HankamHukum

Masyarakat Diminta Turut Mengawasi Kapolres yang Brengsek

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengusulkan masa jabatan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) maksimal dua tahun. Usulan ini dinilai sebagai sebuah kritikan tajam dari unsur pemerintahan terhadap institusi kepolsian sehingga perlu dicermati oleh elit Polri.

“Sebab dalam kritikan itu ada keluhan bahwa kapolres yang terlalu lama menjabat cenderung berkolusi dengan berbagai pihak, terutama kepala daerah,” kata ketua presidium Lembaga Pengamat Polri (Indonesia Police Watch) Neta S Pane di Jakarta, Kamis (14/12/2017).

BACA: Rumah Dinas Polri, Neta S Pane: Dikuasai Oleh Istri Siri

Menurut Neta, Indonesia Police Watch (IPW) menilai Polri harus menerima kritikan itu dengan lapang dada dan segera menata serta mengubah pola pengawasan serta evaluasi terhadap para Kapolres.

“Usulan Mendagri agar Kapolres menjabat tak lama (2 tahun saja) sebenarnya itu yang terjadi selama ini. Dua tahun menjabat sebagai batas maksimal sudah berlangsung selama ini. Bahkan ada Kapolres yang hanya menjabat 3 bulan atau 6 bulan sudah dimutasi ke jabatan yang lebih empuk lagi,” papar Neta.

Baca Juga:  KPK Tetapkan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Tersangka Korupsi, AMI Gelar Santunan Anak Yatim

Ia mengatakan, soal masa jabatan itu memang penting. Tapi lebih penting lagi adalah dalam menempatkan seseorang elit Polri harus berdasarkan kualitas, kapasitas dan integritas serta memaksimalkan hasil assesment selama ini, dan ukan hanya berdasarkan faktor kedekatan atau berdasarkan suka atau tidak suka (like and dislike).

Setelah itu, kata dia, atasan mengawasi dan mengevaluasi Kapolres tersebut secara rutin. Kapolres yang tidak peduli dengan wilayahnya, tidak peduli dengan dinamika masyarakat, tidak inovatif dan tidak profesional harus segera dicopot. “Tidak perlu menunggu 2 tahun. Bila perlu hanya 1 bulan jika Kapolres tersebut brengsek harus dicopot,” tukasnya.

Ia menambahkan, bulan lalu Kapolri sudah mewanti-wanti Kapolres yang tidak mampu mengantisipasi kejahatan jalanan dan premanisme di wilayah tugasnya akan dicopot. Ini sebuah peringatan agar Kapolres bekerja secara profesional sebagai pelindung masyarakat.

“Peringatan ini harus dibarengi dengan tindakan tegas jika masih ada Kapolres yang tidak becus dalam bekerja,” ujar Neta.

Baca Juga:  Diduga Korupsi Danah Hibah BUMN, Wilson Lalengke: Bubarkan PWI Peternak Koruptor

Lebih lanjut lagi Neta menjelaskan bahwa kekhawatiran Mendagri jika terlalu lama menjadi Kapolres akan tercipta kedekatandan ketika ada kasus karena dekat menjadi segan menindak, hal ini menjadi penting untuk diperhatikan atasan. Di sinilah fungsi pengawasan dan evaluasi rutin dari atasan sangat diperlukan. Tentunya peran masyarakat juga diperlukan untuk mengawasi kinerja Kapolres dan polisi umumnya. Toh, kata dia, media sosial sudah berkembang dan masyarakat bisa menggunakannya untuk mengawasi kinerja Kapolres dan polisi umumnya.

“Hanya saja seorang Kapolres harus dekat dengan semua pihak agar tugas-tugasnya sebagai penjaga keamanan bisa berjalan maksimal. Namun, dalam membangun kedekatan tersebut seorang Kapolres harus profesional, proporsional dan independen,” kata dia.

Kemudian, jika ada pihak yang melakukan pelanggaran hokum Kapolres tersebut harus menindak dan mengusutnya meskipun tersangka sangat dekat dengan sang Kapolres.

“Agar peran Kapolres maksimal dalam menjalankan tugas profesionalnya, tentu masyarakat harus maksimal melakukan pengawasan. Jadikan media sosial sebagai instrumen pengawasan agar atasan para Kapolres bisa mengevaluasi dan menindak para Kapolres yang brengsek,” pungkasnya. (red)

Baca Juga:  Gelar Aksi, FPPJ Jawa Timur Beber Kecurangan Pilpres 2024

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 66