Berita UtamaFeaturedHeadlineHot TopicTerbaru

Kualitas Udara Buruk, Indonesia Didesak Segera Go Renewable

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Greenpeace dalam sebuah laporan terbarunya menyebutkan bahwa Jakarta akan menjadi ibukota negara yang dikelilingi PLTU batubara baru dan terbanyak di dunia dalam radius 100 kilometer dibandingkan ibukota negara lainnya. Laporan bertajuk “Pembunuhan Senyap di Jakarta” itu mengkhawatirkan keberadaan PLTU batubara di sekitar Jakarta.

“Keberadaan PLTU batubara di sekitar Jakarta diperkirakan dapat menyebabkan 10.600 kematian dini dan 2.800 kelahiran dengan berat lahir yang rendah per tahunnya di mana hampir setengah dari dampak ini berada di Jabodetabek,” kata Greenpeace dalam sebuah laporannya seperti dikutip redaksi, Kamis (26/10/2017).

Greenpeace mengindikasikan kualitas udara di Jakarta saat ini buruk. Penyebabnya adalah emisi transportasi, industri dan perumahan. Namun, bukan hanya aktifitas lalu lintas yang dapat merusakan kesehatan pendudukn Jakarta melainkan juga keberadaan beberapa PLTU batubara berkapasitas besar di Pulau Jawa, terkhusus di sekitar Jakarta.

“Dua pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) di dalam kota Jakarta. Polusi yang dihasilkan dari pembangkit listrik ini membuat udara di Jakarta diindikasikan menjadi lebih berbahaya, khususnya bagi kesehatan masyarakat,” Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Didit Wicaksono.

Baca Juga:  Kepala DKPP Sumenep Ajak Anak Muda Bertani: Pertanian Bukan Hanya Tradisi, Tapi Peluang Bisnis Modern

Didit menjelaskan, saat ini kota Jakarta sudah berada dalam bayang-bayang 8 PLTU dan sedikitnya 4 PLTU lagi akan beroperasi antara tahuhn 2019-2024 serta satu PLTU yang telah beroperasi akan diekspansi pada tahun 2019.

Emisi dari PLTU dihitung pada level operasi penuh berdasarkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), dengan menggunakan asumsi kapasitas operasi 80%. Selanjutnya, data emisi dari PLTU tersebut digunakan sebagai dasar untuk melakukan pemodelan dampak kualitas udara PLTU dengan menggunakan sistem permodelan CALMET-CALPUFF untuk menggambarkan rentang persebaran emisi PLTU.

Hasilnya mengindikasikan bahwa emisi gabungan dari PLTU yang telah beroperasi dan yang baru nantinya akan memiliki dampak yang besar pada peningkatan kadar polusi di kota-kota yang berlokasi di sebelah utara dan barat pembangkit listrik. Diperkirakan kadar SO2, level PM2.5 dan NO2 tertinggi dari PLTU yang masih beroperasi berada di Cilegon, Tangerang, Bogor, dan Jakarta.

“PLTU yang direncanakan akan dibangun ini berpotensi meningkatkan tingkat polutan tidak hanya di daerah tersebut, tapi juga di Bekasi, Depok, Tambun, dan Karawang. Semua wilayah ini akan menjadi wilayah dengan tingkat paparan polusi udara yang tinggi,” kata laporan tersebut.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Kadar PM2.5 (partikel polutan paling berbahaya) yang tinggi dapat menyebabkan kualitas udara menjadi tidak sehat. Diketahui, bahwa PM2.5 dapat terhirup dan masuk ke pembuluh darah manusia sehingga menyebabkan berbagai penyakit pernapasan serius seperti infeksi saluran pernapasan akut, stroke, penyakit kardiovaskular dan penyakit jantung lainnya. Golongan anak-anak, ibu hamil, dan usia lanjut adalah mereka yang paling rentan terpapar polusi udara.

Tingkat SO2 dan NOX yang saat ini diizinkan oleh pemerintah (750 mg/Nm3) adalah tujuh kali lebih tinggi daripada di sebagian besar negara-negara lain, sementara standar total partikulat atau PM (100 mg/Nm3) adalah tiga kali lebih tinggi dari negara-negara lain.

“Demi kesehatan masyarakat, Pemerintah Indonesia sudah waktunya memperkuat standar emisi untuk pembangkit listrik termal serta memantau pelaksanaannya, dan tidak lagi membangun PLTU batubara yang jelas-jelas menjadi ancaman kesehatan nyata di pulau padat penduduk ini,” tutupnya. (ed)

Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews

Related Posts

1 of 5