Mancanegara

Maduro Harus Bekerja Keras Melawan Arogansi Elit Komprador dan Oligarki di Venezuela

Maduro Harus Bekerja Keras Melawan Arogansi Elit Komprador dan Oligarki di Venezuela
Nicolas Maduro tampaknya harus kembali bekerja keras melawan arogansi elit komprador dan oligarki di Venezuela. (Foto: Jhonn Zerpa/AP)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaNicolas Maduro tampaknya harus kembali bekerja keras melawan arogansi elit komprador dan oligarki di Venezuela.

Dalam sejarahnya, Venezuela tak bisa dipandang sebelah mata ihwal contoh gerakan melawan penindasan oleh supremasi kulit putih yang didukung Amerika Serikat (AS). Hugo Chavez kemudian muncul sebagai pahlawan yang mampu mendobrak monopoli kekayaan dan kekuasaan yang berada di tangan kulit putih.

Supremasi kulit putih telah membuat rakyat pribumi Venezuela hidup menderita dalam jurang kemiskinan. AS sendiri disebut-sebut menutup mata terhadap perilaku korup orang-orang kulit putih yang berkuasa. Bahkan, membiarkan penindasan dan kekejaman mereka terhadap kaum pribudi yang tercermin dalam peristiwa pembantaian Caracazo pada tahun 1989 di mana tanpa pandang bulu pasukan keamanan membunuh 3.000 pengunjuk rasa dengan tangan dingin.

Akibat penindasan yang brutal, akhirnya muncul gerakan perlawanan rakyat pribumi terhadap arogansi oligarki kulit putih sampai akhirnya rakyat berhasil merebut kekuasaan secara demokratis yang merubah sejarah Venezuela.

Peristiwa ini ditandai dengan terpilihnya Hugo Chavez sebagai presiden Venezuela pada 1998 silam. Tak hanya itu, kepemimpinan Chavez dengan Revolusi Bolivarian pada gilirannya menjadi ruh bagi gerakan Revolusi Amerika Latin dalam skala lebih luas.

Baca juga: Juan Guaido, Politikus Berusia 35 Tahun Penentang Kepemimpinan Nicolas Maduro

Baca juga: Belajar Dari Revolusioner Venezuela, Hugo Chavez

Selama memimpin, Chavez telah mengubah Venezuela menjadi negara kesejahteraan sosialis, sembari terus memimpin Revolusi Amerika Latin pada skala benua. Sebuah gerakan revolusi yang membebaskan 12 negara di wilayah tersebut dari dominasi imperialis AS. Keberhasilan ini telah menjadikan Chavez sebagai inspirator perlawanan global terhadap neokolonialisme Barat di abad 21.

Baca Juga:  Militer Israel Kawal Aksi Pemukim Zionis Bakar Pemukiman Paletina di Tepi Barat

Namun begitu, gurita imperialisme AS dan barat tampaknya menjadi salah satu perkara yang terlupa oleh Chavez. Dan harus diakui, hegemoni Pax Americana dan dollar masih menguasai dunia hingga hari ini. Tidak mengherankan jika reformasi ekonomi Chavez yang kemudian dilanjutkan oleh Maduro tidak dapat berjalan mulus.

Ironisnya, perdagangan Venezuela sebagian besar adalah dengan AS. Malah kekayaan minyak itu sendiri yang kemudian menjadi malapetaka yang membanjiri utang luar negeri Venezuela. Akibatnya, industri minyak malah menyandera Venezuela. Apalagi refinery minyaknya tidak dibangun di Venezuela tetapi di Trinidad dan di negara-negara Teluk AS bagian selatan. Inilah salah satu faktor yang melemahkan industri strategis Venezuela karena industri minyaknya berada di tangan AS.

Situasi makin runyam akibat ulah para elit komprador dan oligarkis korup Venezuela yang membiarkan pembangunan dalam negerinya dikendalikan oleh Bank Dunia dan IMF. Termasuk kebijakan menjaminkan cadangan minyak serta aset sektor minyak negara sebagai jaminan untuk utang luar negeri.

Dengan kata lain, jika pemerintah Venezuela gagal bayar tepat waktu atas utang luar negerinya maka pemegang obligasi dan perusahaan minyak utama AS akan berada dalam posisi yang sah untuk mengambil alih kepemilikan aset minyak Venezuela.

