Berita UtamaFeaturedKolomOpini

Law Dimising of Return Terhadap President Jokowi, Jokowi Membutuhkan Habib Rizieq untuk Recovery

NUSANTARANEWS.CO – Dalam hukum ekonomi yang dimaksud dengan law diminising of return adalah tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu produk atau barang yang semakin menurun. Saya mencoba untuk memberikan analisis teks ekonomi terhadap korelasinya dengan Presiden Jokowi. Kita semua tahu dan paham bahwa isu mobil Esemka menjadi feeding utama naiknya popularitas Jokowi di Pentas Nasional. Isu mobil Esemka mengelinding bagaikan Arus tsunami yang menghancurkan agenda politik Jakarta. Di tahun 2010, semua mata politik dan semua mata media tertuju pada Jokowi, Jokowi menjadi pusat pusaran pemberitaan media termasuk munculnya relawan-relawan Jokowi yang tumbuh bak Jamur di musim hujan.

Dahaga masyarakat Indonesia terhadap Jokowi semakin hari semakin membuat orang-orang khususnya masyarakat komunitas politik, aktivis, korporasi serta kaum sekuler, liberal merasa haus melihat penampilan sederhana Jokowi dan segudang prestasi yang diblow up oleh media media mainstream secara massive. DKI sebagai barometer Nasional dijadikan sebagai trigger pertama untuk memenuhi rasa haus masyarakat. Setting Politik opini terhadap tingkat kepuasan masyarakat Jakarta terhadap kepemimpinan Fauzi Bowo didegradasi oleh media dan para politisi. Jokowi mulai dihembuskan sebagai salah satu figur kuat untuk menjadi Gubernur DKI.

Terpilihnya Jokowi sebagai Gubernur DKI 2012 mengalahkan incumbent adalah sebuah fenomena langka dalam pemilihan Gubernur DKI disebabkan oleh efek mobil Esemka, maupun elastisitas dan prefrensial kepuasan masyarakat DKI bahkan nasional terhadap sosok  Jokowi adalah sebagai masa depan Indonesia. Popularitas Jokowi mengalahkan popularitas partai politik bahkan mengalahkan popularitas ketua partai politik yang sudah terlebih dahulu eksis pada pentas politik nasional.

Baca Juga:  PMP DIY Gelar Tasyakuran Atas Kemenangan Prabowo-Gibran Satu Putaran

Jokowi terpilih sebagai Gubernur DKI ternyata tidak menurunkan elastisitas pasar politiknya, justru elastisitas politik Jokowi mengalahkan elastisitas politik Megawati, Prabowo, Jusuf Kalla, Aburizal Bakri dan SBY. Mata media, mata para politisi dan ekonom menunjuk ke arah Jokowi sebagai Calon Presiden RI untuk mengantikan SBY. Bahkan Megawati sendiri pun merelakan PDIP untuk mencalonkan Jokowi sebagai Calon Presiden RI 2014-2019.

Mengapa Megawati mengalah dan PDIP mencalonkan Jokowi?, pada hal dalam rakernas PDIP di Bali telah memutuskan Megawati sebagai calon tunggal Presiden RI. Pertama, Popularitas Jokowi maupun elastisitas preferensi kepuasaan masyarakat terhadap Jokowi lebih besar dibanding Megawati. Kedua, harapan tingkat kepuasaan masyarakat terhadap Jokowi sangat besar.

Popularitas serta elastisitas kepuasaan masyarakat terhadap figur Jokowi semakin meningkatkan paska Jokowi terpilih jadi Gubernur DKI. Kemudian setelah Jokowi terpilih menjadi President RI, Basuki Tjahja Purnama naik mengantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI. Naiknya Ahok sebagai Gubernur DKI, ternyata menjadi bom waktu bagi Jokowi.

