Politik

Melacak Route-Map Sejarah Pemindahan Ibukota ke Kalimantan

NUSANTARANEWS.CO – Melacak Route-Map Sejarah Pemindahan Ibukota ke Kalimantan. Kalimantan ramai diperbincangkan menyusul presiden Joko Widodo mewacanakannya kembali untuk dijadikan pusat pemerintahan Republik Indonesia. Sebenarnya wacana pemindahan ibukota ke bumi Kalimantan bukanlah kali pertama. Jauh sebelumnya, Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI) Semaun sudah mewacanakannya.

Pertanyaannya, mengapa Kalimantan selalu jadi primadona ibukota baru Indonesia? Dan apa istimewanya pulau ini? Terlepas alasan Presiden Jokowi untuk membentuk pusat ekonomi baru di sana, ternyata Kalimantan memiliki irisan sejarah penting bagi Nusantara. Tak banyak orang yang tahu, bahwa ternyata pulau Kalimantan pernah menjadi satu-satunya kawasan di Nusantara yang menjadi negara republik pertama di Indonesia.

Lan Fang ‘Negara dalam Negara’

Tahun 1777 seorang pendatang dari Cina Daratan (Hakka) bernama Lo Fang Pak mendirikan sebuah negara republik pertama bernama Lan Fang di Singkawang, Kalimantan Barat. Ini menyusul tahun 1764 terjadi gelombang besar-besaran imigran dari Cina Daratan ke Singkawang dan sekitarnya untuk menambang emas dan mencari kehidupan.

Seiring perkembangan waktu, populasi mereka meningkat tajam. Untuk mengorganisir puluhan ribu imigran Cina Daratan ini, dibentuklah negara Lan Fang. Kao Chung Xi dalam bukunya tentang orang Hakka, berjudul Jews of the Orient menjelaskan bahwa Lan Fang yang berawal dari sebuah kongsi tambang orang Tionghoa dari etnis Hakka tumbuh menjadi semacam “negara di dalam negara.”

“Lan Fang yang berdiri pada 1777 itu memang masih membayar upeti tanda tunduk kepada Kesultanan Sambas dan Mempawah di Kalimantan Barat, tapi sehari-hari mereka sangat otonom,” ujar  Kao Chung Xi.

Baca Juga:  Punya Stok Cawagub, PDI Perjuangan Berpeluang Usung Khofifah di Pilgub Jawa Timur

Karena tata pemerintahannya sangat demokratis dibanding kongsi-kongsi lain yang umumnya bergaya feodal, secara tak langsung negara Lan Fang pun mendaulatkan diri sebagai negara republik. Dengan kata lain, bumi Kalimantan sesungguhnya pernah menjadi ‘ibukota’ negara Lan Fang, sebuah negara republik pertama yang ada di Indonesia.

Bahkan mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew mengaku bahwa dirinya keturunan dari seorang Hakka dari Pontianak. “Chua Kim Teng (Lee Kuan Yew) lahir di Singapura pada 1865. Setelah istri pertama dan kedua meninggal, dia menikah dengan Neo Ah Soon, nenek saya, seorang Hakka dari Pontianak yang saat itu dikuasai Belanda. Dia berbicara dengan dialek Hakka dan bahasa Indonesia melayu,” ujar Bapak Pembangunan Singapura itu dalam bukunya berjudul From Lee Kuan Yew, The Singapore Story: Memoirs of Lee Kuan Yew.

Ibukota Pindah Ke Bativia (Jakarta)

Setelah negara Lan Fang di Kalimantan Barat dibubarkan Belanda tahun 1884, ibukota Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda ‘diboyong’ ke Sunda Kelapa atau Batavia atau Jakarta.

Belanda menciptakan pusat kekuatan baru di sebuah kawasan rawa-rawa yang jauh dari kata ideal. Muhidin M Dahlan (2017) mengatakan bahwa kemenangan Belanda atas semua imperium yang singgah di Nusantara adalah berkah bagi eksistensi Jakarta yang dihubungkan oleh rel kereta api.

Ia juga menyebut, sejak Hindia dalam genggaman Belanda nyaris seluruhnya, Jakarta menjadi tanah harapan; menjadi kekuatan baru. Sementara itu, pasca agresi Belanda, sebagian penduduk negara Lan Fang ada yang bermigrasi ke daratan Singapura, sekalipun masih banyak yang menetap di Singkawang. Para etnis Hakka asal Kalimantan ini yang disebut-sebut sebagai salah satu cikal bakal berdirinya negara Kota Singa tersebut.

