Membentuk Toleransi dari Pendirian Anak

membentuk toleransi, toleransi anak, pendirian anak, pembentukan karakter anak, karakter anak
Membentuk toleransi pada anak. (Foto: Ilustrasi/Istock)

Membentuk toleransi dari pendirian anak. Manusia diciptakan saling berpasang-pasangan, laki-laki perempuan, tinggi pendek, hitam putih, kaya miskin. Dari awal penciptaan manusia sendiri sudah hidup berdampingan dengan perbedaan. Dengan perbedaan kehidupan menjadi berwarna, di satu sisi lain perbedaan menjadi awal perselisihan antar manusia. Banyak tindak kejahatan diakibatkan perbedaan, bahkan perpecahan suatu bangsa berawal dari perbedaan.

Tentu kita tidak perlu berpura-pura mengenai sejarah founding father bangsa Indonesia. Dahulu mereka hidup berdampingan mempersatukan perbedaan, menyingkirkan ego terhadap perbedaan ras, suku, agama, dan budaya. Saling berjuang melepaskan diri dari cengkraman penjajah. Negara multikultural tidak dapat berdiri jika terus membanggakan ego dan berjalan sendiri-sendiri. Perlu adanya pemahaman tentang perbedaan sejak awal, usia dini. Pada fase ini manusia masih dalam proses pembentukan karakter. Pentingnya sebuah pendidikan dalam proses pembentukan karakter anak.

Kita dapat mengartikan tokoh pendidik berupa guru, orang tua yang merupakan pendidik pertama anak dan memiliki waktu yang lebih banyak dalam mendidik dibandingkan siapapun, di mana memiliki peran yang penting dalam mendidik karakter anak. Adanya teman dalam kehidupan anak juga memiliki peran yang tidak dapat dilupakan. Semakin banyak anak memiliki teman semakin banyak anak untuk mengenal karekter yang berbeda.

Bukan hal yang patut disalahkan jika anak masih mengikuti setiap perkataan orang tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu. Sejatinya dalam usia dini sampai usia remaja anak masih mencari jati dirinya. Contoh kecilnya, jika anak diberi pilihan permen atau uang, kebanyakan anak akan memilih uang, namun jika pertanyaan dibalik, uang atau permen, anak akan memilih permen. Mereka masih dalam tahap belajar dalam memilah sesuatu. Contoh kecil lainnya, jika anak diiming-imingi sesuatu yang dirasa ia inginkan maka ia akan mengikuti perkataan orang yang memberikannya. Di sini terlihat begitu pentingnya dalam memberikan suatu pengertian (pendidikan) pada anak agar memiliki suatu pendirian yang kokoh.

Sebuah pendirian bagi seseorang menjadi poin penting dalam dasar toleransi. Jika tidak memiliki suatu pendiran baik, maka akan selalu termakan doktrin dari orang yang ingin memecah belah persatuan. Dibutuhkan sosok pendidik untuk membangun karakter itu baik adanya peran guru saat di sekolah, peran orang tua di rumah maupun dalam memilihkan lingkungan pergaulan terhadap anak.

Dalam usia dini anak cenderung lebih cepat mengerti hal baru dari suatu tindakan daripada suatu teori. Dapat dilihat pendidikan pada usia dini merupakan taman bermain. Anak akan lebih cepat menerapkan suatu pengetahuan yang diberikan bukan hanya dari teorinya, harus diselingin dengan praktek, misalnya dengan permainan. Hal yang dimaksudkan ialah para pendidik tidak hanya menasehati anak tanpa memberikan contoh dalam kehidupan pendidik, di mana dia lebih cepat menirukan apa yang ia lihat bukan dari apa yang ia dengar.

Dalam Lingkungan Keluarga

Pembentukan sikap toleransi dimulai dalam lingkungan keluarga. Interaksi anak berawal dalam lingkungan keluarga, pertama yang ia dengar berasal dari perkataan orang tuanya, apa yang ia lakukan hasil dari pengajaran orang tua, baik dari belajar berjalan berbicara, dan sopan santun berawal diajarkan oleh orang tua. Dalam lingkungan keluarga tidak sedikit memiliki beberapa perbedaan pendapat (pengambilan suatu keputusan). Antara ayah-ibu, orang tua-anak, kakak-adik.

Dimulai dalam menanggapi suatu perbedaan pendapat, terutama dalam hubungan orang tua dan anak. Jika anak terlalu terkekang atau terlalu diatur sesuai keinginan orang tua, maka anak akan terbiasa melihat suatu permasalahan dalam satu sudut pandang.

