Berita UtamaFeaturedHukumPolitik

Masinton Sebut Penilaian ICW atas Temuan Sementara Pansus Angket DPR Tendensius

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wakil Ketua Pansus Angket KPK Masinton Pasaribu tanggapi penilaian ICW (Indonesia Corruption Wact) terhadap temuan sementara pansus angket DPR untuk KPK yang disampaikan Minggu (27/8).  Menurut Masinton ICW senantiasa tendensius terhadap DPR RI.

“ICW sejak awal selalu tendensius dengan DPR-RI dengan terbentuknya Pansus Angket DPR-RI untuk KPK sebagai instrumen lembaga tinggi negara DPR-RI melakukan pengawasan dan penyelidikan terhadap kinerja KPK yang melaksanakan fungsi khusus membantu penegakan hukum dalam hal pemberantasan korupsi yang sudah berusia 15 tahun sejak diundangkannya UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Masinton beberkan tanggapannya yang pertama kepada media, Senin (28/8/2017).

Pada kenyataannya, kata Masinton, ICW menggugat keabsahan hak konstitusional DPR ke MK. ICW juga menggalang dukungan penolakan Hak Angket, pendukungnya sangat minim. Terhitung aksi-aksi ICW di depan gedung KPK maupun depan gedung DPR cuma diikuti belasan orang.

“Penolakan melalui penggalangan media sosial dengan operasi buzzer yang memperbanyak akun-akun anonim juga gagal menggalang dukungan penolakan Hak Angket lewat twitter dan facebook,” ungkap Pilitisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Baca Juga:  Kumpulkan Kader Potensial, Demokrat Tancap Gas Bahas Persiapan Pilkada Serentak di Jawa Timur

Kedua, lanjut Masinton, segala tudingan tendensius ICW tehadap Pansus Angket sejak terbentuk hingga sekarang tidak satupun terbukti. “Contohnya ICW menuduh Pansus Angket akan mengintervensi proses penanganan kasus eKTP yang sedang ditangani oleh KPK. Faktanya, hingga saat ini Pansus Angket tidak pernah mencampuri perkara yang ditangani oleh KPK,” papar Masinton.

Ketiga, ICW menuding bahwa kunjungan Pansus Angket DPR ke lapas Sukamiskin sebagai mencari-cari kesalahan KPK. Faktanya, Kedatangan Pansus Angket adalah untuk mendengar pengalaman orang-orang yang pernah menjalani proses pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan oleh KPK yang sudah memperoleh putusan vonis hakim pengadilan Tipikor. Dan Pansus Angket tidak pernah mencampuri putusan dan vonis perkaranya.

“Keempat, ICW tidak mengerti dan tidak bisa membedakan antara saksi dan masyarakat yg datang melapor ke Pansus Angket DPR. Saksi yg memberikan keterangan di Pansus Angket adalah yg terlebih dahulu diambil sumpah oleh rohaniawan, contoh Yulianis dan Niko Panji,” imbuhnya.

Baca Juga:  Tidur Sepanjang Hari di Bulan Ramadhan, Bolehkah?

Sedangkan terhadap masyarakat yang datang melapor ke Pansus Angket wajib DPR terima karena DPR adalah representasi wakil rakyat yang harus menerima setiap masukan dan kritikan serta laporan dan pengaduan masyarakat, keterangannya tidak dibawah sumpah.

“Contoh, pengaduan korban penembakan Novel Baswedan di Bengkulu yg mencari keadilan datang melapor ke Pansus Angket, berhubung laporan perkaranya tidak berkaitan dgn obyek penyelidikan Pansus Angket, maka pelaporan korban penembakan Novel Baswedan diteruskan oleh Pansus Angket kepada Komisi III DPR sebagai mitra kerja KPK,” cetusnya.

Kelima, tambah dia, ICW tidak memahami tentang safe house atau rumah aman yang disediakan oleh KPK yang melampaui kewenangan yang diatur dalam UU No.13 Tahun 2006 dengan UU No.31 Tahun 2014 perubahan tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Bahwa seluruh ketentuan standar perlindungan saksi dan korban harus mengikuti standar yang ditetapkan oleh LPSK.

“Faktanya, Niko Panji direkrut oleh penyidik KPK dan ditempatkan di rumah yang kondisinya tidak layak. Niko direkayasa sebagai saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam persidangan,” ungkapnya lagi.

Baca Juga:  PWI Minta Ilham Bintang dan Timbo Siahaan Ditegur Keras, Ini Jawaban Dewan Kehormatan

Kemudian yang keenam, ICW tidak pernah menghadiri langsung seluruh proses persidangan maupun kunjungan lapangan yg dilakukan oleh Pansus Angket, seluruh proses yang dikerjakan Pansus Angket digelar secara terbuka utk umum dan diliput oleh pers secara luas baik di persidangan maupun kunjungan lapangan. Sehingga informasi dan data yang dianalisis ICW sebagai penilaian terhadap temuan Pansus Angket, ibarat melihat emas di puncak monas dengan menggunakan sedotan pipa kecil.

“Pertanyaaan kritis untuk ICW adalah apakah mereka pernah bersuara lantang mendukung DPR membongkar praktek korupsi dalam Pansus Angket Centuri dan Pansus Angket Pelindo II ?. Apakah pernah ICW mengkritisi ataupun mempertanyakan KPK  memberikan status justice collaborator pada Nazaruddin, sebagai narapidana yang mendalangi 162 kasus korupsi Nazaruddin justru dijadikan narasumber utama oleh KPK. Bahkan keberadaan aset hasil korupsi Nazaruddin yang katanya KPK sudah disita sejumlah 500 milyar sebagian tidak diketahui keberadaannya,” urai Anggota Komisi III DPR itu menggebu-gebu.

Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 7