Ekonomi

Krisis Garam, FNI: Perbaiki Dulu Pola Distribusi Secara Benar

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menyoroti silang sengkarut persoalan krisis garam nasional, Ketua Umum menilai pemerintah berlebihan. Menurutnya pemerintah tak harus melakukan impor garam.

Ia menambahkan bahwa upaya pemerintah dalam meyakinkan rakyat bahwa impor garam sebagai kebutuhan mendesak sangat disayangkan.

Rusdianto Samawa dalam ulasannya mengatakan polemik garam dalam dua bulan ini mengundang analisa para petani garam baik yang dianggap terdampak maupun tidak. Ada beberapa hal yang perlu di jelaskan, kata dia.

Pertama, mengapa harus impor? Pertanyaan ini tergantung sikap pejabat negara dan kadar nasionalisme apabila memenuhi kebutuhan rakyat dengan impor maka kebanggaan kita terhadap garam nasional dipastikan tidak ada.

Dirinya mengatakan, pola importir garam ini merupakan sistem yang sudah lama digeluti oleh para kartel asing yang bekerjasama dengan pejabat yang merupakan penyalurnya. Jika alasan yang paling mendasar untuk impor karena faktor cuaca ekstrem yang menjadi menyebab garam langka, Rusdianto Samawa membantahnya.

“Tidak seperti itu yang terjadi. Bukan karena cuaca. Namun, keterbatasan regulasi kontrol pemerintah yang tegas terhadap para kartel pebisnis garam yang selama periode 4 bulan ini. Mereka menampung dan menumpuknya,” ujarnya.

Baca Juga:  Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi UMKM, Pemkab Sumenep Gelar Bazar Takjil Ramadan 2024

Dengan menyalahkan alam karena matahari kurang bersahabat serta curah hujan, dinilai bukanlah suatu alasan yang tepat bagi pemerintah. Dengan menyalahkan alam, apakah persoalan garam akan selesai.

“Harusnya pemerintah memperbaiki pola distribusi garam baik ditingkat petani maupun pasar. Pola distribusi ini yang sering membuat krisis garam karena pemerintah melalui KKP sendiri sering saling kontak dengan kartel garam,” sambungnya.

Kedua, lanjut dia, soal infrastruktur pengelolaan garam nasional yang belum memadai. Dari sejak 1942 hingga 1995 kondisi petani garam sangat susah untuk memodernisasi alat produksi garam maupun tempat penampungan garam di petani tambak.

“Kalau pemerintah komitmen mengembangkan pengelolaan dan memusatkan kerja pelayanan untuk bantuan pembangunan infrastruktur garam, maka harus ada alokasi infrastruktur garam nasional yang memadai, misalnya pembangunan tempat penampungan garam, alat produksi, mesin penyedot air atau penimba air tawar,” ungkap Rusdianto Samawa

“Dulu kedua orang tua saya hingga turun ke kami sekarang ini bahwa proses menjadi petani garam tetap kita rasakan sederhana dan pola produksi yang lama. Tentu butuh waktu kurang lebih untuk produksi garam. Itupun belum tentu bagus hasilnya karena memang berdasarkan faktor perkembangan iklim alam,” tegasnya.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Akan Perjuangkan 334 Pokir Dalam SIPD 2025

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 4