Ekonomi

Krisis 1997 Dinilai Terencana

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Teror krisis di Indonesia tahun 1997 dinilai beberapa kalangan terlihat bernuansa terencana, matang, gradual, konsisten dan berlanjut. Selain memang mempunyai sifat mematikan, yang bukan merupakan karakter bisnis pelaku pasar kelas dunia. Efek multiplier (berantai) dari turunnya nilai rupiah terhadap US Dollar sejalan dengan kepentingan politik serangan, dimana secara perlahan dan pasti diakomodasi oleh pemerintah.

Namun hal ini tidak mengabaikan keuntungan besar yang diperoleh pelaku yang merekayasa nilai tukar tersebut. Korelasi nyata ditunjukkan oleh pernyataan Menlu AS, Madeleine Albright pada pertemuan dengan para Menlu di Malaysia pada kuartal ketiga tahun 1997 yang isinya bernada negatif terhadap pemerintahan di Asia yang dianggap menjalankan politik otoriter dan tidak disukai oleh Amerika.

lndikasi krisis Asia dikaitkan oleh situasi negara yang bersangkutan. Pada saat itu, krisis memiliki warna politik yang didominasi oleh isu kepentingan nasional Amerika dalam menjalankan kebijakan luar negeri tentang hak asasi manusia, demokrasi dan pasar bebas.

Baca Juga:  Pemerintah Desa Pragaan Daya Salurkan BLT DD Tahap Pertama untuk Tanggulangi Kemiskinan

Letnan Jenderal TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin menilai situasi tersebut menimbulkan implikasi-implikasi sistemik. Baik yang langsung kepada bidang moneter, maupun yang bersifat lanjutan pada tatanan politik ekonomi.

Menurutnya ketahanan ekonomi Indonesia di bidang moneter hancur. Karena nilai ekonomi Indonesia yang direfleksikan dalam nilai tukar menjadi tidak berarti. Krisis kepercayaan dari sudut pandang investasi menyebabkan para investor menarik dananya. Kondisi ini mengakibatkan suatu krisis likuiditas yang ditimbulkan oleh meningkatnya permintaan US Dollar di dalam negeri yang sangat tajam.

Timbulnya krisis nilai tukar diantara para pemilik dana, telah menyebabkan capital flight (keluarnya modal besar-besaran dari Indonesia). Menurut indikasi, dana yang masuk dalam Asian Currency Unit, suatu sistem pengelolaan keuangan yang dikelola oleh pemerintah Singapura, adalah sebesar US Dollar 43,7 miliar pada akhir 1997. “Hal ini memicu suatu kerusakan besar pada sistem perbankan nasional,” ungkap Sjafrie.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 7