Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merayakan ulang tahun yang ke-72 pada Selasa 29 Agustus. Dalam usia tersebut, DPR telah melalui perjalanan yang begitu panjang, dengan berbagai nama dan bentuk kelembagaan.
Dimulai dari Komite Nasional Indonesia Pusat yang dibentuk atas dasar Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tanggal 29 Agustus 1945. Total terdapat 18 periode keanggotaan yang telah dilalui oleh DPR sejak era KNIP, yaitu DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat, DPRS, DPR hasil Pemilu Pertama, DPR setelah Dekrit Presiden, DPR Gotong Royong (DPR-GR), DPR-GR minus PKI, DPR-GR Orde Baru, dan DPR hasil Pemilu ke-2 hingga ke-11 saat ini.
Pelaksanaan Fungsi Legislasi
Memasuki tahun ketiga periode keanggotaan 2014-2019, pelaksanaan fungsi legislasi tidak hanya didasarkan pada pencapaian target dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). DPR terus berupaya agar undang-undang yang dihasilkan dapat diimplementasikan seefektif mungkin dan memiliki visi jauh ke depan. Sebagaimana praktek di negara demokrasi yang telah mapan, over regulated sangat dihindari. Ke depan perencanaan legislasi di DPR hendaknya tidak hanya bertumpu pada sejumlah RUU yang ditargetkan. Oleh karena itu, DPR bersama Pemerintah perlu mengevaluasi bentuk Prolegnas yang selama ini masih menitikberatkan pada jumlah.
Baca juga: Anti Korupsi, Arah Baru bagi Pembangunan Masa Depan
Dalam pelaksanaan fungsi legislasi pada Tahun Ketiga 2016-2017, DPR telah menyelesaikan pembahasan sebanyak 17 (tujuh belas) rancangan undang-undang (RUU) menjadi undang-undang (UU). Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sidang sebelumnya yang menyelesaikan 16 (enam belas) RUU. Meskipun meningkat, kita dituntut untuk terus bekerja keras agar target Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tercapai. Kinerja legislasi DPR juga dipengaruhi oleh politik legislasi pemerintah dan semangat dalam proses penyelesaiannya. Untuk itu, diperlukan sinergitas antara DPR dan Pemerintah dalam melaksanakan Prolegnas sehingga capaian kinerja legislasi akan meningkat setiap tahun, baik kuantitas maupun kualitas. Kekuasaan membentuk undang-undang memang berada di tangan DPR sesuai Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Tahun 1945.
Namun dalam pembahasannya dilakukan bersama-sama antara DPR dan Pemerintah. Sejauh ini, RUU yang kita selesaikan menjadi undang-undang selalu membawa amanat rakyat, seperti Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan perlindungan terhadap penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik, Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No. 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Selain itu, DPR RI juga melakukan penyempurnaan dan penguatan demokrasi substansial melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Beberapa RUU yang belum selesai dalam tahap pembahasan di DPR antara lain disebabkan terjadinya perbedaan pendapat terhadap substansi RUU yang sangat mendasar, baik antar-fraksi maupun antara DPR dan Pemerintah, bahkan antar-wakil Pemerintah dari beberapa kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian yang terlibat dalam pembahasan bersama DPR. Pengambilan keputusan melalui suara terbanyak, meskipun dimungkinkan, merupakan pilihan terakhir, karena sedapat mungkin pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah mufakat sebagai cerminan semangat dan jiwa bangsa Indonesia. Proses musyawarah mufakat tentu memerlukan waktu, sehingga penyelesaian RUU sering menjadi tertunda. Hal tersebut dilakukan agar undang-undang yang dihasilkan nantinya benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Pelaksanaan Fungsi Anggaran
Dalam pelaksanaan fungsi anggaran, DPR sudah menyelesaikan pembahasan dan menyetujui RUU tentang APBN Tahun 2017, RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2015, RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2016, RUU tentang APBN Perubahan Tahun Anggaran 2017, Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Tahun 2018, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018.
Baca juga: Resolusi 2017: Indonesia Harus Capai Clean Government
Dalam setiap pembahasan APBN bersama dengan pemerintah, DPR berpedoman dan berupaya mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya melalui alokasi dana desa pada tahun 2017 sebesar Rp 60 triliun, meningkat 188,93 persen dibandingkan tahun 2015 yang merupakan tahun pertama dialokasikannya dana desa.
Upaya lain adalah peningkatan porsi alokasi transfer ke daerah dalam anggaran belanja negara. Sejak tahun 2015, rata-rata porsi alokasi transfer ke daerah mencapai 36,32 persen setiap tahunnya. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan 5 tahun lalu yang hanya 32,09 persen. Pilihan politik anggaran ini didasarkan pada keyakinan DPR bahwa percepatan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia hanya dapat dicapai dengan mempercepat proses pembangunan di seluruh daerah, dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote.
Dalam setiap pembahasan anggaran negara, DPR juga tetap memperhatikan pertimbangan yang disampaikan oleh DPD RI melalui Badan Anggaran. Selain itu, DPR diharapkan dapat meningkatkan fungsi pengawasan pelaksanaan keuangan negara di kementerian/lembaga sehingga tercipta check and balances terhadap keuangan negara.
