Berita UtamaPolitik

Mantan Ketua KPK Waspadai Radikalisme Sekuler

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Radikalisme agama dan radikalisme sekuler merupakan ancaman serius bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Demikian pernyataan Rais ‘Aam PBNU sekaligus Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin di Republika online, Senin, 27 Maret 2017 lalu.

Menurut mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufikurrahman Ruki, pernyataan tersbeut menarik untuk digarisbawahi. Dimana, kata dia, radikalisme agama selama ini sudah banyak dibahas.

“Bahkan negara telah membentuk badan khusus bernama Badan Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT) dan dilengkapi lagi sebuah detasemen khusus bernama Detasemen Khusus 88 (Densus 88),” ujar dia dalam keterangan tertulisnya yang diterima nusantaranews, Kamis (30/3/2017).

Bagi mantan Ketua KPK itu, ada hal menarik yakni negara tidak mewaspadai bahaya radikalisme sekuler yang juga bertentangan dengan ideologi negara Pancasila. Sampai saat ini tidak ada aparat negara yang berteriak keras tentang perlunya mewaspadai paham radikalisme sekuler yang merebak di Indonesia.

“Tidak ada dibentuk badan khusus penanggulangan bahaya sekulerisme. Tidak ada detasemen khusus yang ditugaskan untuk itu,” tegasnya.

Baca Juga:  Bupati Paparkan Program Prioritas Saat Safari Ramadhan di Sebatik

Ditambahkan Ruki, radikalisme sekuler, seperti dikemukakan seorang pakar sekulerisme Harvey Cox, terumuskan dalam 3 pilar sekulerisme, yaitu: 1. Dischanment of nature, 2. Desacralization of politics, dan 3. Deconsecration of values.

Dischanment of nature artinya kehidupan dunia harus disterilkan dari pengaruh ruhani dan agama. Sekuler liberal membatasi peran agama sebatas persoalan personal. Agama hanya cukup sampai dinding masjid atau gereja. Di luar itu, akal manusia lah tuhannya. Sekuler radikal ingin menyingkirkan agama dari kehidupan. Ini beda tipis dengan komunisme,” urainya.

Desacralization of politics, lanjut Ruki, artinya dunia politik harus dikosongkan dari pengaruh agama dan nilai spiritual. Politik semata urusan akal manusia. Agama dan segala simbolnya dilarang terlibat dalam urusan politik. Agama sendiri, politik itu wilayah tersendiri yang harus dipisahkan. Keduanya tidak bisa disatukan.

Deconsecration of values maksudnya tidak ada kebenaran mutlak. Nilai-nilai bersifat relatif. Doktrin ini menisbikan kebenaran yang ada dalam kitab suci. Bagi mereka kitab suci itu hanya buatan manusia. Oleh karena itu penganut paham ini suka mengolok-ngolok kitab suci mereka sendiri, termasuk kitab suci orang lain,” jelasnya.

Baca Juga:  13 Personel Polres Pamekasan Diberi Penghargaan atas Pengungkapan Kasus Narkoba Seberat 498,88 Gram

“Mudah- mudahan Indonesia bebas dari ancaman ideologi sekuler radikal ini,” tandas Ruki. (rsk/rep)

Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 36