Baca Juga:  Pleno Perolehan Suara Caleg DPRD Kabupaten Nunukan, Ini Nama Yang Lolos Menempati Kursi Dewan

Semaun Ingin Boyong Ibukota ke Kalimantan

Pasca kemerdekaan, orang pertama yang menginisiasi pemindahan ibukota ke Kalimantan, setelah perpindahannya dari Jakarta ke Yogyakarta pada medio 1940-an adalah Semaun. Semaun menginginkan agar ibukota Indonesia dipindah ke Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Sebagai lulusan dari Uni Soviet (Rusia), Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI) ini paham betul dengan potensi Kalimantan. Sosok Semaun memang terkenal ‘visioner’ pada masanya. Ia juga termasuk konseptor yang terlibat dalam pembangunan tata ruang kota-kota satelit Uni Soviet di wilayah Asia Tengah.

Sepulangnya Semaun dari Rusia tahun 1922, dua tahun kemudian dirinya melaunching Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menjadi ketua umumnya. Ini menyusul kongres Komunis Internasional (Komintern) ke-5 yang memfokuskan untuk mengkontrol persatuan para buruh kala itu.

Dalam perkembangannya, PKI sukses menjadi partai komunis non-penguasa terbesar di dunia setelah Rusia dan Tiongkok (Cina) sebelum akhirnya PKI dihancurkan tahun 1965 dan dinyatakan sebagai partai terlarang pada tahun berikutnya.

Kembali Bidik Kalimantan

Sekalipun bukan murni ide pribadi, dulu Soekarno juga pernah mewacanakan pemindahan ibukota Indonesia dilakukan ke jantung Kalimantan (Palangka Raya). Adalah Semaun yang menjadi inisiator di balik wacana Soekarno untuk memindahkan ibukota Indonesia.

“Otak dari gagasan pemindahan Ibukota ini adalah Semaun. Semaun kala itu menjadi penasihat pribadi Sukarno,” tulis Baskara T. Wardaya dalam buku Menuju Demokrasi: Politik Indonesia dalam Perspektif Sejarah.

Begitupun, Pramoedya Ananta Toer dalam essainya yang ditulis tahun 1991 juga menjelaskan Semaun yang kala itu menjadi penasihat pribadi Presiden Soekarno pernah membisiki agar ibukota dipindah keluar dari pulau Jawa ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Baca Juga:  Dukung Di Munas Golkar 2024, Satkar Ulama Jawa Timur Beber Dukungan Untuk Airlangga

Penulis buku ‘Sukarno & Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya’, Wijanarka, menyatakan bahwa alasan Soekarno mencuatkan ide pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Palangka Raya pada periode tahun 1957-1958 diantaranya, Soekarna ingin memiliki ibukota ‘sendiri’ bukan ibukota peninggalan Belanda.

Ambisi Soekarno ini bukan sekedar wacana. Ia benar-benar membuat seluruh jalan Palangkaraya menjadi lurus-lurus dan menuju satu bunderan besar di pusat kota. Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden Eko Sulistyo dalam sebuah artikelnya menjelaskan jalan-jalan tersebut diperlebar sampai empat belas jalur untuk pendaratan pesawat MIG buatan Uni Soviet. Namun proyek jalan baru dibangun 40 km dari rencana awal 174 km berhenti akibat pergolakan politik 1965.

Akhirnya ide membangun ibu kota di Palangkaraya gagal terealisasi. Menurut Eko, kosentrasi dan dana negara yang terbatas akibat tersedot untuk penyelenggaraan Asian Games (1962), Olimpiade Games of the New Emerging Forces (Ganefo), Gelora Bung Karno, Tugu Selamat Datang, Hotel Indonesia dan Masjid Istiqlal turut menjadi sebab mengapa mega proyek itu gagal. Seluruh proyek akhirnya terhenti menyusul terjadinya suksesi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto tahun 1965. Dan baru pada pemerintahan Jokowi ini pemindahan ibukota ke Kalimantan kembali digodok.

(ed) Romandhon

Related Posts

1 of 151