Ekonomi

May Day 2018: Hidup Layak adalah Kebutuhan Mendasar Manusia

May Day Tahun 2018 Dipenuhi Gemuruh Nasib THK 2. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)
May Day Tahun 2018 Dipenuhi Gemuruh Nasib THK 2. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN ISRI) Cahyo Gani Saputro menyampaikan, Buruh yang sejatinya adalah pekerja (proletar) tidak memiliki alat produksi dengan persatuan. Kekuatan dan perjuangan buruh dapat merumuskan suatu yang dinamakan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dalam pengertiannya adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam 1 bulan.

“Yang mana KHL juga menjadi dasar dalam penetapan Upah Minimum. Penetapan KHL dilakukan secara ilmiah yaitu sebelum menetapkan Upah Minimum Propinsi, Dewan Pengupahan yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi akan melakukan survey KHL. Survei KHL tersebut adalah mensurvei komponen kebutuhan hidup,” jelas Cahyo dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (1/5/2018).

Baca Juga:

Menurut Ketua DPN PETANI menunjukkan adanya Peraturan mengenai KHL diatur dalam UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Presiden No.78 tahun 2015 tentang Pengesahan serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 21 tahun 2016 Tentang Kebutuhan Hidup Layak.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Dia mencontohkan, Penetapan Upah Minimum oleh Gubernur dilakukan setiap tahun berdasarkan KHL dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Peraturan Presiden No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan mengatur mengenai formula perhitungan Upah Minimum sebagai berikut: Upah Minimum tahun berjalan ditambah dengan hasil perkalian antara Upah Minimum tahun berjalan dengan penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan dan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto tahun berjalan.

“KHL terdapat pada Upah Minimum tahun berjalan,” jelas Wasekjen DPN KBM itu.

Berdasarkan PP. No.78/2015, kata dia, penyesuaian nilai KHL secara langsung terkoreksi melalui perhitungan antara Upah Minimum tahun berjalan dengan tingkat inflasi nasional tahun berjalan.

“KHL terdiri dari beberapa komponen kebutuhan hidup. Berbeda dengan sistem sebelumnya dimana tiap tahun dewan pengupahan melakukan peninjauan KHL dengan melakukan survey pasar, kali ini komponen KHL ditinjau dalam jangka waktu per 5 (lima) tahun, padahal harga di pasar fluktuatif seharusnya tiap tahun,” jelasnya.

Baca Juga:  Pemerintah Desa Pragaan Daya Salurkan BLT DD Tahap Pertama untuk Tanggulangi Kemiskinan

Lebih lanjut, Alumni GMNI Solo itu mengatakan, jumlah jenis kebutuhan yang semula 46 jenis dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 menjadi 60 jenis KHL dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012.

“Perumusan Kebutuhan Layak Hidup sangat sejalan dengan teori perjuangan Bung Karno yaitu Marhaenisme yang mana tesis Bung Karno tersebut menginginkan semua manusia Indonesia hidup secara adil dan makmur (sosialisme Indonesia) atau terpenuhi kehidupan hidup layak,” terangnya.

Tak hanya itu, Cahyo menyampaikan, perjuangan Buruh memang cukup luar biasa juga harus memperkuat dan mengandung perjuangan profesi lainnya yaitu buruh tani, petani, nelayan, ABK, pegawai kecil, pedagang kecil yang mana KHL ini juga sangat relevan diterapkan pada profesi dan sektor lainnya untuk perwujudan pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak. Terlebih, bagi seorang Marhaenis harus dapat bergotong-royong baik dalam pemikiran, ucapan maupun tindakan dalam mewujudkan hidup layak bagi petani yang menjadi potret, profesi yang ditekuni masyarakat yang menggambar seorang Marhaen.

Baca Juga:  Layak Dikaji Ulang, Kenaikan HPP GKP Masih Menjepit Petani di Jawa Timur

Simak pula:

“Petani yang mempunyai alat produksi tanah sawah, saprodi mengapa tidak makmur atau hidup layak, yang sudah barang tentu jaman mengalami perubahan demi perubahan antara era 1926 mungkin tahun 2018 berbeda kondisi sosial masyarakat Indonesia,” jelas Cahyo.

Apalagi, sambungnya, sekarang pergeseran pada revolusi industri 4.0 pentingnya penerjemahan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk perwujudan hidup layak untuk semua umat manusia khususnya marhaen agar menjadi seorang marhaenis (hidup layak, kecukupan dan makmur).

Merujuk pada hal di atas, kata pegiat UMKM itu, sesungguhnya relevansi marhaenisme Bung Karno masih terus relevan untuk menjawab tantangan jaman dan mewujudkan manusia hidup layak /makmur, memanusiakan manusia. “Menelisik teori perjuangan yang dilontarkan dari sektor upah dan/atau pengupahan ternyata relevan, belum lagi kita mengupas teori perjuangan ini di sektor yang lain,” tandasnya.

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,143