Mari Berpikir Kritis dan Radikal Tentang Pancasila
Dewasa ini kita sedang menyaksikan runtuhnya Pax Americana – yang salah satu penyebabnya adalah transformasi geopolitik global dengan bergesernya pusat pertumbuhan dan kemajuan ekonomi dari kawasan Atlantik ke kawasan Pasifik. Dengan kata lain pusat peradaban dunia akan berpindah dari Amerika Serikat (AS) ke Asia Timur. Lalu di mana posisi dan prospek Pancasila dalam pertarungan ideologi dunia selama dan setelah transformasi geopolitik global ini? Jawaban atas pertanyaan ini sangat penting artinya bagi masa depan bangsa Indonesia.
Oleh: Agus Setiawan
Tidak mengherankan bila para Founding Fathers kita, begitu bersemangat menentukan lima dasar negara (waktu itu belum disebut Pancasila) dan konstitusi negara yang kita kenal sekarang dengan UUD 1945 yang begitu anti kapitalisme – yang tidak sesuai dengan Pax Americana yang mulai menggeliat setelah berakhirnya Perang Dunia II. Pax Americana adalah sistem internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) yang besifat global dan liberal, termasuk perlindungan militer tentunya.
Ketika Jenderal Suharto menjadi presiden dan memimpin Orde Baru untuk menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen – Presiden Suharto langsung berhadapan dengan AS – sehingga terpaksa Orde Baru membelah atmosfir politik nasionalnya menjadi dua dunia: “dunia bunyi-bunyian” Pancasila dan UUD 1945 dan dunia realitas yang turut mempromosikan kapitalisme internasional.
Memang tidak mudah bagi Orde Baru untuk menjaga “harmonisasi” kedua dunia tersebut. Dalam sidang MPR tahun 1978, Orde Baru kemudian meluncurkan paket P-4 sebagai sistem legitimasi sekunder yang dipergunakan sebagai tirai asap untuk menutupi realitas pelaksanaan pembangunan. Melalui penataran dengan berbagai modulnya yang diselenggarakan secara masif, Orde Baru berhasil membangun penghayatan baru atas perwujudan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila baru akan terwujud apabila seluruh hidung warga negara sudah “menghayati” dan “mengamalkan” sila-sila dari kelima prinsip Pancasila, yang di dalam P-4 sudah dijabarkan menjadi 37 butir. Bahkan ada wacana waktu itu untuk menjadi 45 butir.
Konstruksi pemahaman seperti itu tentu saja tidak sejalan dengan konstruksi pikiran Pembukaan UUD 1945. Dalam konstruksi pikiran Pembukaan UUD 1945, Pancasila diwujudkan melalui pembuatan dan pelaksanaan kebijakan negara oleh penyelenggara kekuasaan negara.
Nah, bagaimana bila gagasan cemerlang Orde Baru tersebut mengenai pelaksanaan Pancasila sekarang kita balik: konstruksi pikiran P-4, Pancasila diwujudkan melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila oleh penyelenggara negara. Melalui bangunan penghayatan seperti ini, penyelenggara kekuasaan negara tidak dapat meluputkan diri dari kewajibannya untuk mengoperasikan Pancasila dan melemparkannya kepada warga negara. Maka arah pengawasan pun berbalik arah: bukan penguasa yang mengawasi warga negara tapi warga negara yang mengawasi penguasa dalam menjalankan Pancasila.
Meminjam istilah Pak Ryamizard memang benar, bahwa perwujudan Pancasila itu akan menjadi lebih sempurna bila didukung oleh moral individu, tapi itu sifatnya sekunder. Pertama-tama perhatian kita haruslah ditujukan kepada yang primer, Pancasila sebagai “kaidah moral negara” yang seharusnya mengatur perilaku negara.
Kini sudah saatnya bangsa Indonesia berpikir kritis dan radikal untuk memahami Pancasila sebagai way of life. Terutama dengan melihat tanda-tanda perubahan zaman di tengah arus globalisasi gelombang ketiga yang begitu dahsyat. Bahkan sudah di depan mata. Bangsa Indonesia harus menyikapi dengan cerdas mengenai globalisasi dan cara kerjanya, sehingga makin dalam dan luas pula dalam memahami Pancasila. Dan agar Pancasila tidak jatuh menjadi kaidah moral individual dan berbagai penafsiran lainnya yang menodai tujuan didirikannya negara, maka Pancasila harus dibaca dalam kesatuannya dengan Pembukaan UUD 1945. Lalu bagaimana bila penyelenggara tidak menjalankan Pancasila sesuai dengan perintah pembukaan UUD 1945 di tengah maraknya aksi terorisme belakangan ini? Mungkinkah akan muncul terorisme gelombang kelima yang kembali kepada cita-cita suci memperjuangkan keadilan negara demi mewujudkan Orde Pancasila di bumi Nusantara? ***
Artikel Terkait:
Mencermati Runtuhnya Pax Americana
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945
Membangun Karakter Negara Pancasila
Membaca Ulang Pancasila Dalam Kesatuan Utuh Dengan Pembukaan UUD 1945
Membaca Arah Pembinaan Ideologi Pancasila dalam Kepres Jokowi