pangan dan energi. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO – Tidak dapat dipungkiri bahwa dewasa ini sesungguhnya dunia sedang dilanda pertempuran non militer yang sengit dalam lapangan pangan dan energi.

Melihat perkembangan cara berperang abad 21 yang lebih mengutamakan serangan non militer mau tidak mau kita harus mengubah doktrin pertahanan keamanan yang sudah ada. Apalagi, dengan situasi dan kondisi negeri yang telah beberapa kali mengalami serangan non militer ringan hingga berat seperti peristiwa reformasi 1998.

Tak berlebihan kiranya Indonesia perlu sebuah paradigma baru untuk doktrin pertahanan keamanan nasonal. Sishankamrata plus (sistem pertahanan keamanan rakyat semesta plus siskamling yang diperluas), bisa menjadi sebuah pilihan yang patut dipertimbangkan sebagai terobosan kreatif yang tidak terlalu membebani anggaran.

Baca juga: Sesat Pikir Ketahanan Pangan Nasional

Sedangkan doktrin pertahanan keamanan baru diperluas dalam skema wawasan nusantara. Doktrin tersebut meliputi lima lingkaran utama yang terintegrasi. Pertama, kontra zona jalur sutera abad 21. Kedua, pertahanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Ketiga, kontra skema zona masyarakat ekonomi ASEAN. Keempat, pertahanan teritorial darat, laut dan udara. Kelima, pertahanan distrik dan gerilya.

Baca Juga:  Pemerintah Desa Pragaan Daya Salurkan BLT DD Tahap Pertama untuk Tanggulangi Kemiskinan

Ketahanan nasional artinya bukan sekadar memiliki TNI dengan alutsista yang kuat dan canggih, tetapi lebih pada dua aspek yang tidak dapat dipisahkan yakni kesejahteraan nasional dan keamanan nasional. Tidak mungkin bangsa kita dapat mengatasi serangan non militer dengan efektif bila masih banyak yang hidup do bawah garis kemiskinan, tidak memiliki ideologi dan tidak memahami wawasan nusantara.

Baca juga: Melihat Skema Ketahanan Energi Nasional

Pancasila adalah dasar NKRI. Sekaligus ideologi bangsa. Sayangnya, Pancasila masih terus dilemahkan, baik dari luar maupun pelemahan dari dalam negeri sendiri. Sudah barang tentu, untuk memahami ideologi itu sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan bangsa. Termasuk faktor informasi. Misalnya melalui media massa cetak dan elektronik. Dan aspek yang paling menentukan ialah faktor kepemimpinan nasional yang harus dapat menjadi tauladan bangsa.

Solusi untuk mengatasai ancaman pangan dan energi serta ancaman-ancaman lain dalam skala yang lebih luas adalah dengan segera membentuk komando pertahanan nusantara yang komprehensif dan terintegrasi. Hal ini dirasa sangat mendesak mengingat konstitusi kita yang telah diamandemen sebanyak empat kali, celakanya menjadi pintu masuk bagi kepentingan asing untuk menguasai ekonomi Indonesia. Bahkan sektor pangan yang telah tertutup bagi investasi asing kini telah dibuka kembali pintunya lebar-lebar melalui PP Nomor 39 Tahun 2014.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Baca juga: Ketahanan Energi Merosot Sepanjang Dua Tahun Kepemimpinan Jokowi

Demikian pula hanya untuk sektor ketahanan energi, kita harus menata kembali pengelolaan migas nasional. Sesuai dengan semangat UU Nomor 8 Tahun 1971, Pertamina seharusnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Harus berani mencontoh keberanian Presiden Meksiko dalam menghadapi tekanan dari dunia luar. Atau kepiawaian Presiden Hugo Chavez dalam menasionalisasi perusahaan minyak asing.

Jika dicermati, situasi negara sebetulnya sudah genting yang salah satunya ditandai dengan derasnya arus impor pangan. Kebijakan ini telah membunuh petani kita. Dalam 10 tahun terakhir, misalnya, data Kementerian Pertanian menyebut sudah 20 juta orang meninggalkan pertanian. Penyebabnya tak lain karena kebijakan impor yang sangat masif.

Baca juga: Ada Apa Dengan Konsepsi Ketahanan Nasional Kita?

Ambil contoh paling aktual ialah awal tahun 2018 pada saat musim panen raya padi. Menurut perhitungan Kementan, panen raya padi tersebut menghasilkan 4,9 juta ton beras, atau surplus 3 juta ton. Namun di tengah gegap gempita panen raya padi, pemerintah justru memutuskan tetap konsisten impor beras sebanyak dua kali masing-masing sebesar 500 ribu ton.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Dengan kata lain, dari Januari-Mei 2018, pemerintah mengimpor beras sebanyak 1 juta ton. Di sektor energi pun demikian pula masalahnya. Pertamina awal Juli 2018 kembali menaikan harga bahan bakar minya non subsidi.

Terlepas dari itu, adapun tujuan utama komando pertahanan nusantara yang dimaksud sebelumnya ialah selain mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI tanpa kompromi dengan membentuk sistem pertahanan keamanan pangan dan energi yang komprehensif dan terintegrasi dengan penciptaan lapangan kerja baru secara besar-besaran. (Bersambung….)

Editor: Eriec Dieda (Artikel ini disunting dari makalah bertajuk Menatap Pembangunan Indonesia Abad 21: Sebuah Perspektif)

Related Posts

1 of 3,065