Budaya / SeniPuisi

Mapak Menyeberangi Senja – Puisi Mohamad Baihaqi Alkawy

Perempuan bergaun merah memandang senja (Ilustrasi). Foto: Dok. hitvknew.ru
Perempuan bergaun merah memandang senja (Ilustrasi). Foto: Dok. hitvknew.ru

Mapak Menyeberangi Senja

 

/1/

seseorang menoleh

ke wajah mapak.

hati-hati di jalan

 

mapak tertegun

petuah itu kerapkali

mengerumuni telinganya

 

aku sudah siap menjalankan

jalan yang disediakan

 

di dekat hitam batu

mapak susun kalimat

sumpah kelima

membiarkan lidah, kaki, tangan

dan hati menjadi saksi

pada apa yang terjadi

 

mapak sadar ia tak hendak

menyelinap dalam hati

yang sedang dimiliki orang asing

meski ia, suatu hari percaya

hati seseorang itu

bakal menjadi miliknya

 

tapi keyakinan seperti cahaya

dijatuhkan dan ditenggelamkan.

 

mapak menahan pandangan

membayangkan rambutnya jatuh,

kukunya patah, hatinya luruh

 

ia mulai menyeberangi senja

dengan kenangan yang berjalan-jalan

 

/2/

mapak memohon pada dirinya

supaya langit menghempaskan

cinta ke muka bumi

dalam bentuk gelombang-gelombang

 

tapi barangkali langit enggan

mewahyukan cinta di dada mapak

sebab ia sungguh lancang

membiarkan cinta mendingin

 

/3/

bukan hujan melainkan cinta, tuhan

mapak kembali mengeluh

setiap kali bertemu

seseorang dengan hati keruh

 

sambil berjalan

Baca Juga:  Ketum APTIKNAS Apresiasi Rekor MURI Menteri Kebudayaan RI Pertama

mapak tundukkan pandangan

dengan tatapan yang dipalingkan

 

agar kau tahu sempurna tubuhku,

tidakkah tuan memintaku bercerita

perihal seseorang di depan

yang bergandeng tangan

menuju kemapanan?

 

mapak merasa lengah dan kalah

sebab cinta ternyata tak membumi

melainkan menempel di kulit mimpi

 

/4/

pada garis aspal

mapak bercermin

ia rapikan rambut

menggulung wajah seoseorang

di kedua matanya

di segumpal ingatan dan perasaan

ingin yang dingin

 

cinta tak berasal dari muka bumi

melainkan dari langit

 

maka langit berencana lain

hati mapak dipanaskan

menumbuhkan bunga api

di akar cinta yang sepi

 

/5/

mapak merasakan detak jantungnya,

ujung hidungnya, telinganya, akar kukunya

segalanya disusun dari langit

 

apakah bumi selalu disesaki

keinginan untuk melupakan?

gelembung pertanyaan

mendidih di kepala mapak

yang ragu-ragu sesampainya

di tengah senja.

 

ia lihat pohon tua

usia tanah dan umur rambut

segalanya uzur pada dirinya

 

/6/

penyeberangan tertunda

mapak menyaksikan senja terbenam

menuju ke arah cinta yang menghilang

 

di sebelah barat

Baca Juga:  Pencak Silat Budaya Ramaikan Jakarta Sport Festival 2024

kaktus tumbuh menjulang

menghalangi senja

 

tapi mapak menatap cahaya tembus

ke dada seperti pelita dalam kaca

 

dadanya menyala

menerangi jalan ke seberang

 

ini adalah cahaya di atas cahaya

kata mapak mengayunkan kaki

 

cahaya di dada membimbing

kedua kaki yang menciptakan ingatan

 

tapi kenapa hati dan pikiran berguncang

melepas ikatan di sekujur badan?

 

mapak mengeluarkan

kedua tangan yang gelap gulita

dan menatap ombak di garis tangannya

 

gerak awan melamban

burung-burung mengepakkan sayap

segera mapak menggulung jalan

meletakkannya di awan

tempat sekelompok burung

kembali ke sarang

 

/7/

cinta yang sengaja dipalingkan

menyusun penyesalan yang mendalam

kata mapak seakan tahu

galib waktu menyalib rencana

 

mapak melanjutkan

menegakkan kepala

di senja yang hampir teggelam

 

di sekitarnya, asap jerami

mengepul di balik gedung

tapi mapak terus mengayunkan kaki

menyeberang dengan harapan

tanah pada hujan sore

 

mapak menatap barat

bulan sabit mulai terbit

menyinari rambut

yang digoyangkan angin

mengabarkan bahwa ia selesai

Baca Juga:  Pencak Silat Budaya Ramaikan Jakarta Sport Festival 2024

mapak sampai:

 

perjalanan adalah gelombang

kebetulan-kebetulan.

 

2015

 

Mohamad Baihaqi Alkawy,  Lahir di Toro Penujak, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Mei 1991. Banyak menulis puisi dan esai. Tulisan-tulisannya tersiar di Indo Pos, Media Indonesia, Sinar Harapan, Suara Merdeka, Suara Karya, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Bali Post, Koran Kampung, Lampung Post, Minggu Pagi, Riau Pos, JogloSemar, Radar Surabaya, Banjarmasin Post, Lombok Post, Suara NTB, Radar Lombok, Radar Mandalika, Buletin Egaliter, Jurnal Santarang, Majalah Sagang, Buletin Egaliter, dan Buletin Kappas. Juga Tersimpan dalam Buku Antologi 22 Penyair NTB, Dari Takhalli sampai Temaram (2012), Antologi Penyair Nusantara, Indonesia dalam Titik 13 (2013). Salah satu cerpennya berhasil masuk antologi Lelaki Purnama dan Wanita Penunggu Taman (2012). Bukunya berhasil terbit Antologi Esai Tuan Guru Menulis, Masyarakat Membaca (2014).

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi/berdonasi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

Related Posts

1 of 124