Namun jika orang tua memberikan suatu kebebasan dalam pengambilan suatu keputusan maka anak terbiasa melihat minimal dua sudut pandang yang berbeda dan membandingkan mana yang akan lebih baik untuk dapat dilakukan, dan dampak mana yang akan terjadi apabila memilih salah satu sudut pandang yang berbeda. Dengan kebiasan menghadapi perbedaan dari suatu hal yang kecil anak akan terbiasa dan dapat membiasakan terhadap suatu perbedaannya dan bagaimana harus menyikapinya.

Sebagai orang tua juga tidak harus mengikuti keinginan anak, karena anak akan merasa bahwa pemikiran anak itu selalu benar dan harus dituruti dan dilaksanakan. Akan menimbulkan sifat keras kepala kepada anak. Orang tua harus lebih bijak dalam mengambil suatu keputusan, dalam pengambilan suatu keputusan juga harus memberikan suatu alasan kepada anak terhadap suatu keputusan yang diambil, dan memberikan juga kesempatan bagi anak dalam penjelasannya apabila anak kukuh dalam pendiriaannya. Biasakan memberikan titik tengah dalam menyelesaikan masalah.

Hal lain yang dapat menjadikan contoh anak dalam sikap toleransi adalah tidak membeda-bedakan sikap orang tua terhadap dua anak, baik itu kepada anak pertama maupun kedua. Baik dari hal fisik, maupun psikis. Seperti contoh apabila anak pertama lebih pintar dalam hal matematika dibandingkan anak kedua sedangkan anak kedua memiliki jiwa seni yang lebih tinggi. Orang tua tidak dapat menuntut kepada anak kedua untuk dapat pintar matematika seperti kakaknya, justru orang tua harus bisa mengembangkan bakat dari anak kedua tersebut. Dari hal tersebut maka anak akan terlatih untuk dapat melihat kelebihan dan mengembangkan kelebihan bukan dengan melihat suatu kekurangan dan menambah kebencian terhadap suatu kekurangan.

Dalam Lingkungan Sekolah

Guru dalam istilah Jawa ‘wong sing gugu lan ditiru‘ (orang yang dipercaya dan ditiru). Sikap guru dalam mendidik muridnya manjadi hal yang sangat menentukan terutama dalam mendidik anak dalam usia dini. Guru haruslah bersikap adil, kreatif dalam menerapkan keilmuan, dan tidak membeda-bedakan atau tidak menganak-emaskan muridnya. Sebuah kasus yang sering terjadi dalam dunia pendidikan, jika dalam suatu kelas terdapat anak yang pintar (anak A) dengan anak yang bodoh (anak B), anak A selalu diperhatikan dan selalu dibangga-banggakan didepan kelas, dan anak B selalu dibandingkan dengan anak A yang meras lebih baik daripadanya. Anak B akan merasa tidak percaya diri dan pemikirannya akan tertutup dengan hal yang negatif. Anak A akan selalu merasa dirinya lah yang terbaik, dan parahnya nanti bila akan timbul sikap bullying kepada anak B tersebut karena kekurangan yang dimiliki B.

Tidak jarang di dalam kelas anak akan berkelahi karena hal sepele baik seperti dalam berebut kursi. Sebagai guru, harusnya menjadi penengah dan memberikan contoh yang baik dalam menyelesaikan masalah. Dengarkan dahulu semua penjelasan dari anak yang berebut kursi tersebut. Selesaikan dengan bijak, tanpa membandingkan suatu hal dilihat dari latar belakang anak (kekayaan, orang tua, kecerdasan) yang harus dibandingkan mana yang lebih benar dalam situasi tersebut dan memberikan pengertian kepada yang salah.

Kedua lingkungan dengan diikuti sebuah pendirian yang dijelaskan di atas memiliki hal yang penting dalam membentuk karakter toleransi. Dilatihnya dari hal menghargai hal kecil dan memperaktekan dengan memberi contoh secara bijak dan memberikan penjelasan dalam pengambilan keputusan merupakan hal yang sangat diperlukan dalam memberikan dasar sikap toleransi kepada anak. Anak usia dini juga masih diberlakukan secara lembut dan penuh pengertian agar nantinya dapat menjadi sosok yang lebih menghargai dan mengalah untuk menghindari suatu perselisihan. Bukan dengan memberikan hal yang keras dan secara fisik yang nantinya menjadikan anak menjadi keras kepala dan merasa dirinya selalu benar tanpa melihat dari suatu sudut pandang yang lain.

Oleh: Hafizh Pandhitio, Esais

Exit mobile version