PolitikTerbaru

Marak Kriminalisasi, PKS Anggap Indeks Demokrasi dan Berpolitik Menurun

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Bidang Politik DPP PKS Pipin Sopian mengkritisi indeks demokrasi Indonesia yang mengalami kemerosotan dalam tiga tahun terakhir.

Meskipun Populi Center merilis hasil survei pendapat masyarakat tentang kondisi demokrasi saat ini di Indonesia. Yang menyatakan hasilnya 70,6 persen masyarakat menilai kondisi demokrasi Indonesia berjalan baik. Sedangkan 16,6 persen menjawab buruk dan sisanya tidak tahu.

Pipin mengatakan bahwa dirinya mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut indeks demokrasi Indonesia pada 2014 berada pada angka 73,04; pada 2015 di angka 72,82, dan 2016 di angka 70,09.

“Ada tiga aspek, kebebasan sipil, hak politik, dan bekerjanya lembaga demokrasi, adanya penurunan demokratisasi,” kata Pipin saat ditemui usai rilis survei Populi Center di Jakarta, Kamis (2/11/2017).

Turunnya ketiga aspek itu terlihat dari adanya upaya pemerintah melarang kebebasan berkumpul yang dijamin konstitusi. Ia mencontohkan, aksi bela Islam yang sempat dilarang karena hendak dilakukan di jalan protokol.

Baca Juga:  Wabup Nunukan Hadiri Rembug Stunting dan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim

Padahal, kata Pipin, saat itu mereka menuntut penegakan hukum yang adil dan tidak tebang pilih terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta .

Sementara, dalam aspek hak politik, angkanya menurun karena turunnya partisipasi masyarakat yang mengkritisi pemerintah. Pipin membandingkan reaksi massa saat Presiden keenam RI Soesilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga bahan bakar minyak.

“Masyarakat saat itu bergerak untuk menolak kebijakan. Di era ini, ada semacam hegemoni media seolah kenaikan BBM ini sesuatu yang harus dilakukan. Padahal hak masyarakat diabaikan,” kata Pipin.

Selain itu, Pipin menganggap ada intervensi kuat dari pemerintah dalam sistem berdemokrasi dan berpolitik. Seolah-olah ada tekanan kuat agar partai politik mendukung pemerintah dengan segala instrumen yang ada. Salah satunya instrumen hukum.

“Ada politisi yang awalnya menolak kebijakan pemerintah. Lalu dikriminalisasi. Sekarang berbalik dukung pemerintah,” kata Pipin tanpa menyebutkan politisi yang dimaksud.

Terciderainya demokrasi, kata Pipin, salah satunya terlihat dari dibentuknya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang terkait organisasi masyarakat.

Baca Juga:  Korban Soegiharto Sebut Terdakwa Rudy D. Muliadi Bohongi Majelis Hakim dan JPU

Dalam Nawacita, Jokowi menjamin rasa aman masyarakat dari segi kebebasan berkelompok dan berpendapat. Namun, kata dia, Perppu Ormas menunjukkan sebaliknya.

“Lahirnya Perppu ormas menunjukkan rasa aman publik terancam, menciderai demokrasi, mencederai negara hukum,” kata Pipin.

Pipin menganggap tidak ada kegentingan pemerintah untuk merancang Perppu tersebut. Isi peraturan tersebut dianggap menegasikan pengadilan dan memberi subjektivitas pemerintah untuk menindak ormas tertentu tanpa lewat jalur hukum.

“Harusnya partai pendukung pemerintah menolak. Jangan atas nama ideologi tapi menghalalkan segala cara,” tutur Pipin.

Reporter: Ricard Andhika
Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews

Related Posts