Hukum

Kronologi Penangkapan Pejabat Bakamla oleh KPK

NUSANTARANEWS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Deputi Informasi dan Hukum Badan Keamanan Laut (Bakamla), berinisial ESH (Eko Susilo Hadi), Direktur PT MTI berinisial FD (Fahmi Darmawansyah), MAO (Muhammad Adami Okta) dan HST (Hardy Stefanus) yang merupakan pegawai PT MTI (Melati Technofo Indonesia) sebagai tersangka. Mereka jadi tersangka dalam kasus dugaan suap dalam pengadaan Satelit Indonesia.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan penetapan tersangka ini merupakan hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Tim Satuan Tugas (Satgas) KPK pada Rabu 14 Desember 2016 kemarin. Dimana OTT tersebut dilakukan didua lokasi berbeda di kawasan Jakarta.

“KPK menggelar OTT terhadap 4 orang pada hari Rabu 14 Desember 2016 di dua lokasi terpisah di Jakarta,”tuturnya dalam Konferensi Pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, (15/12/2016).

Keempat orang tersebut adalah ESH (Eko Susilo Hadi) yang merupakan Deputi Informasi dan Hukum Bakamla yang juga merangkap sebagai kuasa pengguna anggaran, kemudian HST (Hardy Stefanus), dan MAO (Muhammad Adami Okta) yang merupakan pegawai PT Multi Satelit Indonesia (MTI).

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Keempatnya diringkus, setelah terjadi penyerahan uang antara HST dan MAO kepada ESH sekitar pukul 12:30 WIB, di Kantor Bakamla, Jalan Soetomo, Jakarta Pusat. Seusai penyerahan tim satgas langsung mengamankan HST dan MAO di Parkiran kantor Bakamla.

“Kemudian tim satgas juga mengamankan ESH diruang kerjanya beserta uang sejumlah setara Rp 2 miliar yang berbentuk mata uang Dollar AS dan Dollar Singapura,” kata Agus.

Setelah itu penyidik membawa ke-empatnya ke gedung KPK untuk dilakukan pemeriksaan secara intensif. Sekitar satu jam kemudian, tim satgas kembali mengamankan satu orang lainnya. Dia adalah DSR yang juga merupakan PT MTI.

“DSR diringkus tim satgas di jalan Imam Bonjol. Namun terkait DSR statusnya kini masih sebagai saksi,” katanya.

Akibat dari perbuatannya itu, ESH sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau asal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Baca Juga:  Gelar Aksi, FPPJ Jawa Timur Beber Kecurangan Pilpres 2024

Sedangkan HST, MAO dan FD sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 99 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (Restu)

Related Posts

1 of 589