Hankam

Masih Relevankah Nasionalisme Saat Ini?

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Apa yang dimaksudkan dengan ‘Nasionalisme’? Menurut mantan Penasihat Menteri Negara Riset dan Teknologi Bidang Hankam (1983), Sayidiman Suryohadiprojo ‘Nasionalisme’ adalah sikap, pikiran dan perasaan anggota satu bangsa yang menyatakan keterikatan, hubungan emosional dengan bangsa dan negaranya. Disertai harapan serta usaha agar bangsa dan negaranya mempunyai tempat terhormat dan menonjol di antara negara dan bangsa lainnya.

“Harga diri orang-orang itu sangat dipengaruhi oleh keadaan negara dan bangsanya yang menimbulkan kebanggaan,” ungkap dia.

Dirinya menilai, merupakan satu kenyataan bahwa nasionalisme masih tetap kuat di seluruh umat manusia. Dengan terjadinya globalisasi banyak orang berpikir bahwa nasionalisme akan lenyap dari kehidupan manusia. Bahkan ada yang menyerukan bahwa pada akhir abad ke-20 dan sesudahnya negara tidak lagi ada batasnya dan tidak memerlukannya (nations without frontiers). Menurut mereka pengertian Negara-Bangsa (nation states) akan hilang dari kehidupan umat manusia.

Akan tetapi pandangan itu dalam perkembangan umat manusia tidak terbukti. “Memang makin banyak terbentuk asosiasi antar negara, baik dalam hubungan regional maupun dalam rangka kepentingan mereka yang lain, khususnya dalam rangka ekonomi. Akan tetapi dalam asosiasi-asosiasi itu tempat dan eksistesi negara tetap penting, tidak hilang pengertian kedaulatan satu Negara. Sedangkan faktor yang tetap kuat dalam eksistensi dan jalannya negara adalah nasionalisme,” sambungnya.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Sayidan melanjutkan ideologi merupakan satu faktor penting dalam eksistensi Negara-Bangsa sejak permulaan abad ke 20. Ada ideologi yang tidak menyukai nasionalisme, seperti komunisme, yang menilai nasionalisme merugikan kehidupan umat manusia. Namun dalam kenyataan, betapa pun kuat peran ideologi dalam satu Negara, ternyata faktor itu tidak dapat menghilangkan nasionalisme.

“Kita mengalami perseteruan yang cukup seru antara Uni Soviet yang komunis dengan RRC yang sama komunisnya, karena masing-masing mengejar kepentingan negaranya. Juga di lingkungan Barat kita melihat hubungan yang kurang serasi antara AS dan Perancis yang sama-sama berada dalam kamp liberalisme-individualisme, tetapi sering berbeda kepentingan nasionalnya,” kata dia.

Malahan RRC yang secara resmi masih negara komunis menjadi negara yang makin nasionalis serta mengejar kepentingan nasional yang tradisional pada Cina. Juga AS yang mengobarkan globalisasi, malahan makin kuat nasionalismenya setelah mendapat pukulan Al Qaeda pada 11 September 2001.

Nampak sekali bahwa nasionalisme merupakan paham mendasar bagi eksistensi satu negara. Sikap itu secara naluri timbul untuk menjamin kelangsungan hidupnya dan mewujudkan kesejahteraannya. Dalam kondisi dunia demikian bangsa Indonesia juga perlu sekali mengembangkan nasionalisme yang tangguh untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan terjaminnya kepentingan nasional bangsa Indonesia.

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

“Ada kalangan tertentu elit bangsa kita yang mencemoohkan nasionalisme; mereka menganggap nasionalisme sebagai pandangan yang ketinggalan zaman. Hakikatnya sikap kaum elit ini melemahkan dan membahayakan masa depan bangsa kita, karena bangsa Indonesia menghadapi kondisi umat manusia dengan bangsa-bangsa yang mengutamakan nasionalisme bagi perkembangan negaranya,” terangnya. (*)

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 6