Judul Buku : Apa Jadinya Dunia Tanpa Islam?
Penulis : Graham E. Fuller
Penerjemah : T. Hermaya
Penerbit : Mizan
Cetakan : Ketiga, Februari 2015
Tebal : 405 Halaman
ISBN : 978-979-433-855-1
Peresensi: M Ivan Aulia Rokhman
Prajurit-Prajurit Perang Salib yang penuh dengan semangat Kristiani, panji-panji berkibar, berbasis ke arah timur mengikuti perintah Pau pada abad kedua belas untuk membebaskan Tanah Suci dari orang-orang Muslim yang kafir—adegan-adegan seperti ini merupakan bagian dari kisah besar sejarah Barat.
Gereja mendorong kaum pria untuk mendaftar sebagai “tentara-tentara Gereja” untuk berperang demi perluasan negeri-negeri Kristern; para penulis tarikh menuturkan upacara-upacara pendaftaran yang khidmat. Setiap prajurit mengucapkan sumpah untuk menyelesaikan perjalanan ke Yerusalem dan menerima sebuagh salib dari wakil Sri Paus yang mengakui statusnya sebagai tentara Gereja. Para pendaftar diberi pembebasan dari yurisdiksi sipul seloama periode tugasnya. Kekhawatiran-kekhawatiran Hari Penghakiman pun ada di benak banyak orang—terutama bagaimana mendapatkan penghapusan dosa-dosa.
Bukti terbaik bagi argumen tentang motif keagamaan Perang-Perang Salib adalah pidato Urbanus II kepada khalayak ramai dalam Konsili Clermont pada 1095; Ini merupakan dokumen awal Barat yang menakjubkan, yang mengundang agama Kristen berperang melawan Rimur yang Muslim dan kafir. Tak ada laporan akurat tentang apa perisisnya yang dikatakan yang dikatakan Urbanus, hanya ringkasan-ringkasan dari berbagai pemimpin yang hadir memberikan versi-versi mereka sendiri yang berbeda-beda. Tetapi yang penting adalah retorikanya: kita melihat akar-akar “perang peraedaban” di belakang hari yang pada akhirnya menimpa baik orang-orang Kristen maupun umat Muslim. Sebagian nuansa pidato Paus itu dapat kita rasakan di beberapa alinea terpilih dari salah seseorang saksi mata, Fulcher dari Chartres.
Di situ, orang-orang Yahudi diberi pilihan antara masuk Kristen atau dibunuh. Dalam kesempatan ini, sekitar dua belas ribu orang Yahudi dibunuh dan sejumlah komunitas Yahudi melakukan bunuh diri massal.
Seruan Paus dengan demikian, memuliakan kekejaman bagi sebuah tujuan suci dan melukiskan adanya hadiah-hadiah di surga bagi orang yang membunuh semua orang non-Kristen. Yang lebih mengejutkan lagi, sementara Paus tak pernah mencantumkan orang-orang Kristen Ortodoks Timur ke dalam barisan orang yang tak percaya juga, teruytama setelah “Pembantaian Latin” di Konstantinopel pada 1182, hampir seabad setelah Perang Salib Pertama.
Bagaimanapun, tanggapan yang amat luas terhadap seruan pertama Paus memunculkan yang amat luas terhadap seruan pertama Paus memunculkan sedikit kesatria, tetapi banyak gerombolan orang biasa yang sukarela melakukan perjalanan itu, termasuk sejumlah besar orang yang tidak memiliki keterampilan bertempur dan tidak mengetahui tugas-tugas kemiliteran yang akan hadapi.
Karena baru beberapa puluh tahun berlalu Skisma Besar antara Roma dan Bizantium pada 1054, orang-orang Kristen Ortodoks Timur dianggap hina. Kaisar Bizantium di Konstantinopel mengawasi potensi bahaya dari gerombolan tak terkendali ini dari kejauhan: sewaktu mereka dengan cepat melewati kota itu dan masuk ke bagian-bagian Anatolia yang dikuasai Turki. Sebagian besar pasukan rakyat itu sebetulnya tak pernah sampai ke Yerusalem, karena mati akibat penyakit dan penderitaan, atau mati di tangan orang-orang Turki di Anatolia.
Perang Salib Rakyat merupakan konfrontasi militer besar pertama antara Barat yang Eropa dan Timur Tengah, selain Spanyol yang berada jauh di barat. Spanyol mengalamai pemerintahan arab yang sering menghadapi perlawanan selama delapan ratus tahun. Perang-Perang Salib juga menandai serbuan besar historis Eropa Barat terhadap Timur tengah—dengan dampak yang langgeng. Kisah-kisah kebrutqalan para prajurit Perang Salib terterta permanen dalam ingatan umat Muslim setelah itu.
Dalam Perang-Perang Salib belakangan, kesatria-kesatria yang lebih berpengalamanan menjawab seruan menuju seruan menuju Yerusalem. Tetapi, pasukan militer professional ini menjadi ancaman besar bagi Bizantium sebagaimanan bagi umat Muslim: pasukan-pasukan Barat ini beroperasi di wilayah Bizantium, tetapi di luar kendali Bizantium. (Hal 121-127). Buku ini merupakan isi artikel yang berisi tentang sejarah peradaban islam secara keseluruhan hasil pendalaman peristiwa yang terjadi selama ribuan tahun. Jadi bahasa dalam buku ini lengkap dan sebagai refrensi untuk para sejarawan serta menemukan peradaban-peradaban yang bisa menemukan hidayah didalamnya.
Ivan Aulia, nama pena dari M Ivan Aulia Rokhman. bergiat di FLP Surabaya dan Remas Al-Akbar Surabaya. Kelahiran Jember, 21 April 1996. Ia suka menulis Puisi, Esai, dan Resensi. Menulis adalah sebuah keterampilan antara akal dengan tangan. Saat ini sedang belajar di SMAN 10 Surabaya. Saya seorang penulis ditengah berkebutuhan khusus (Disabilitas).
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com