EkonomiMancanegaraPolitik

KTT Rusia-Cina di Moskwa “Ditenggelamkan” Oleh Media

KTT Rusia-Cina
KTT Rusia-Cina. Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Presiden Cina Xi Jinping di Moskwa pada 5 Juni lalu/Foto: Kremlin

NUSANTARANEWS.CO – KTT Rusia-Cina di Moskwa ditenggelamkan oleh media. Media mainstream barat dengan sengaja menenggelamkan berita petemuan bilateral Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Presiden Cina Xi Jinping di Moskwa pada 5 Juni lalu. Padahal pertemuan bilateral ini sangat penting artinya bagi kelanjutan kerjasama global yang menyangkut kepentingan banyak negara, terutama yang sedang mengalami tekanan dan sanksi dari Amerika Serikat (AS) – sehingga kesulitan dalam melakukan perdagangan internasional.

Kemitraan Rusia-Cina mulai meluas tidak hanya terbatas pada sektor energi saja. Proyek-proyek lain mulai diluncurkan seperti di bidang aero-space dan teknologi tinggi lainnya, termasuk pembangunan infrastruktur seperti jalan, kereta api, dan sektor maritim. Bahkan pertukaran budaya dan arus wisatawan terus berkembang dengan pesat.

Ini adalah kerja sama bilateral berskala luas yang memiliki visi strategis jangka panjang. Beberapa keputusan penting telah diambil pada akhir pertemuan. Dalam bidang ekonomi, adalah penggunaan secara luas mata uang nasional: rubel dan yen untuk transaksi keuangan maupun perdagangan sebagai alternatif pengganti dolar. Di mana transaksi kedua negara pada tahun lalu melebihi US$ 100 miliar. Sekarang ada tambahan sekitar 30 proyek investasi Cina baru di Rusia, khususnya di sektor energi, dengan nilai sekitar US$ 22 miliar.

Baca Juga:  Anton Charliyan Gelar Giat Rutin Berkah Ramadhan Kepada Para Jompo, Anak Yatim, Santri, dan Rekan Media di Priangan

Sementara Rusia sendiri telah menjadi pengekspor minyak terbesar ke Cina, dan sekarang sedang bersiap untuk melakukan hal yang sama untuk gas alam: pipa gas Timur terbesar akan dibuka pada bulan Desember, disusul oleh yang lain dari Siberia. Di samping itu, Rusia juga akan mengekspor gas alam cair melalui dua pangkalan besarnya.

Selain itu, terkait proyek Jalan Sutra Baru (New Silk Road), Rusia mendukung untuk menciptakan kemitraan Eurasia yang lebih besar di masa depan.

Dalam bidang politik dan keamanan, kedua negara mengeluarkan Deklarasi Bersama tentang “penguatan stabilitas dunia” yang ditandatangani pada akhir pertemuan. Rusia dan Cina menempatkan diri sebagai penyeimbang kekuatan global, meski secara de facto bertentangan dengan AS dan NATO, terutama berkenaan dengan Suriah, Iran, Venezuela, dan Korea Utara.

Ditambah dengan pernyataan peringatan penarikan diri AS dari Perjanjian INF yang dapat memicu perlombaan senjata dan meningkatkan kemungkinan konflik nuklir. Rusia dan Cina mengecam penolakan AS untuk mendukung larangan total uji coba nuklir.

Baca Juga:  Juara Pileg 2024, PKB Bidik 60 Persen Menang Pilkada Serentak di Jawa Timur

Termasuk fakta bahwa negara-negara tertentu, meskipun mereka adalah penandatangan Perjanjian Non-Proliferasi, tapi telah menempatkan “misi nuklir bersama” yang dikerahkan di luar perbatasan mereka.

Permintaan penarikan ini, secara langsung menyangkut Italia dan negara-negara Eropa lainnya di mana telah melanggar Perjanjian Non-Proliferasi dengan menempatkan bom nuklir B61 AS yang akan diganti dengan varian baru B61-12 pada 2020 mendatang.

Varian baru bom nuklir yang lebih dahsyat ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan nuklir Angkatan Udara AS dan negara-negara sekutu – di mana bom dapat diluncurkan oleh pesawat tempur seperti B-2A, F-15, F-16, PA-200, serta F-35 dan B-21

Media mainstream tampaknya lebih tertarik memberitakan peristiwa 5 Juni, D-Day dan menceritakan pakaian indah yang dikenakan oleh Ibu Negara Melania Trump dalam upacara tersebut. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,065