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan fungsi pengawasan DPR pada Tahun Sidang 2016-2017 dilakukan melalui rapat dan kunjungan kerja, baik pada masa reses maupun kunjungan kerja spesifik berdasarkan isu yang berkembang. Pelaksanaan fungsi pengawasan DPR sangat dinamis sesuai dengan perkembangan dan kondisi di masyarakat. Pengawasan yang dilakukan DPR merupakan bagian dari prinsip checks and balances dalam sistem kekuasaan dan ketatanegaraan.
Selama Tahun Sidang 2016-2017, DPR telah membentuk 2 (dua) Panitia Khusus (Pansus) non-RUU, yaitu Panitia Angket DPR RI terhadap Pelindo II dan Panitia Angket DPR RI tentang Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan KPK. Selain itu, DPR juga telah membentuk 7 (tujuh) Tim Pengawas, antara lain Tim Pengawas DPR RI terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Tim Pemantau DPR RI terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua serta Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Tim Pengawas DPR RI tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pansus dan Tim Pengawas merupakan bentuk komitmen DPR dalam rangka memberikan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan memberikan kepastian pelayanan dan hukum kepada masyarakat.
Selanjutnya, DPR juga membentuk 65 Panitia Kerja (Panja) pada Alat Kelengkapan DPR dan 13 Panja di antaranya telah menyelesaikan tugas serta menghasilkan rekomendasi. Selain itu, DPR melalui Komisi telah memberikan pertimbangan dan persetujuan pengangkatan terhadap 15 (lima belas) pejabat publik. DPR juga telah memberikan pertimbangan terhadap 23 (dua puluh tiga) Calon Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk negara-negara sahabat/organisasi internasional dalam rangka memperkuat eksistensi Indonesia di kancah internasional.
Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan fungsi pengawasan, maka DPR juga perlu menghimpun, menyerap, dan menindaklanjuti pengaduan dan aspirasi masyarakat. Pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat yang disampaikan ke DPR saat ini telah difasilitasi dalam berbagai bentuk dan media, mulai dari surat pengaduan tertulis, kunjungan langsung, mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi-komisi DPR terkait, sampai dengan pesan singkat (SMS) dan situs resmi DPR. Perubahan terpenting dalam penanganan aspirasi dan pengaduan masyarakat adalah diberlakukannya sistem satu pintu atas pengelolaan surat aspirasi dan pengaduan yang masuk ke DPR.
Diplomasi Parlemen
Aktivitas diplomasi parlemen juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari pelaksanaan tugas konstitusional DPR. Di berbagai kesempatan, baik dalam sidang-sidang fora antar-parlemen dan non-parlemen, serta melalui aktivitas diplomasi parlemen secara bilateral, DPR secara aktif dan konsisten memperjuangkan kepentingan nasional dan menaruh perhatian pada isu-isu internasional. Bahkan DPR juga diberi kepercayaan untuk memimpin jabatan penting di beberapa organisasi parlemen internasional seperti di IPU dan GOPAC.
Selama Tahun Sidang 2016-2017, isu-isu internasional yang menjadi perhatian DPR antara lain: isu pembangunan berkelanjutan, perubahan iklim, perdagangan internasional, keamanan maritim, keamanan kawasan, penegakan HAM, perdamaian di Timur Tengah, serta isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Sementara itu, untuk mendukung penguatan kerja sama bilateral, DPR telah mengadakan pertemuan bilateral dengan parlemen negara sahabat, antara lain menerima kunjungan Ketua Parlemen Republik Korea, Ketua Parlemen Arab Saudi, Ketua Parlemen Thailand, dan Ketua Parlemen Bahrain.
Penguatan Kelembagaan DPR
Hingga Tahun Sidang 2016-2017, penguatan kelembagaan DPR sebagai lembaga legislatif terus dilakukan. Seluruh kegiatan penguatan kelembagaan DPR ini dapat dilihat berdasarkan implementasi kebijakan kerumahtanggaan dan anggaran DPR. Selain itu, Pimpinan DPR turut aktif memastikan seluruh kegiatan prioritas untuk menunjang peningkatan kinerja DPR melalui penyusunan blue print reformasi DPR yang disusun oleh Tim Implementasi Reformasi DPR. Dalam rangka penguatan kelembagaan, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terus berusaha mewujudkan integritas dan akuntabilitas Anggota DPR melalui penegakan Kode Etik DPR. Hal tersebut dilakukan guna menjaga dan meningkatkan kehormatan Anggota DPR.
Seiring dengan semangat DPR untuk melakukan reformasi dan dinamika kerja yang sangat tinggi, sistem pendukung DPR yaitu Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR turut meningkatkan kinerjanya. Salah satu upaya perbaikan kinerja dituangkan dalam rencana reformasi birokrasi yang komprehensif, mulai dari pengembangan sumber daya manusia, tata kelola, sarana dan prasarana, serta anggaran.
Upaya serius DPR untuk menjadi lembaga yang mudah diakses oleh publik telah membuahkan hasil. Hal ini dibuktikan dengan adanya penilaian objektif dari sebuah lembaga penyedia jasa pengembangan teknologi di Jerman (GIZ) untuk AIPA bahwa DPR menempati urutan pertama kategori parlemen paling transparan di antara parlemen se-Asia Tenggara.
Atas nama Pimpinan DPR, kami menyampaikan terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia atas kepercayaan dan kerja sama selama satu tahun ini. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kekuatan dan petunjuk kepada kita sekalian. Amin.
Penulis: Setya Novanto, Ketua DPR RI