EkonomiPolitik

Kunjungan Raja Salman Harus Tingkatkan Invetasi Tanpa Tenaga Kerja Ilegal

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Raja Arab Saudi, Salman Bin Abdul Aziz Al Saud, memulai rangkaian kunjungannya ke kawasan Asia selama tiga pekan ini. Kunjungan Raja Salman diyakini terkait dengan investasi. Lalu, bagaimana dampaknya atas Indonesia?

Atas hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, menilai bahwa kunjungan Raja Salman harus mampu dikonversi oleh pemerintah menjadi investasi yang besar bagi kepentingan nasional.

“Dari data Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), sepanjang 2016 realisasi investasi Arab Saudi baru mencapai US$900 ribu atau sekitar Rp11,9 miliar (kurs Rp13.300) untuk 44 proyek. Jika diurutkan, investasi Arab Saudi berada di urutan ke 57,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Kamis (2/3/2017).

Dalam rangka mendongkrak investasi Arab Saudi di Indonesia, Heri mengatakan, pemerintah harus jeli dan menawarkan peluang investasi yang win-win solution. Pada konteks ini, pemerintah musti memanfaatkan usaha diversifikasi ekonomi yang sedang dijalankan oleh negara dengan ekspor minyak terbesar itu.

Baca Juga:  KPU Nunukan Gelar Pleno Rekapitulasi Untuk Perolehan Suara Calon Anggota DPR RI

Bagi Arab Saudi, lanjut Heri, Indonesia memiliki nilai penting. Sebagai negara dengan populasi umat Muslim terbesar di dunia, Indonesia harus mampu membangun skema kerja sama yang lebih strategis. Pemerintah harus mampu menerjemahkan posisinya secara konkret dalam skema diversifikasi ekonomi yang dinamakan Visi 2030.

“Saya memandang, pemerintah Indonesia harus bisa menawarkan proposal kerjasama pada basis-basis investasi seperti engembangan industri non-minyak dan penguatan usaha kecil dan menengah (UKM), serta basis lain dengan serapan tenaga kerja yang banyak. Sebagai contoh, sektor-sektor produktif dan strategis seperti pertanian-kelautan-perikanan yang belum mendapat perhatian serius. Investasi di sektor itu sangat minim. Padahal, pangsa pasarnya di atas 80%,” ujar Anggota DPR dari Partai Gerindra itu.

Kemudian, Heri menuturkan, dalam hal membangun skema kerja sama investasi tersebut, pemerintah harus mempertimbangkan proporsi wilayah. Data tahun di 2016, realisasi investasi tahun 2016 masih terpusat di pulau Jawa yang hanya mencapai Rp203,2 triliun. Hal ini penting untuk mencapai kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan hal tersebut adalah syarat wajib untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca Juga:  Survei Parpol, ARCI Jatim: Golkar-Gerindra Dekati PKB-PDIP

Heri menjelaskan, kalau dibandingkan skema investasi Arab Saudi dengan Cina, maka itu lebih menguntungkan. Lihat saja, investasinya mencapai Rp335 triliun tanpa bunga, tanpa pekerja asing, tanpa kontrol, dan tanpa agunan BUMN, dan di saat yang sama pemerintah cukup mengembalikan pokoknya saja sebesar Rp335 triliun itu. Sementara Cina yang investasinya lebih kecil Rp60 triliun, skemanya sangat merugikan.

“Sudah proyek dari mereka, teknologi dari mereka, pekerja pun dari mereka. Ujung-ujungnya, pemerintah harus membayar bunga Rp150 triliun. Skema investasi Arab Saudi ini harusnya menjadi pelajaran bahwa ke depan investasi yang masuk tetap harus mementingkan kepentingab nasional dan tidak merugikan,” ujarnya.

Reporter: Rudi Niwarta

Related Posts

1 of 12