Hukum

Kuasa Hukum Eddy Rumpoko Nilai Penangkapan Kliennya Tak Sesuai Prosedur

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sidang Praperadilan yang diajukan oleh Walikota Batu, Eddy Rumpoko digelar hari ini, Senin, (13/11/2017). Agendanya adalah pembacaan permohonan oleh tim Kuasa Hukum Eddy.

Dalam permohonannya Eddy menjelaskan permohonan praperadilan ini diajukan karena pada tanggal 16 September 2017 telah dilakukan penangkapan dengan dalih Operasi Tangkap Tangan (OTT), setelah itu pada tanggal 17 September 2017 diterbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk menetapkan Eddy dengan disertai upaya paksa dengan melakukan penahanan.

“Penangkapan terhadap diri pemohon (Eddy Rumpoko) oleh Termohon (KPK) dengan dalih Operasi Tangkap Tangan ini bertentangan dengan prosedur dan justru menanggalkan nilai-nilai keadilan yang dijunjung tinggi oleh KUHAP dengan mengabaikan cita hukum nasional yang mengedepankan keadilan. Perwujudan cita hukum nasional tersebut dalam konsideran Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP huruf (c) tersebut diatas,” ujar Kuasa Hukum Eddy Rumpoko yaitu Agus Dwiwarsono.

Kata Agus, dalih OTT tersebut tidak terdapat di dalam KUHAP. Pasalnya di dalam KUHAP hanya menyebutkan “tertangkap tangan” dalam Pasal 1 butir 19 dan Pasal 18 ayat (2) KUHAP, bunyinya sebagai berikut:

Baca Juga:  Bagai Penculik Profesional, Sekelompok Oknum Polairud Bali Minta Tebusan 90 Juta

Pasal 1 angka 19:

“Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak oidana itu yang menunjukan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu”

Bahwa istilah tertangkap tangan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 19 KUHAP tersebut termasuk ke dalam kualifikasi penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Bab V Bagian Ke-1 KUHAP tentang Penangkapan, selanjutnya Pasal 18 angka 2 KUHAP menyebutkan:

“Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkapan harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat”

Menurutnya untuk memenuhi kepastian proses hukum tersebut, dalam hal tertangkap tangan tentunya harus dibarengi dengan bukti yang diperoleh dengan cara yang sah, yang ada melekat pada diri orang yang ditangkap pada saat orang tersebut ditangkap.

Baca Juga:  Tentang Korupsi Dana Hibah BUMN oleh Pengurus PWI, Ini Kronologi Lengkapnya

“Penangkapan yang tidak dibarengi sengan bukti tersebut dan atau alat bukti yang tidak sah jelas melanggar prinsip due process of low yang merupakan refleksi dari prinsip negara menurut hukum yang dianut negara RI,” katanya.

Hal tersebut, sambung Agus, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 adalah melanggar prinsip pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur Pasal 28D ayat (1) yang berbunyi:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang dama di hadapan hukum”

Bahwa prinsip “due process of Law” membawa konsekuensi bahwa tindakan-tindakan aparatur penyelenggata negara bukan saja harus didasarkan atas norma hukum materiil yang adil, tetapi juga harus didasaekan pada hukum formil yang mengatur prosedur untuk menegakan ketentuan-ketentuan hukum materiil yang memenuhi syarat keadilan, jsdi ketentuan-ketentuan tentang prosedur tidak boleh bersifat arbiter menurut seluruh penyelenggara kekuasaan negara.

Tindakan penyidikan untuk menentukan seseorang sebagai tersangka merupakan salah satu prosea daei sistem penegakan hukim pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau Perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Artinya, setiap proses yang akan dktempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas kepastian hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan.

“Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai prosea tersebut (penetapan tersangka) tidak dipenuhi, maka sudah pasti proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi atau dibatalkan,” katanya.

Reporter: Restu Fadilah
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 2