Hukum

Mangkir Lagi, Setnov Berlindung di UU MD3

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Ketua DPR RI Setya Novanto, untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP (Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik). Pemeriksaan hari ini, Senin (6/11/2017) merupakan yang kedua kalinya setelah Setnov dipanggil untuk penyidikan dengan tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.

Pada pemeriksaan Senin, (30/10/2017) lalu, Politikus Partai Golkar itu mangkir dengan alasan sedang reses ke daerah. Nampaknya pada pemeriksaan kali ini, ia juga akan mangkir kembali.

Ketidakhadiran Setnov kali ini diketahui setelah KPK menerima surat dari Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR. Surat tertanggal (6/11/2017) itu ditandatangani Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPR, Damayanti.

“Tadi pagi KPK bagian persuratan KPK menerima surat dari Setjen dan Badan Keahlian DPR RI terkait dengan pemanggilan Ketua DPR RI, Setya Novanto sebagai saksi untuk tersangka ASS (Anang Sugiana Sudiharjo) dalam kasus e-KTP,” kata Jubir KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Senin (6/11/2017).

Baca Juga:  Korban Soegiharto Sebut Terdakwa Rudy D. Muliadi Bohongi Majelis Hakim dan JPU

Dalam surat tersebut Sekjen DPR menyatakan, Setnov tidak dapat memenuhi panggilan penyidik KPK. Sekjen DPR pun berdalih pemeriksan terhadap Setya Novanto sebagai Ketua DPR harus berdasar izin Presiden.

Hal ini, menurutnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 245 ayat (1) UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyebut ‘Pemanggilan dan Permintaan Keterangan untuk Penyidikan terhadap Anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden’.

“Surat tersebut menyampaikan lima poin yang pada pokoknya menyatakan Setya Novanto tidak dapat memenuhi panggilan KPK sebagai saksi karena menurut surat tersebut panggilan terhadap Setya Novanto harus dengan izin tertulis dari Presiden RI,” katanya.

Dalih Sekjen DPR ini terasa janggal. Hal ini lantaran Pasal 245 ayat (3) menyatakan, ketentuan sebagaimana Pasal 245 ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau disangka melakukan tindak pidana khusus.

Baca Juga:  Komplotan Oknum Koruptor di PWI Segera Dilaporkan ke APH, Wilson Lalengke Minta Hendry dan Sayid Dicekal

Pewarta: Restu Fadilah
Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 286