OpiniRubrika

Larangan Politisasi Masjid: Efek Sekulerisme?

NUSANTARANEWS.CO – Guru besar Sejarah dan Peradaban Islam dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra mengimbau agar masjid tidak lagi dijadikan tempat untuk menyampaikan pesan bertujuan merebut politik kekuasaan. Ia mengatakan harus ada sanksi bagi pihak yang menggunakan fasilitas seperti kantor pemerintah dan rumah ibadah untuk menyampaikan pesan kampanye politik kekuasaan. Dalam konteks yang lebih tinggi yaitu penyampaian nilai-nilai kepemimpinan, berpolitik yang santun dan juga menyampaikan pesan pendidikan politik kepada masyarakat. “Kalau politik kekuasaan jangan. Apalagi menggunakan kitab suci yang maknanya sekenanya sendiri,” ujar Azyumardi, seperti dilansir dari republika.co.id.

Memang benar, berkampanye praktis dalam rumah ibadah dilarang. Namun, sangat tidak bijak bila umat islam diminta tidak berpolitik di rumah ibadah seperti masjid. Pasalnya, kehidupan politik tak pernah bisa dilepas dari islam. Politik dan islam menjadi satu kesatuan yang tidak terpisah. Padangan sebagian masyarakat yang mengidentikkan politik sebatas kursi berebut kekuasaan dan jabatan tentu menyempitkan makna politik yang sebenarnya. Padahal, berbicara politik tak melulu tentang kekuasaan, pemilu, kemenangan, ataupun pencalonan kepala daerah maupun presiden.

Baca Juga:  Polisi di Sumenep Bantu Warga Dorong Kendaraan Terjebak Banjir

Oleh karenanya, perlu kiranya kita memahami makna politik yang sebenarnya agar tak salah mengartikan politik dalam pengertian yang sempit. Politik, secara bahasa dalam bahasa Arab disebut as-siyasah yang berarti mengelola, mengatur, memerintah dan melarang sesuatu. Politik adalah riayah su’unil ummah yang berarti mengatur urusan umat. Anggota Dewan Kehormatan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Fuad Amsyari, mengatakan  dalam berpolitik, Islam menjadi pijakan utama, di mana aspek politik dalam Islam berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah. Dia menekankan bahwa Islam tidak bisa lepas dari sebuah tatanan kehidupan bernegara.

Islam adalah agama yang mengatur seluruh persoalan kehidupan. Islam tak sekedar agama ritual yang hanya mengatur masalah sholat, puasa, zakat, haji, dan akhlak. Tatkala islam tak berpolitik, maka tak ada seruan jihad kyai dan santri dalam mengusir penjajah agar Indonesia merdeka. Bila Rasulullah saw tak berpolitik, tak akan ada negara islam di Madinah hingga rahmatnya sampai ke nusantara. Politik islam tak sekedar meraih kekuasaan atau simpati untuk memenangkan pertarungan dalam pemilu. Politik islam lebih dari itu. Mengkritik kebijakan penguasa yang mendzolimi rakyat adalah wujud politik islam. Memberi alternatif penyelesaian persoalan kehidupan dengan solusi islam merupakan aktifitas politik. Bahkan menyampaikan kriteria negara dan pemimpin yang sesuai syariat islam juga bagian dari wujud politik islam.

Baca Juga:  Tak Lagi Pimpin Pidie Jaya, Said Mulyadi Aktif Jadi Dosen

Jika memaknai islam sebatas agama yang tak perlu dicampuadukkan dengan politik, salah besar. Pemikiran semacam ini tak lepas dari pemikiran sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Masjid dijadikan sekedar tempat ibadah ritual. Inilah wujud sekulerisasi kehidupan.  Wajar bila banyak pemimpin atau pejabat menganggap agama dan politik harus dipisahkan di ruang yang berbeda. Agama tak boleh berperan dalam urusan politik. Begitulah pemikiran sekulerisme yang sudah dijajakan barat dalam menjangkiti pemikiran  umat islam.

Melarang bicara politik di masjid sama halnya mengamputasi ajaran islam sebagai sistem kehidupan. Larangan semacam ini bisa memicu islamofobia. Islam menjadi teman bila sekedar ibadah ritual, tapi dianggap ancaman ketika berpolitik.  Bukankah terlalu berlebihan bila berbicara, berceramah, berkhutbah, berpidato bahkan berdakwah politik menjadi hal yang dicurigai hingga dilarang? Patutu digarisbawahi bahwa islam datang untuk memecahkan persoalan bukan menjadi ancaman. Jika islam politik dianggap ancaman, sejatinya yang merasa terancam adalah sistem kapitalisme beserta derivatnya seperti liberalisme, imperialisme dan berbagai produk pemikiran barat lainnya.

Baca Juga:  Safari Ramadhan, Pj Bupati Pamekasan Buka Bersama 10 Anak Yatim di Kecamatan Pademawu dan Galis

 

Penulis: Chusnatul Jannah, Lingkar Studi Perempuan Peradaban

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Related Posts

1 of 3,144