Budaya / SeniKhazanah

Makanan Khas dalam Pagelaran Tradisi Malam Selikuran di Solo

Tradisi malam selikuran di keraton surakarta. (FOTO: Tribunnews)
Tradisi malam selikuran di keraton surakarta. (FOTO: Tribunnews)

NUSANTARANEWS.CO –  Masih tentang perayaan malam ganjil di sepuluh malam terakhir ramadan. Tradisi malam ganjil pada sepuluh malam terakhir ramadhan dikenal di berbagai pulau Jawa. Tradisi tersebut juga dikenal sejak dahulu kala di wilayah Keraton Surakarta.

Dilansir dari website resmi Pemerintah Kota Surakarta, masyarakat Jawa dalam hal ini Kraton Surakarta mengenal tradisi malamselikuran sebagai tradisi budaya sekaligus ritual religius yang memiliki banyak makna dan nilai-nilai positif di dalamnya.

Sebagaimana tradisi kraton lainnya, Tradisi adat kraton surakarta dakam menyelenggarakan peringatan nuzulul quran dan menyambut datangnya lailatul qadar memiliki ketentuan tersendiri dengan berpedoman pada Serat Ambya. Dimana di dalamnya tersirat bahwa pada malam mulai tanggal 21 Ramadan adalah waktu yang diyakini sebagai waktu turunnya Nabi Muhammad dari Jabal Nur tempat diturunkannya ayat-ayat pertama Alquran.

Serat Ambya juga juga menjadi sumber tatanan keraton dalam meyakini bahwa pada malam lailatulqadar Allah SWT menurunkan anugerah yang setara dengan seribu bulan kepada Rasul. Oleh karenanya, kalangan keraton dan seluruh masyarakat adat jawa mengharapkan dapat bertemu dengan malam yang penuh dengan keberkahan tersebut.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Banyak hal unik yang dapat kita temukan dalam tradisi malam selikuran ala Keraton Surakarta. Di antara hal menarik tersebut salah satunya sajian yang biasanya ada dalam acara tersebut yang dinamakan dengan Tumpeng Sewu (tumpeng seribu). Tumpeng sewu menjadi ikon menarik, karena selain akan diperebutkan oleh semua orang yang hadir nantinya, sebelumnya tumpeng diarak dalam kirab tumpeng dan lampu ting yang berakhir di Joglo Sriwedari.

Tumpeng sewu pada dasarnya hampir sama dengan tumpeng-tumpeng pada umumnya yaitu nasi dengan bentuk kerucut yang disajikan dengan berbagai lauk pauk. Hanya saja tumpeng sewu ini dikemas dalam wadah-wadah kecil, dengan ukuran yang menyesuaikan.

Nah, anda pasti juga penasaran dengan apa saja isian tumpeng sewu khas Keraton Surakarta. Dalam penyajiannya setiap bungkus tumpeng terdiri dari nasi putih gurih, jabai hijau besar utuh, kedelai hitam goreng, irisan mentimun dan telur puyuh. Meski terlihat cukup sederhana, namun ternyata memiliki makna tersendiri.

Baca Juga:  Tradisi Resik Makam: Masyarakat Sumenep Jaga Kebersihan dan Hikmah Spiritual Menyambut Ramadan

Nasi yang putih konon memiliki makna kesucian hati sekaligus doa dan harapan bahwa memasuki hari-hari terakhir di bulan suci semua orang meraih kembali kemurnian hatinya masing. Sementara satu cabai hijau utuh melambangkan ketauhidan bahwa Allah Maha Esa.

Penulis: Mugi Riskiana

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,144