Lintas NusaPeristiwaTerbaru

Masjid Muhammadiyah Dibakar, Komnas HAM: Hentikan Tindakan Intoleran

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pimpinan Muhammadiyah membenarkan terjadinya pembakaran balai pengajian dan tiang awal pembangunan masjid milik Muhammadiyah di Aceh, tepatnya di Kabupaten Bireun.

Menyikapi peristiwa intoleran ini, Komnas HAM menilai negara punya mandat menghentikan tindakan intoleran yang membakar masjid milik Muhammadiyah tersebut.

Maneger Nasution, Komisioner Komnas HAM dalam keterangan tertulisnya menuturkan sebaiknya kepolisian negara segera menjelaskan ke publik tentang kebenaran peristiwa itu demi terpenuhinya hak publik untuk tahu (rights to know) tentang informasi yang sebenarnya.

“Sekira peristiwa itu benar adanya, dunia kemanusiaan sangat menyesalkan. Hal itu mengancam hak-hak konstitusional warga negara dan demokrasi,” kata Maneger.

Bahwa pendirian rumah ibadah, apalagi sudah memenuhi prosedur adalah hak konstitusional warga negara khususnya hak atas kebebasan beragama, pasal 28E ayat (1) dan 29 UUD1945, dan pasal 22 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM.

Pihak Muhammadiyah sendiri telah mengkonfirmasi bahwa ijin pendirian bangunan (IMB) masjid sudah resmi.

Baca Juga:  Resmikan IKA Unair Chapter Australia, Inilah Pesan Khofifah

“Bahwa warga negara di seluruh teritori NKRI, termasuk di Aceh, memiliki hak atas rasa aman dan negara terutama pemerintah wajib hukumnya hadir memenuhi hak konstitusional warga negara itu (pasal 28G UUD1945, dan pasal 9 ayat (2) UU No.39 tahun 1999 tentang HAM),” tegas Maneger lagi.

Ia mengimbau, sekiranya ada perbedaan pandangan antara satu pihak dengan pihak lainnya masih tersedia mekanisme lain yang lebih elegan, efektif, dan berkeadaban untuk menyampaikan aspirasi atas suatu perbedaan pandangan dengan mengedepankan dialog.

Seperti diwartakan, pembakaran balai pengajian dan tiang awal pembangunan masjid milik Muhammadiyah di Aceh dilatarbelakangi tuduhan sekelompok oknum yang menyebut Muhammadiyah organisasi berpaham Wahabi.

“Kalau pun akhirnya dialog tidak terwujud, sebaiknya tetap menggunakan saluran aspirasi atas perbedaan pandangan dilakukan sesuai mekanisme hukum yang tersedia. Jauhi tindakan main hakim sendiri. Tindakan main hakim sendiri (elgenrechting) sangat tidak elok, di samping tidak menyelesaikan masalah, tapi justru memproduksi kekerasan-kekerasan baru,” terang Maneger.

Baca Juga:  Direktur Guetilang Jadi Pembicara Program Sosialisasi BP2MI di Indramayu

Karenanya, ia meminta negara wajib hadir dalam kasus ini. “Sejatinya negara hadir khususnya kepolisian negara untuk menginvestigasi kebenaran peristiwa itu. Sekira benar adanya, pihak kepolisian negara harus memproses pelaku dan aktor intelektualnya secara profesional, independen, berkeadilan, transparan, dan tidak diskriminatif sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.

Agar publik tak terpancing, Komnas HAM mengimbau jangan sampai terjadi tindakan kekerasan dan tindakan main hakim sendiri (eigenrechting).

Komnas HAM juga, kata dia, mendesak negara memenuhi hak-hak konstitusional korban akibat tindakan intoleran tersebut.

“Mendesak Negara untuk hadir utamanya pihak kepolisian untuk memastikan bahwa hal-hal serupa tidak terulang lagi di masa mendatang (guarantees of nonrecurrence). Negara tidak boleh kalah dengan pelaku dan aktor intelektual tindakan intoleran,” pungkasnya. (ed)

Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews

Related Posts

1 of 20