NUSANTARANEWS.CO, Nunukan – Lumbis Ogong, Nunukan, Kalimantan Utara termasuk salah satu wilayah perbatasan yang kondisi infrastrukturnya memilukan di Indonesia. Kemudahan akses transportasi tak pernah dinikmati oleh masyarakat di wilayah tersebut sebagaimana yang dinikmati masyarakat Indonesia lainya.
Hal itu disampaikan Ketua Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat Kabupaten Nunukan, Taufiq Johan kepada redaksi, Nunukan, Jumat (3/8/2018).
“Masyarakat di sana jika ingin berobat saja dari Labang ke Mansalong harus ditempuh dengan waktu hingga 7 jam. Bisa dibayangkan nggak seandainya orang yang sakit tersebut dalam keadaan kritis?,” ujarnya.
Lumbis Ogong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Wilayah ini merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Lumbis yang disahkan DPRD Nunukan melalui Peraturan Daerah pada 10 Agustus 2011 silam. Di sebelah utara, Lumbis Ogong berbatasan langsung dengan Sabah, Malaysia.
Taufiq menuturkan permasalahan yang terjadi di Lumbis Ogong bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat semata. Kurangnya perhatian pemerintah daerah, baik kabupaten dan provinsi juga menjadi pemicu dari kecamatan yang sebagian wilayahnya masuk outstanding boundary problem (OBP) tersebut terkesan lamban dalam pembangunan.
“Presiden Jokowi sih saya yakin sudah tanggap. Tergantung bagaimana pemerintah daerah menyikapinya. Contohnya gini aja, di Lumbis Ogong ada wilayah yang namanya Giram Luyu dan itu sangat berpotensi menjadi destinasi wisata Arung Jeram berskala internasional, pemerintah daerah tanggap nggak menangkap potensi tersebut? Selama ini yang saya lihat justru para aktivis yang berteriak sementara pemerintah daerah terkesan abai,” tutur Taufiq.
Menurut Taufiq, saat ini ketika presiden sudah mencanangkan Nawacita sebagai konsep pembangunan, maka semua pihak harus memaksimalkannya melalui Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di wilayah Perbatasan.
“Ketika jalan Trans Kalimantan di Nunukan sudah mulus seperti sekarang namun kita acuh terhadap Lumbis Ogong, maka jangan menyesal jika itu malah menjadi bumerang karena nantinya akan ada pihak-pihak asing yang mengelola wilayah tersebut menjadi area wisata dan kita hanya menjadi penonton,” pungkasnya.
Pewarta: Eddy Santry
Editor: M Yahya Suprabana & Eriec Dieda