Tidaklah mengherankan jika upaya Chavez mereformasi ekonomi Venezuela tidak mudah dan selalu mendapat gangguan serius. Chavez melakukan sejumlah langkah penting pendapatan minyaknya untuk membangun infrastruktur dan peningkatan standar hidup seperti kesehatan, pendidikan, membuka lapangan pekerjaan dan lain-lain serta mendorong produktivas rakyatnya yang miskin.

Baca Juga:  Rezim Kiev Terus Mempromosikan Teror Nuklir

Apalagi Chavez belum sepenuhnya mampu mengendalikan korupsi di sektor minyak serta membendung para penjarah kekayaan negara yang memindahkan kekayaannya ke luar negeri sambil melarikan diri. Tidak mengherankan menjadi sukar bila AS yang berada di balik layar dengan menggunakan ‘trik kotor’ untuk menghentikan upaya Chavez menjalankan rerformasi ekonomi yang pro rakyat pribumi.

Hari ini Maduro jelas mengalami kesulitan yang tidak ringan untuk menyelamatkan ekonomi Venezuela tanpa gangguan dari AS. Sebab kebijakan luar negeri Washington masih tetap fokus pada minyak, seperti halnya invasi militer AS ke Irak di bawah rezim Dick Cheney. Bahkan, sampai hari ini Venezulea tetap diperlakukan sebagai perpanjangan tangan ekonomi AS, terutama terkait dengan cadangan minyak terbuktinya yang merupakan 20% cadangan minyak dunia.

Dengan menggunakan berbagai trik seperti menjatuhkan sanksi ekonomi, AS dapat mengunci akses Venezuela ke deposito bank AS dan aset Citco miliknya. Jika Venezuela tidak dapat membayar hutang luar negerinya, AS mempunyai alasan untuk mengambil alih sumber daya minyak Venezuela dan menyita asetnya.

Seperti diketahui, Maduro gagal menarik emas Venezuela dari Bank of England dan Federal Reserve. AS bahkan mempertontonkan arogansinya sekaligus sebagai peringatan kepada negara-negara lain bahwa cadangan emas resmi asing dapat disandera oleh kebijakan luar negeri AS, dan bahkan oleh pengadilan AS.

Baca Juga:  Atas Instruksi Raja Maroko, Badan Asharif Bayt Mal Al-Quds Meluncurkan Operasi Kemanusiaan di Kota Suci Jerusalem selama Ramadhan

Serangan ekonomi AS terhadap Venezuela telah menunjukkan kepada negara-negara lain perlunya tempat berlindung dan transaksi yang aman untuk emas, cadangan devisa dan pembiayaan utang luar negeri yang jauh dari jangkauan sistem ekonomi imperialis-kapitalis AS.

Maduro, jika ingin menang melawan perang asimetris yang dilancarkan AS, tampaknya harus bergerak di luar sistem Bank Dunia dan IMF. Mencari dukungan diplomatis dari negara lain untuk mem-bypass sistem keuangan AS dengan meminta bantuan Cina dan Rusia agar menyediakan mekanisme kliring bank alternatif, sekaligus sebagai tempat penyimpanan yang aman untuk emas Venezuela bila dapat diperoleh kembali dari New York dan London.

Kini, Maduro tampaknya harus menghadapi tantangan berat lainnya. Sebab, AS diprediksi akan menjalankan opsi kedua setelah gagal menjatuhkan Maduro lewat sankai ekonomi. Bahkan, penasihat keamanan nasional Gedung Putih, John Bolton telah memperingatkan pemerintah Venezuela soal kemungkinan aksi militer terhadap negara beribukota Caracas karena dianggap telah berani melawan keinginan Washington.

Bolton juga menambahkan bahwa Panglima Komando Selatan AS, Laksamana Craig Faller siap untuk mengerahkan armadanya ke Venezuela.

Sebagai tambahan, sejak kematian Chavez dan suksesi Maduro pada 2013, ekonomi Venezuela yang kaya minyak terus memburuk. Sebab, kelompok oposisi yang dipimpin Juan Guaido terus-menerus menyalahkan kebijakan Maduro. Sementara itu, kelompok pendukung Maduro menuding bahwa meningkatnya sanksi AS sengaja dirancang untuk memaksa Maduro melepaskan jabatannya.

(ags/eda)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,052