Hukum

Laode Ida: Kejaksaan Agung ‘Sudah Masuk Angin’

NUSANTARANEWS.CO – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam (NA) resmi ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, (23/8/2016). Ditetapkannya NA sebagai tersangka lantaran diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi.

Adapun buktinya, seperti dilapirkan nusantaranwes.co, NA telah mengeluarkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT AHB (Anugerah Harisma Barakah) selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

Kasus ini pun berlanjut, mengingat NA juga terduga memiliki rekening gendut yang sudah dalam penanganan Kejaksaan Agung. Karenanya, kedua kasus tersbut dinilai memiliki keterkaitan yang harus diungkap, dimikian kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarief.

Menanggapi kasus NA yang terus memanas, Komisioner Ombudsman RI, Laode Ida mencetuskan bahwa harta koruptor (harta NA, red) harus disita.”Kendati semua pihak mengapresiasi, namun KPK mustinya tak boleh berhenti dan puas dengan menjadikan Nur Alam (NA) sebagai tersangka dalam kasus kebijakan dan perolehan commitmen fee pertambangan nikel,” kata Laode melaui keterangan tertulisnya yang diterima nusantaranews.co, Rabu (24/8).

Baca Juga:  Terkait Kasus Bimo Intimidasi Wartawan, Kabid Irba Dinas PSDA Cilacap Bantah Terlibat

Tidak hanya itu, Laode juga mengidealkan KPK sudah waktunya melangkah lebih maju. Idealitas yang Laode maksud berlandaskan pada tida hal penting. “Pertama, menemukan semua harta milik yang bersangkutan berikut keluarganya dan menyitanya untuk selanjutnya dikembalikan pada negara atau dijadikan dana sosial untuk bantuan kemanusiaan,” cetusnya.

Ide penyitaan harta milik tersangka tersebut, bagi Lode, sangat penting. Mengingat harta yang dimiliki NA sebagai produk penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan diduga sangat banyak, jauh melampaui batas rasional manusia, jika dibandingkan dengan honor dan gaji resmi yang diterima dari negara.

“Semua harta ‘ilegal’ itu tentu tak hanya berasal dari bidang pertambangan melainkan buah dari bidang atau sektor lain selama menjabat. Dan yang perlu juga ditekankan bahwa kebijakan sita harta bukan hanya diterapkan untuk kasus NA, melainkan juga untuk kasus-kasus korupsi pejabat lainnya.

Kedua, tambahnya, KPK harus membuka ke publik siapa-siapa saja yang jadi jejaring koruptor tersebut. Misalnya, jika itu merupakan kasus pencucian, maka harus diungkap ke mana saja aliran dana yang masuk ke rekening yang bersangkutan. Hal ini akan menjadi pelajaran penting untuk menciptakan rasa takut bagi pihak-pihak yang potensial melakukannya di masa-masa yang akan datang.

Baca Juga:  Serangan Fajar Coblosan Pemilu, AMI Laporkan Oknum Caleg Ke Bawaslu Jatim

“Ketiga, presiden Jokowi harusnya memberi perhatian khusus kepada Jaksa agung yang selama ini terkesan ‘sudah masuk angin’ dalam kasus korupsi NA,” seru Laode sakaligus mengakhiri. (Sel/Red-02)

Related Posts

1 of 202