NUSANTARANEWS.CO – Selama ini, ada kecenderungan penderita diabetes hanya mengontrol kondisi kesehatan ginjal, hati, dan jantungnya. Padahal, kondisi kesehatan otak juga sangat penting. dr Ria Maria Theresa SpKJ menemukan cara baru untuk menjaga otak para penderita diabetes tetap sehat dan tidak cepat pikun.
Terkait dengan penelitiannya tentang khasiat tari poco-poco untuk mencegah penderita diabetes mengalami kepikunan (demensia). dr Ria meneliti keterkaitan tari poco-poco dengan pencegahan kepikunan sejak Desember 2013. Pada awal penelitiannya, Ria tidak langsung memilih tari poco-poco sebagai objek. Dia sempat berencana menggunakan tari saman asal Aceh.
’’Saya khawatir penderita diabetes mengalami kesulitan saat duduk dalam waktu lama. Apalagi kebanyakan responden saya berumur 45–59 tahun,’’ ujar Alumni FK UPN Veteran Jakarta itu.
Setelah berkonsultasi dengan dosen-dosen di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Ria akhirnya memilih tari poco-poco. Bagi para penderita diabetes, tari asal Manado itu cukup akomodatif. Irama lagunya enak dan gerakannya mudah diikuti. Responden tidak repot melakukannya. Kalangan tua sekalipun.
Ria menjelaskan, dalam kasus penderita diabetes, umumnya kesehatan otak terabaikan. Pasien hanya berfokus mengontrol atau melihat kondisi ginjal, jantung, dan hati mereka. Padahal, kadar gula yang berlebih bisa menurunkan kesehatan otak. Di antaranya berujung pada kepikunan lebih cepat. Jika lima tahun berturut-turut kondisi gula dalam darah terus tinggi, kepikunan bisa datang lebih cepat.
Dokter spesialis jiwa itu mengatakan, tari poco-poco bisa menjadi alternatif pengobatan tambahan bagi para penderita diabetes. Selama ini mereka hanya diberi senam diabetes dan senam jantung sehat untuk melatih fisik. Senam diabetes dilakukan untuk menekan kadar gula dalam darah. Sedangkan senam jantung sehat dilakukan untuk menjaga kesehatan jantung.
’’Nah, tari poco-poco untuk mencegah supaya penderita diabetes tidak cepat pikun,’’ tandasnya.
Menurut Ria, menjadi penderita diabetes plus pikun dapat mengurangi kualitas hidup. Hidup menjadi tidak mandiri. Perawat atau keluarga yang mendampingi sering dibuat kesal. Misalnya, dia lupa kalau baru saja makan.
’’Yang paling parah, dia tidak mengenal anak-anak dan keluarganya lagi. Ini kan tidak enak,’’ ujar Ria.
Di penelitian itu, Ria tidak asal-asalan dalam memilih responden. Tidak semua penderita diabetes dia ajak untuk menjadi responden penelitian. Ria hanya memilih penyandang diabetes yang juga mengalami hendaya kognitif ringan.
’’Gangguan hendaya kognitif ringan ini hampir pikun. Tapi, belum benar-benar demensia,’’ terang Ria.
Di antara 200 calon responden yang dia pilih dari Depok dan Jakarta, tersaring 48 orang. Kemudian, yang bersedia mengikuti penelitian hanya 40 orang. Di antara 48 calon responden itu, ada yang tidak mendapat izin dari keluarga karena penelitian tersebut melewati proses pencitraan resonansi magnetik (MRI).
Setelah responden ditetapkan, latihan poco-poco pun dimulai. Pada pertemuan pertama hanya diperkenalkan satu gerakan. ’’Itu pun ada yang sempat tabrakan karena bingung gerakannya,’’ kata Ria.
Secara keseluruhan, senam poco-poco itu berlangsung 24 kali atau sekitar tiga bulan. Setiap pertemuan berdurasi 30 menit. Perinciannya, 5 menit pertama pemanasan, 20 menit tari inti, dan 5 menit terakhir pendinginan.
’’Setelah berjalan beberapa kali, peserta merasa enjoy. Bahkan, mereka minta diulang lagi, diulang lagi. Rupanya mereka mulai ketagihan,’’ jelas Ria, yang tersenyum mengingatnya.
Keterkaitan antara tari poco-poco dan pencegahan kepikunan pada penderita diabetes terletak pada harmonisasi antara irama lagu dan gerakan tari poco-poco yang banyak. Hubungan tari dan kemampuan mengingat sangat erat.
’’Bisa memadukan antara gerakan tari dan musik itu membutuhkan otak yang bagus,’’ jelas dia.
Secara sederhana, dia mengatakan, gerakan tari poco-poco ternyata mampu merangsang fungsi kognitif pada otak. Tepatnya fungsi eksekutif. Pada orang pikun, fungsi eksekutif itu cenderung melemah.
Manfaat lain yang terpantau dari tari poco-poco, gerak para penderita diabetes manula tersebut semakin lentur. Misalnya, ketika berjalan naik atau turun tangga, mereka sudah jarang terjatuh. Biasanya, kata Ria, orang yang mengalami gangguan otak sering terjatuh saat naik atau turun tangga. Penyebabnya, antara lain, dia selalu merasa kakinya sudah menyentuh anak tangga, padahal masih jauh. (Andika)