Ahok benar benar menguras tingkat elastisitas serta preferensi kepuasaan masyarakat baik DKI maupun secara nasional khususnya di kalangan Umat Islam. Selain itu, kasus kasus yang melibatkan Ahok menjadi pedal rem berhentinya elastisitas politik Jokowi maupun turunnya kepuasan masyarakat secara nasional. Ahok benar-benar menjadi stigma negatif terhadap penurunan tingkat kepuasaan masyarakat terhadap Jokowi. Pada sisi lain, law diminising of return atau turunnya kepuasaan masyarakat terhadap Jokowi juga disebabkan gaya kepemimpinan Jokowi yang cenderung melawan arus kepentingan nasional. Gaya kepemimpinan Jokowi seperti memberikan pembebasan visa pada 174 negara tanpa memikirkan kepentingan nasional adalah salah satu penyebab turunnya kepuasan masyarakat terhadap Jokowi.

Baca Juga:  Pleno Perolehan Suara Caleg DPRD Kabupaten Nunukan, Ini Nama Yang Lolos Menempati Kursi Dewan

Pada sisi pembangunan ekonomi, Jokowi memperbolehkan arus masuknya tenaga kerja China bekerja pada proyek proyek yang dibiayai China di Indonesia adalah juga menjadi penyebab turunnya  kepuasan masyarakat terhadap Jokowi. Demikian juga pembangunan infrastruktur yang mengandalkan  pinjaman dari Negara China seperti Kereta Cepat Jakarta- Bandung, MRT dan LRT jelas jelas menyalahi Pasal 33 UUD45/2002 Justru mempercepat turunnya rasa kepuasan terhadap kepemimpinan Jokowi. Jokowi di anggap telah memberikan fasilitas monopolistik  kepada Pemerintah China serta investor swasta China pada sektor infrastruktur, Industri, dan industri pertambangan. Pembangunan Infrastruktur yang dibiayai dari pinjaman China sangat menghawatirkan kondisi sosial, ideologi serta Ekonomi masyarakat secara nasional, adalah juga menjadi penyebab turunnya elastisitas serta hukum law diminishing of return. Arus hukum semakin menurunnya kepuasan masyarakat Indonesia terhadap kemampuan Jokowi. Masyarakat Indonesia mulai panik melihat gonjang ganjing politik, hukum dan ekonomi terhadap kepemimpinan Jokowi.

Law diminising of return atau hukum penurunan kepuasan masyarakat terhadap Jokowi yang disebabkan dari gaya kepemimpinan Jokowi seperti seringnya gonta ganti kabinet, penerbitan Perpu Pembubaran Ormas yang tidak sesuai dengan UU. Disamping itu, program-program Jokowi dalam pembangunan ekonomi untuk pertumbuhan ekonomi yang berasal dari pinjaman dari Pemerintah China, serta investasi swasta China di Indonesia ternyata justru malah memperlebar defisit APBN serta memicu resiko fiskal baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Baca Juga:  Rusia Menyambut Kesuksesan Luar Angkasa India yang Luar Biasa

Hal hal tersebut di atas menjadi penyebab law diminising of return. Habib Rizieq Shihab (HRS) lah menjadi faktor menentukan untuk menaikan kepuasan masyarakat khususnya pemilih Muslim terhadap Jokowi. Mengapa HRS?, ya pertama, HRS telah membuktikan pada pilkada DKI. Ahok didukung oleh partai politik besar, korporasi besar dan pihak penguasa justru dikalahkan oleh penolakan HRS terhadap Ahok. Kedua, secara politik HRS memiliki saluran efektif pesan pesan sosial, ideologi, Islam, politik dan ekonomi ke akar rumput melalui FPI, melalui Ormas Islam, melalui para Habib, melalui para Ustadz, dan melalui para tokoh tokoh Islam maupun lewat media sosial. Di samping itu, HRS tidak memiliki beban politik, beban sosial maupun beban ekonomi terhadap Umat Islam. Apabila HRS semakin ditekan, didzolimi, difitnah serta dibully malah semakin memperkuat karakter perlawanan HRS atas ketidak adilan penguasa, kebangkitan komunisme dan sekularisme.

Penulis: Habil Marati
Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 65